watch sexy videos at nza-vids!
watching tv in 4000+ channel now...

Permainan Terlarang

Ini adalah kisah pengalamanku
yang sengaja aku beberkan
untuk pertama kalinya. Sebut
saja namaku Arman, aku sendiri
tinggal di Bandung. Kejadian
yang aku alami ini kalau tidak salah ingat, terjadi ketika aku
akan lulus SMA pada tahun
1998. Sungguh sebelumnya aku
tak menyangka bahwa aku akan
meniduri adikku sendiri yang
bernama Ratih. Dia termasuk anak yang rajin dan ulet, sebab
dia adalah yang memasak dan
mencuci pakaian sehari-hari.
Ibuku adalah seorang pedagang
kelontong di pasar, sedangkan
ayahku telah lama meninggal. Entah mengapa Ibu tidak berniat
untuk menikah lagi. Yang ibu
lakukan setiap hari adalah sejak
jam 4 subuh dia sudah pergi ke
pasar dan pulang menjelang
magrib, aku pun sekali-sekali pergi ke pasar untuk membantu
beliau, itu pun kalau terpaksa
sedang tidak punya uang.
Sedangkan adikku karena
seringnya tinggal di rumah maka
dia kurang pergaulan hingga kuperhatikan tampaknya dia
belum pernah pacaran. Oh ya,
selisih umurku dengan adikku
hanya terpaut dua setengah
tahun dan saat itu dia masih
duduk di kelas 1 SMA. ***** Baiklah, aku akan mulai
menceritakan pengalaman seks
dengan adikku ini. Kejadiannya
ketika itu aku baru pulang dari
rumah temanku Anto pada siang
hari, ketika sampai di rumah aku mendapati adikku sedang
asyik menonton serial telenovela
di salah satu TV swasta. aku
pun langsung membuat kopi,
merokok sambil berbaring di
sofa. Saat itu serial tersebut sedang menampilkan salah satu
adegan ciuman yang hanya
sebentar karena langsung
terpotong oleh iklan. Setelah
melihat adegan tersebut aku
menoleh kepada adikku yang ternyata tersipu malu karena
ketahuan telah melihat adegan
tadi. "Pantesan betah nonton
film gituan" ujarku. "Ih, apaan
sih" cetusnya sambil tersipu
malu-malu. Beberapa menit kemudian serial tersebut selesai
jam tayangnya, dan adikku
langsung pergi ke WC. Kudengar
dari aktifitasnya, rupanya dia
sedang mencuci piring. Karena
acara di televisi tidak ada yang seru, maka aku pun mematikan
TV tersebut dan setelah itu aku
ke WC untuk buang air kecil.
Mataku langsung tertuju pada
belahan pantat adikku yang
sedang berjongkok karena mencuci piring. "Ratih, ikut dulu
sebentar pingin pipis nih"
sahutku tak kuat menahan.
Setelah aku selesai buang air
kecil, pikiranku selalu terbayang
pada bongkahan pantat adikku Ratih. Aku sendiri tadinya tak
mau berbuat macam-macam
karena kupikir dia adalah adikku
sendiri, apalgi adikku ini
orangnya lugu dan pendiam.
Tetapi dasar setan telah menggoyahkan pikiranku, maka
aku berpikir bagaimana caranya
agar dapat mencumbu adikku ini.
Aku seringkali mencuri pandang
melihat adikku yang sedang
mencuci, dan entah mengapa aku tak mengerti, aku langsung
saja berjalan menghampiri
adikku dan memeluk tubuhnya
dari belakang sambil mencium
tengkuknya. Mendapat serangan
yang mendadak tersebut adikku hanya bisa menjerit terkejut
dan berusaha melepaskan diri
dari dekapanku. Aku sendiri lalu
tersadar. Astaga, apa yang
telah aku lakukan terhadap
adikku. Aku malu dibuatnya, dan kulihat adikku sedang menangis
sesenggukan dan lalu dia lari ke
kamarnya. Melihat hal itu aku
langsung mengejar ke kamarnya.
Sebelum dia menutup pintu aku
sudah berhasil ikut masuk dan mencoba untuk menjelaskan
perihal peristiwa tadi. "Maafkan..
Aa Ratih, Aa tadi salah" "Terus
terang, Aa nggak tahu kenapa
bisa sampai begitu" Adikku
hanya bisa menangis sambil telungkup di tempat tidurnya.
Aku mendekati dia dan duduk di
tepi ranjang. "Ratih, maafin Aa
yah. Jangan dilaporin sama Ibu"
kataku agak takut. "Aa jahat"
jawab adikku sambil menangis. "Ratih maafin Aa. Aa berbuat
demikian tadi karena Aa nggak
sengaja lihat belahan pantat
kamu, jadinya Aa nafsu, lagian
kan Aa sudah seminggu ini putus
ama Teh Dewi" kataku. "Apa hubungannya putus ama Teh
Dewi dengan meluk Ratih" jawab
adikku lagi. "Yah, Aa nggak kuat
aja pingin bercumbu" "Kenapa
sama Ratih" jawabnya. Setelah
itu aku tidak bisa berbicara lagi hingga keadaan di kamar adikku
begitu sunyi karena kami hanya
terdiam. Dan rupanya di luar
mulai terdengar gemericik air
hujan. Di tengah kesunyian
tersebut lalu aku mencoba untuk memecah keheningan itu.
"Ratih, biarin atuh Aa meluk
kamu, kan nggak akan ada
yang lihat ini" Adikku tidak
menjawab hanya bisa diam,
mengetahui hal itu aku mencoba membalikkan tubuhnya dan
kuajak bicara. "Ratih, lagian kan
Ratih pingin ciuman kayak di film
tadi kan?" bujukku. "Tapi Aa,
kita kan adik kakak?" jawabnya.
"Nggak apa-apa atuh Ratih, sekalian ini mah belajar, supaya
entar kalo pacaran nggak
canggung" Entah mengapa
setelah aku bicara begitu dia
jadi terdiam. Wah bisa nih,
gumanku dalam hati hingga aku pun tak membuang kesempatan
ini. Aku mencoba untuk ikut
berbaring bersamanya dan
mencoba untuk meraih
pinggangnya. Aku harus
melakukannya dengan perlahan. Belum sempat aku berpikir,
Ratih lalu berkata.. "Aa, Ratih
takut" "Takut kenapa, Say?"
tanyaku. "Ih, meuni geuleh,
panggil Say segala" katanya.
"Hehehe, takut ama siapa? Ama Aa? Aa mah nggak bakalan gigit
kok", rayuku. "Bukan takut ama
Aa, tapi takut ketahuan Ibu"
jawabnya. Setelah mendengar
perkataannya, aku bukannya
memberi alasan melainkan bibirku langsung mendarat di
bibir ranum adikku yang satu ini.
Mendapat perlakuanku seperti
itu, tampak kulihat adikku
terkejut sekali, karena baru
pertama kalinya bibir yang seksi tanpa lipstick ini dicumbu oleh
seorang laki-laki yang tak lain
adalah kakaknya sendiri. Adikku
pun langsung mencoba untuk
menggeserkan tubuhnya ke
belakang. Tetapi aku mencoba untuk menarik dan
mendekapkan lebih erat ke
dalam pelukanku. "Mmhh, mmhh..,
Aa udah dong" pintanya. Aku
menghentikan pagutanku, dan
kini kupandangi wajah adikku dan rasanya aku sangat puas
meskipun aku hanya berhasil
menikmati bibir adikku yang
begitu merah dan tipis ini.
"Ratih, makasih yah, kamu
begitu pengertian ama Aa" kataku. "Kalau saja Ratih bukan
adik Aa, udah akan Aa.." belum
sempat aku habis bicara.. "Udah
akan Aa apain" bisiknya sambil
tersenyum. Aku semakin
geregetan saja dibuatnya melihat wajah cantik dan polos
adikku ini. "Udah akan Aa jadiin
pacar atuh. Eh Ratih, Ratih mau
kan jadi pacar Aa", tanyaku lagi.
Mendengar hal demikian adikku
lalu terdiam dan beberapa saat kemudian ia bicara.. "Tapi
pacarannya nggak beneran kan"
Katanya sedikit ragu. "Ya nggak
atuh Say, kita pacarannya kalo
di rumah aja dan ini rahasia kita
berdua aja, jangan sampai temen kamu tau, apalagi sama
Ibu" jawabku meyakinkannya.
Setelah itu kulihat jam dinding
yang ternyata sudah
menunjukan jam 4 sore. "Udah
jam 4 tuh, sebentar lagi Ibu pulang. Aa mandi dulu yah",
kataku kemudian. Maka aku pun
bangkit dan segera pergi
meninggalkan kamar adikku.
Setelah kejadian tadi siang aku
sempat tidak habis pikir, apakah benar yang aku alami tadi. Di
tengah lamunanku, aku
dikejutkan oleh suara Ibuku.
"Hayoo ngelamun aja, Ratih
mana udah pada makan belum?"
kata Ibuku. "Ada tuh, emang bawa apaan tuh Bu?" aku
melihat Ibuku membawa
bungkusan. Setelah aku lihat
ternyata Ibu membeli bakso,
kemudian Ibuku memangil Ratih
dan kami bersama-sama menyantap Baso itu. Untungnya
setelah kejadian tadi siang kami
dapat bersikap wajar, seolah
tidak terjadi apa-apa sehingga
Ibuku tidak curiga sedikit pun.
Malamnya aku sempat termenung di kamar dan mulai
merencanakan sesuatu, nanti
subuh setelah Ibu pergi ke
pasar aku ingin sekali
mengulangi percumbuan dengan
adikku sekalian ingin tidur sambil mendekap tubuh adikku yang
montok. Keesokannya rupanya
setan telah menguasaiku
sehingga aku terbangun ketika
Ibu berpamitan kepada adikku
sambil menyuruhnya untuk mengunci pintu depan. Setelah
itu aku mendekati adikku yang
akan bergegas masuk kamar
kembali. "Ehmm, ehmm, bebas
nih", ujarku. Adikku orangnya
tidak banyak bicara. Mengetahui keberadaanku dia seolah tahu
apa yang ingin aku lakukan,
tetapi dia tidak bicara sepatah
kata pun. Karena aku sudah
tidak kuat lagi menahan nafsu,
maka aku langsung melabrak adikku, memeluk tubuh adikku
yang sedang membelakangiku.
Kali ini dia diam saja sewaktu
aku memeluk dan menciumi
tengkuknya. Dinginnya udara
subuh itu tak terasa lagi karena kehangatan tubuh
adikku telah mengalahkan hawa
dingin kamar ini. Kontolku yang
mulai ngaceng aku gesek-
gesekkan tepat di bongkahan
pantatnya. "Say, Aa pingin bobo di sini boleh kan?" pintaku. "Idih,
Aa genit ah, jangan Aa, entar.."
"Entar kenapa?" timpalku. Belum
sempat dia bicara lagi, aku
langsung membalikkan tubuhnya
dan langsung aku pagut bibir yang telah sejak tadi siang
membuat pikiranku melayang.
Aku kemudian langsung
mendorongnya ke arah dinding
dan menghimpit hangat
tubuhnya agar melekat erat dengan tubuhku. Aku mencoba
untuk menyingkap dasternya
dan kucoba untuk meraba paha
dan pantatnya. Walaupun dia
menyambut ciumanku, tetapi
tangannya berusaha untuk mencegah apa yang sedang
kulakukan. Tetapi aku tersadar
bahwa ciumannya kali ini lain
daripada yang tadi siang, ciuman
ini terasa lebih hot dan
mengairahkan karena kurasakan adikku kini pun menikmatinya
dan mencoba menggerakkan
lidahnya untuk menari dengan
lidahku. Aku tertegun karena
ternyata diam-diam adikku juga
memiliki nafsu yang begitu besar, atau mungkin juga ini
karena selama ini adikku belum
pernah merasakan nikmatnya
bercumbu dengan lawan jenis.
Kini tanpa ragu lagi aku mulai
mencoba untuk menyelinapkan tanganku untuk kembali meraba
pahanya hingga tubuhku terasa
berdebar-debar dan denyut
nadiku terasa sangat cepat,
karena ini adalah untuk
pertama kalinya aku meraba paha perempuan. Sebelumnya
dengan pacarku aku belum
pernah melakukan ini, karena
Dewi pacarku lebih sering
memakai celana jeans. Dengan
Dewi kami hanya sebatas berciuman. Kini yang ada dalam
pikiranku hanyalah satu, yaitu
aku ingin sekali meraba,
menikmati yang namanya
heunceut (vagina dalam bahasa
Sunda) wanita hingga aku mulai mengarahkan jemariku untuk
menyelinap di antara sisi-sisi
celana dalamnya. Belum juga
sempat menyelipkan jariku di
antara heunceutnya, Ratih
melepaskan pagutannya dan mulutnya seperti ikan mas koki
yang megap-megap dan
memeluk erat tubuhku kemudian
menyilangkan kedua kakinya di
antara pantatku sambil
menekan-nekan pinggulnya dengan kuat. Ternyata Ratih
telah mengalami orgasme. "Aa..
aah, eghh, eghh" rintih Ratih
yang dibarengi dengan hentakan
pinggulnya. Sesaat setelah itu
Ratih menjatuhkan kepalanya di atas bahuku. Aku belai
rambutnya karena aku pun
sangat menyayanginya,
kemudian aku bopong tubuh
yang telah lunglai ini ke atas
tempat tidur dan kukecup keningnya. "Gimana Sayang,
enak?" bisikku. Aku hanya bisa
melihat wajah memerah adikku
ini yang malu dan tersipu,
selintas kulihat wajah adikku ini
manisnya seperti Nafa Urbach. "Gimana rasanya, Sayang?"
tanyaku lagi. "Aa, yang tadi itu
apa yang namanya orgasme?"
Eh, malah ganti bertanya adikku
tersayang ini. "Iya Sayang,
gimana, enak?" jawabku sambil bertanya lagi. "He-eh, enakk
banget" jawabnya sambil tersipu.
Entah mengapa demi melihat
kebahagian di wajahnya, aku
kini hanya ingin memandangi
wajahnya dan tidak terpikir lagi untuk melanjutkan aksiku untuk
mengarungi lembah belukar yang
terdapat di kemaluannya hingga
sesaat kemudian karena kulihat
matanya yang mulai sayu dan
mengantuk akibat orgasme tadi maka aku mengajaknya untuk
tidur. Kami pun terus tertidur
dengan posisi saling berpelukan
dan kakiku kusilangkan di
antara kedua pahanya. Hangat
tubuh adikku kurasakan begitu nikmat sekali. Yang ada dalam
pikiranku adalah betapa
nikmatnya jika aku menikah
nanti, pantas saja di jaman
sekarang banyak yang kimpoi
entah itu sudah resmi atau belum. Tanpa terasa aku pun
sadar dan terbangun dari
tidurku, dan kulihat jam di
kamar adikku telah
menunjukkan jam 9 lewat dan
adikku belum juga bangun dari tidurnya. Wah gawat, berarti dia
hari ini tidak sekolah, pikirku.
"Ratih, bangun kamu nggak
sekolah?" tanyaku
membangunkannya. Ratih pun
mulai terbangun dan matanya langsung tertuju pada jam
dinding. Dia terkejut karena
waktu telah berlalu begitu
cepat, sehingga dia sadar
bahwa hari ini dia tidak mungkin
lagi pergi ke sekolah. "Aahh, Aa jahat kenapa nggak
ngebangunin Ratih" rajuknya
manja. "Gimana mau
ngebangunin, Aa juga baru
bangun" kataku membela diri.
"Gimana dong kalo Ibu tahu, Ratih bisa dimarahin nih, ini
semua gara-gara Aa" "Loo kok
Aa yang disalahin sih, lagian Ibu
nggak bakalan tahu kalau Aa
nggak ngomongin kan" jawabku
untuk menghiburnya. "Bener yah, Ratih jangan dibilangin
kalau hari ini bolos" "Iyaa, iyaa"
jawabku. Entah mengapa tiba-
tiba terlintas di pikiranku untuk
mandi bareng. Wah ini
kesempatan emas, alasan tidak memberitahu Ibu bahwa dia
nggak masuk sekolah bisa
kujadikan senjata agar aku bisa
mandi bersama adikku. "Eh, ada
tapinya loh, Aa nggak bakalan
bilang ama Ibu asal Ratih mau mandi bareng ama Aa" kataku
sambil mengedipkan mata.
"Nggak mau. Aa jahat, lagian
udah gede kan malu masak mau
mandi aja musti barengan" "Ya
udah kalo nggak mau sih terserah" ancamku. Singkat
cerita karena aku paksa dan
dia tidak ingin ketahuan oleh Ibu
maka adikku menyetujuinya.
"Tapi Aa jangan macem-macem
yah" pintanya. "Emangnya kalo macem-macem gimana?"
tanyaku. "Pokoknya nggak mau,
mendingan biarin ketahuan Ibu,
lagian juga itu kan gara-gara
Aa, Ratih bilangin Aa udah ciumin
Ratih" balasnya mengancam balik. Jika kupikir-pikir ternyata
benar juga, bisa berabe
urusannya, seorang kakak
bukannya menjaga adik dari
ulah nakal laki-laki lain, eh
malah kakaknya sendiri yang nakal. Maka untuk melancarkan
keinginanku untuk bisa mandi
dengannya, aku pun
menyetujuinya. Kami berdua
akhirnya bangun dari tidur dan
setelah berbenah kamar, kami berdua pun pergi menuju kamar
mandi. Sesampai di kamar mandi
kami hanya saling diam dan
kulihat adikku agak ragu untuk
melepaskan pakaiannya. "Aa
balik dulu ke belakang, Ratih malu nih" pintanya. "Apa nggak
sebaiknya Aa yang bukain punya
Ratih, dan Ratih bukain punya
Aa" Tanpa pikir panjang aku
menghampiri adikku dan aku
cium bibirnya. Agar dia tidak malu dan canggung untuk
membuka pakaiannya, aku
genggam tangannya dan aku
tuntun untuk membuka bajuku.
Tanpa dikomando dia membuka
bajuku setelah itu kutuntun lagi untuk membuka celana basket
yang aku kenakan. Setelah
keadaanku bugil dan hanya
memakai celana dalam saja
kulihat adikku tegang, sesekali
dia melirik ke arah selangkanganku dimana kontolku
sudah dalam keadaan siaga
satu. Kini giliranku menanggalkan
daster yang ia kenakan. Begitu
aku buka, aku terbeliak
dibuatnya karena ternyata tubuh adikku begitu bohai (body
aduhai). Dia lalu berusaha
menutupi selangkangannya. Lalu
dengan sengaja kucolek
payudaranya hingga adikku
melotot dan menutupinya. Kemudian aku pun balik
mencolek memeknya, hehehe..
"Idihh, Aa nggak jadi ah
mandinya, malu", rajuknya.
Adikku lalu mengambil handuk
dan melilitkan handuk tersebut kemudian melangkah keluar
kamar mandi, tetapi karena aku
tidak mau kesempatan emas ini
kabur maka aku pegang
tangannya dan terus aku peluk
sambil kukecup bibirnya, karena ternyata adikku sangat merasa
nyaman bila bibirnya aku cium.
Aku lalu menarik handuknya
hingga terlepas dan jatuh ke
lantai, dan aku pepet tubuhnya
ke arah bak air lalu gayung kuambil dan langsung
kusiramkan ke tubuh kami
berdua. Merasakan tubuhnya
telah basah oleh siraman air,
adikku berusaha untuk
melepaskan ciuman dan desakan yang aku lakukan, tapi
usahanya sia-sia karena aku
semakin bernafsu menyirami
tubuh kami sambil kontolku aku
tekan-tekan ke arah
selangkangannya. Setelah tubuh kami benar-benar basah, aku
bagai kemasukan setan. Selain
menyedot bibirnya dengan
ganas aku pun langsung
mencoba untuk melepaskan
celananya. Setelah celana dalamnya terlepas dari
sarangnya hingga ke tepi lutut,
aku pun menariknya ke bawah
dengan kakiku hingga benar-
benar terlepas. Sadar bahwa
aku akan berbuat nekat, Ratih semakin berusaha untuk
melepaskan tubuhnya. Sebelum
usahanya membuahkan hasil aku
melepas pagutannya. "Aa, stop
please" rengeknya sambil
menangis. "Ratih, tolong Aa dong. Ratih tadi subuh kan udah
ngalami orgasme, Aa belum.."
pintaku. Dan tanpa menunggu
waktu lagi di saat tenaganya
melemah, aku kangkangkan
pahanya sambil kukecup bibirnya kembali sehingga dia tidak bisa
menolaknya. Di saat itu aku
meraih burungku dari CD-ku dan
mencoba mencari sarang yang
sudah lama ini ingin kurasakan.
Dalam sekejap kontolku sudah berada tepat di celah pintu
heunceut adikku, dan siap untuk
segera menjebol
keperawanannya. Merasa telah
tepat sasaran maka aku pun
menghentakkan pinggulku. Dan aku seperti benar-benar
merasakan sesuatu yang baru
dan nikmat melanda seluruh
organ tubuhku dan kudengar
adikku meringis kesakitan tapi
tidak berusaha untuk menjerit. Melihat hal itu aku mencoba
untuk mengontrol diriku dan
mencoba menenangkan perasaan
yang membuatku semakin tak
karuan, karena aku merasa
diriku dalam keadaan kacau tetapi nikmat hingga sulit untuk
diuraikan dengan kata-kata.
Aku mencoba hanya
membenamkan penisku untuk
beberapa saat, karena aku tak
kuasa melihat penderitaan yang adikku rasakan. Kini pandangan
aku alihkan pada kedua
payudara adikku yang masih
diselimuti BH-nya. Aku mencoba
untuk melepaskannya tapi
mendapat kesulitan karena belum pernah sekalipun aku
membukanya hingga aku hanya
bisa menarik BH yang menutupi
payudara adikku dengan
menariknya ke atas dan tiba-
tiba dua bongkah surabi daging yang kenyal menyembul setelah
BH itu aku tarik. Melihat
keindahan payudara adikku
yang mengkal dan putingnya
yang bersemu coklat
kemerahan, aku pun tak kuasa untuk segera menjilat dan
menyedotnya senikmat mungkin.
"Aa, ahh, sakit" rintih adikku.
Seiring dengan kumainkannya
kedua buah payudara adikku
silih berganti maka kini aku pun mencoba untuk menggerakkan
pinggulku maju mundur, walau
aku juga merasakan perih
karena begitu sempitnya lubang
heunceut adikku ini. Badan kami
kini bergumul satu sama lain dan kini adikku pun mulai menikmati
apa yang aku lakukan. Itu dapat
aku lihat karena kini adikku
tidak lagi meringis tetapi dia
hanya mengeluarkan suara
mendesah. "Eenngghh, acchh, enngg, aacchh" "Gimana, enakk?"
aku mencoba memastikan
perasaan adikku. Dia tidak
menjawab bahkan kini justru
tangannya meraih kepalaku dan
memapahnya kembali mencium mulutnya. Karena aku tidak ingin
egois maka aku pun menuruti
kehendaknya. Aku kulum
bibirnya dan lidah kami pun ikut
berpelukan menikmati sensasi
yang tiada tara ini. Tanganku kugunakan untuk meremas
payudaranya. Gila, kenikmatan
ini sungguh luar biasa, kini aku
pun mencoba untuk menirukan
gaya-gaya di film BF yang
pernah kulihat. Adikku kuminta menungging dan tangannya
memegang bak mandi. Aku
berbalik arah dan mencoba
untuk segera memasukan
kembali kontolku ke dalam
memeknya, belum sempat niat ini terlaksana aku segera
mengurungkan niatku, karena
kini aku dapat melihat dengan
jelas bahwa heunceut adikku
merekah merah dan sangat
indah. Karena gemas aku pun lalu berjongkok dan mencoba
mengamati bentuk heunceut
adikku ini hingga aku melongo
dibuatnya. Mengetahui aku
sampai melongo karena melihat
keindahan heunceutnya, adikku berlagak sedikit genit, dia
goyangkan pantatnya bak
penyanyi dangdut sambil terkikik
cengengesan. Merasa dikerjai
oleh adikku dan juga karena
malu, untuk mebalasnya aku langsung saja membenamkan
wajahku dan kuciumi heunceut
adikku ini, hingga kembali dia
hanya bisa mendesah.. "Aahh, Aa
mau ngapain.., ochh, enngghh"
desahnya sambil mengambil nafas panjang. Mmhh, ssrruupp,
cupp, ceepp, suara mulutku
menyedot dan menjilati
heunceut adikku ini, dan aku
perhatikan ada bagian dari
heunceut adikku ini yang aneh, mirip kacang mungkin ini yang
namanya itil, maka aku pun
mencoba untuk memainkan
lidahku di sekitar benda
tersebut. "Acchh, Aa, nnggeehh,
iihh, uuhh, gelii", erangnya saat aku memainkan itilnya tersebut.
Karena mendengar erangannya
yang menggoda aku pun tak
kuasa menahannya dan segera
bangkit untuk memeluk adikku
dan memasukannya kembali dengan cepat kontolku agar
bersemayam pada heunceut
adikku ini. Baru beberapa
kocokan kontolku di memeknya,
adikku seakan blingsatan
menikmati kenikmatan ini hingga dia pun meracau tak karuan
lalu.. "Aa, Ratihh, eenngghh,
aahh.." Rupanya adikku baru
saja mengalami orgasme yang
hebat karena aku rasakan di
dalam memeknya seperti banjir bandang karena ada semburan
lava hangat yang datang secara
tiba-tiba. Kini aku merasakan
kenikmatan yang lain karena
cairan tersebut bagai pelumas
yang mempermudah kocokanku dalam heunceutnya. Setelah itu
adikku kini lunglai tak
bertenaga, yang ia rasakan
hanya menikmati sisa-sisa dari
orgasmenya dan seperti pasrah
membiarkan tubuhnya aku entot terus dari belakang. Mengetahui
hal itu aku pun kini
mengerayangi setiap lekuk
tubuh adikku sambil terus
mengentotnya, mulai dari
mencium rambutnya, menggarap payudaranya sampai-sampai aku
seperti merasakan ada yang lain
dari tubuhku, ada perasaan
seperti kontolku ini ingin pipis
tapi tubuh ini terasa sangat-
sangat nikmat. "Aa, udah.. Aa, Ratih udah lemess.." kata adikku.
"Tunggu Sayangg, Aa maauu
nyampai nih, oohh" Kurasakan
seluruh tubuhku bagai
tersengat listrik dan sesuatu
cairan yang cukup kental aku rasakan menyembur dengan
cepat mengisi rahim adikku ini.
Sambil menikmati sisa-sisa
kenikmatan yang luar biasa ini
aku memegang pantat adikku
dan aku hentakkan pinggulku dengan keras membantu
kontolku untuk mencapai rongga
rahim adikku lebih dalam. Kami
berdua kini hanya bisa bernafas
seperti orang yang baru saja
berlari-lari mengejar bis kota. Setelah persetubuhan yang
terlarang ini kami pun akhirnya
mandi, dan setelah itu karena
tubuhku lemas maka aku
tiduran di sofa sambil menikmati
acara televisi dan adikku kulihat kembali melakukan aktifitasnya
membereskan rumah meskipun
tubuhnya jauh lebih lemas.


Tamat

[ back ][ home ]

Watch TV on Computer

Web Site Hit Counter