watch sexy videos at nza-vids!
PPC : Payout $5.000

Kasir Swalayan

Desy yang masih berumur 25
tahun tidak menyadari
bahayanya bekerja sebagai
kasir di sebuah toko serba ada
di Jakarta. Dengan semangat
dan keinginan untuk mandiri membuat dirinya tidak
mempedulikan nasehat orang
tuanya yang merasa risau
melihat putriya sering mendapat
giliran jaga dari malam hingga
pagi. Desy lebih memilih bekerja pada shift tersebut, karena dari
saat tengah malam sampai pagi,
jarang sekali ada pembeli,
sehingga Desy bisa belajar
untuk kuliahnya siang nanti.
Sampai akhirnya pada suatu malam, Desy mendapati dirinya
ditodong oleh sepucuk pistol
tepat di depan matanya. Yang
berambut Gondrong, dan yang
satu lagi berkumis tebal. Mereka
berdua, menerobos masuk membuat Desy yang sedang
berkonsentrasi pada bukunya
terkejut. “Keluarin uangnya!” perintah si
Gondrong, sementara si Kumis
memutuskan semua kabel video
dan telepon yang ada di toko
itu. Tangan Desy gemetar
berusaha membuka laci kasir yang ada di depannya, saking
takutnya kunci itu sampai
terjatuh beberapa kali. Setelah
beberapa saat, Desy berhasil
membuka laci itu dan memerikan
semua uang yang ada di dalamnya, sebanyak 100 ribu
kepada si Gondrong, Desy tidak
diperkenankan menyimpan uang
lebih dari 100 ribu di laci
tersebut. Karena itu setiap
kelebihannya langsung dimasukan ke lemari besi.
Setelah si Gondrong merampas
uang itu, Desy langsung mundur
ke belakang, ia sangat
ketakutan kakinya lemas,
hampir jatuh. “Masa cuma segini?!” bentak si
Gondrong. “Buka lemari besinya!
Sekarang!” Mereka berdua
menggiring Desy masuk ke
kantor manajernya dan
mendorongnya hingga jatuh
berlutut di hadapan lemari besi. Desy mulai menangis, ia tidak
tahu nomor kombinasi lemari
besi itu, ia hanya menyelipkan
uang masuk ke dalam lemari
besi melalui celah pintunya. “Cepat!” bentak si Kumis, Desy
merasakan pistol menempel di
belakang kepalanya. Desy
berusaha untuk menjelaskan
kalau ia tidak mengetahui nomor
lemari besi itu. Untunglah, melihat mata Desy yang
ketakutan, mereka berdua
percaya. “Brengsek! Nggak
sebanding sama resikonya! Iket
dia, biar dia nggak bisa manggil
polisi!” Desy di dudukkan di kursi manajernya dengan
tangan diikat ke belakang.
Kemudian kedua kaki Desy juga
diikat ke kaki kursi yang ia
duduki. si Kumis kemudian
mengambil plester dan menempelkannya ke mulut Desy. “Beres! Ayo cabut!” “Tunggu! Tunggu dulu cing! Liat
dia, dia boleh juga ya?!”. “Cepetan! Ntar ada yang tau!
Kita cuma dapet 100 ribu,
cepetan!”. “Gue pengen liat bentar aja!”. Mata Desy terbelalak ketika si
Gondrong mendekat dan
menarik t-shirt merah muda
yang ia kenakan. Dengan satu
tarikan keras, t-shirt itu robek
membuat BH-nya terlihat. Payudara Desy yang berukuran
sedang, bergoyang-goyang
karena Desy meronta-ronta
dalam ikatannya. “Wow, oke banget!” si
Gondrong berseru kagum. “Oke, sekarang kita pergi!”
ajak si Kumis, tidak begitu
tertarik pada Desy karena sibuk
mengawasi keadaan depan toko. Tapi si Gondrong tidak peduli, ia
sekarang meraba-raba puting
susu Desy lewat BH-nya, setelah
itu ia memasukkan jarinya ke
belahan payudara Desy. Dan
tiba-tiba, dengan satu tarikan BH Desy ditariknya, tubuh Desy
ikut tertarik ke depan, tapi
akhirnya tali BH Desy terputus
dan sekarang payudara Desy
bergoyang bebas tanpa ditutupi
selembar benangpun. “Jangan!” teriak Desy. Tapi
yang tedengar cuma suara
gumaman. Terasa oleh Desy
mulut si Gondrong menghisapi
puting susunya pertama yang
kiri lalu sekarang pindah ke kanan. Kemudian Desy menjerit
ketika si Gondrong mengigit
puting susunya. “Diem! Jangan berisik!” si
Gondrong menampar Desy,
hingga berkunang-kunang. Desy
hanya bisa menangis. “Gue bilang diem!”, sembari
berkata itu si Gondrong
menampar buah dada Desy,
sampai sebuah cap tangan
berwarna merah terbentuk di
payudara kiri Desy. Kemudian si Gondrong bergeser dan
menampar uang sebelah kanan.
Desy terus menjerit-jerit
dengan mulut diplester,
sementara si Gondrong terus
memukuli buah dada Desy sampai akhirnya bulatan buah
dada Desy berwarna merah. “Ayo, cepetan cing!”, si Kumis
menarik tangan si Gondrong. “Kita musti cepet minggat dari
sini!” Desy bersyukur ketika
melihat si Gondrong diseret
keluar ruangan oleh si Kumis.
Payudaranya terasa sangat
sakit, tapi Desy bersyukur ia masih hidup. Melihat
sekelilingnya, Desy berusaha
menemukan sesuatu untuk
membebaskan dirinya. Di meja
ada gunting, tapi ia tidak bisa
bergerak sama sekali. “Hey, Roy! Tokonya kosong!”. “Masa, cepetan ambil permen!”. “Goblok lo, ambil bir tolol!”. Tubuh Desy menegang,
mendengar suara beberapa
anak-anak di bagian depan
toko. Dari suaranya ia
mengetahui bahwa itu adalah
anak-anak berandal yang ada di lingkungan itu. Mereka baru
berusia sekitar 12 sampai 15
tahun. Desy mengeluarkan suara
minta tolong. “sstt! Lo denger nggak?!”. “Cepet kembaliin semua!”. “Lari, lari! Kita ketauan!”. Tiba-tiba salah seorang dari
mereka menjengukkan
kepalanya ke dalam kantor
manajer. Ia terperangah melihat
Desy, terikat di kursi, dengan
t-shirt robek membuat buah dadanya mengacung ke arahnya. “Buset!” berandal itu tampak
terkejut sekali, tapi sesaat
kemudian ia menyeringai. “Hei, liat nih! Ada kejutan!” Desy berusaha menjelaskan
pada mereka, menggeleng-
gelengkan kepalanya. Ia
berusaha menjelaskan bahwa
dirinya baru saja dirampok. Ia
berusaha minta tolong agar mereka memanggil polisi. Ia
berusaha memohon agar mereka
melepaskan dirinya dan
menutupi dadanya. Tapi yang
keluar hanya suara gumanan
karena mulutnya masih tertutup plester. Satu demi satu
berandalan itu masuk ke dalam
kantor. Satu, kemudian dua, lalu
tiga. Empat. Lima! Lima wajah-
wajah dengan senyum
menyeringai sekarang mengamati tubuh Desy, yang
terus meronta-ronta berusaha
menutupi tubuhnya dari
pandangan mereka. Berandalan,
yang berumur sekitar 15 tahun
itu terkagum-kagum dengan penemuan mereka. “Gila! Cewek nih!”. “Dia telanjang!”. “Tu liat susunya! susu!”. “Mana, mana gue pengen liat!”. “Gue pengen pegang!”. “Pasti alus tuh!”. “Bawahnya kayak apa ya?!”. Mereka semua berkomentar
bersamaan, kegirangan
menemukan Desy yang sudah
terikat erat. Kelima berandal itu
maju dan merubung Desy,
tangan-tangan meraih tubuh Desy. Desy tidak tahu lagi, milik
siapa tanga-tangan tersebut,
semuanya berebutan mengelus
pinggangnya, meremas buah
dadanya, menjambak rambutnya,
seseorang menjepit dan menarik-narik puting susunya.
Kemudian, salah satu dari
mereka menjilati pipinya dan
memasukan ujung lidahnya ke
lubang telinga Desy. “Ayo, kita lepasin dia dari
kursi!” Mereka melepaskan
ikatan pada kaki Desy, tapi
dengan tangan masih terikat di
belakang, sambil terus meraba
dan meremas tubuh Desy. Melihat ruangan kantor itu
terlalu kecil mereka menyeret
Desy keluar menuju bagian
depan toko. Desy meronta-
ronta ketika merasa ada yang
berusaha melepaskan kancing jeansnya. Mereka menarik-narik
jeans Desy sampai akhirnya
turun sampai ke lutut. Desy
terus meronta-ronta, dan
akhirnya mereka berenam jatuh
tersungkur ke lantai. Sebelum Desy sempat membalikkan
badannya, tiba-tiba terdengar
suara lecutan, dan sesaat
kemudian Desy merasakan sakit
yang amat sangat di pantatnya.
Desy melihat salah seorang berandal tadi memegang sebuah
ikat pinggang kulit dan bersiap-
siap mengayunkannya lagi ke
pantatnya! “Bangun! Bangun!” ia berteriak,
kemudian mengayunkan lagi ikat
pinggangnya. Sebuah garis
merah timbul di pantat Desy.
Desy berusaha berguling
melindungi pantatnya yang terasa sakit sekali. Tapi
berandal tadi tidak peduli, ia
kembali mengayunkan ikat
pinggang tadi yang sekarang
menghajar perut Desy. “Bangun! naik ke sini!” berandal
tadi menyapu barang-barang
yang ada di atas meja layan
hingga berjatuhan ke lantai.
Desy berusaha bangun tapi
tidak berhasil. Lagi, sebuah pukulan menghajar buah
dadanya. Desy berguling dan
berusaha berdiri dan berhasil
berlutut dan berdiri. Berandal
tadi memberikan ikat pinggang
tadi kepada temannya. “Kalo dia gerak, pukul aja!” Langsung saja Desy mendapat
pukulan di pantatnya. Berandal-
berandal yang lain tertawa dan
bersorak. Mereka lalu
mendorong dan menarik
tubuhnya, membuat ia bergerak-gerak sehingga
mereka punya alasan lagi buat
memukulnya. Berandal yang
pertama tadi kembali dengan
membawa segulung plester
besar. Ia mendorong Desy hingga berbaring telentang di
atas meja. Pertama ia
melepaskan tangan Desy
kemudian langsung mengikatnya
dengan plester di sudut-sudut
meja, tangan Desy sekarang terikat erat dengan plester
sampai ke kaki meja.
Selanjutnya ia melepaskan
sepatu, jeans dan celana dalam
Desy dan mengikatkan kaki-kaki
Desy ke kaki-kaki meja lainnya. Sekarang Desy berbaring
telentang, telanjang bulat
dengan tangan dan kaki
terbuka lebar menyerupai huruf
X. “Waktu Pesta!” berandal tadi
lalu menurunkan celana dan
celana dalamnya. Mata Desy
terbelalak melihat penisnya
menggantung, setengah keras
sepanjang 20 senti. Berandal tadi memegang pinggul Desy dan
menariknya hingga mendekati
pinggir meja. Kemudian ia
menggosok-gosok penisnya
hingga berdiri mengacung
tegang. “Waktunya masuk!” ia bersorak
sementara teman-teman lainnya
bersorak dan tertawa. Dengan
satu dorongan keras, penisnya
masuk ke vagina Desy. Desy
melolong kesakitan. Air mata meleleh turun, sementara
berandal tadi mulai bergerak
keluar masuk. Temannya naik ke
atas meja, menduduki dada
Desy, membuat Desy sulit
bernafas. Kemudian ia melepaskan celananya,
mengeluarkan penisnya dari
celana dalamnya. Plester di
mulut Desy ditariknya hingga
lepas. Desy berusaha berteriak,
tapi mulutnya langsung dimasuki oleh penis berandal yang ada di
atasnya. Langsung saja, penis
tadi mengeras dan membesar
bersamaan dengan keluar
masuknya penis tadi di mulut
Desy. Pandangan Desy berkunang-kunang dan merasa
akan pingsan, ketika tiba-tiba
mulutnya dipenuhi cairan kental,
yang terasa asin dan pahit.
Semprotan demi semprotan
masuk, tanpa bisa dimuntahkan oleh Desy. Desy terus menelan
cairan tadi agar bisa terus
mengambil nafas. Berandal yang duduk di atas
dada Desy turun ketika
kemudian, berandal yang sedang
meperkosanya di pinggir meja
bergerak makin cepat. Ia
memukuli perut Desy, membuat Desy mengejang dan vaginanya
berkontraksi menjepit penisnya.
Ia kemudian memegang buah
dada Desy sambil terus
bergerak makin cepat, ia
mengerang-erang mendekati klimaks. Tangannya meremas
dan menarik buah dada Desy
ketika tubuhnya bergetar dan
sperma pun menyemprot keluar,
terus-menerus mengalir masuk
di vagina Desy. Sementara itu berandal yang lainnya berdiri di
samping meja dan melakukan
masturbasi, ketika pimpinan
mereka mencapai puncaknya
mereka juga mengalami ejakulasi
bersamaan. Sperma mereka menyemprot keluar dan jatuh di
muka, rambut dan dada Desy. Desy tidak tahu apa yang
terjadi selanjutnya, ketika
tahu-tahu ia kembali sendirian
di toko tadi, masih terikat erat
di atas meja. Ia tersadar ketika
menyadari dirinya terlihat jelas, jika ada orang lewat di depan
tokonya. Desy meronta-ronta
membuat buah dadanya
bergoyang-goyang. Ia menangis
dan meronta berusaha
melepaskan diri dari plester yang mengikatnya. Setelah
beberapa lama mencoba Desy
berhasil melepaskan tangan
kanannya. Kemudian ia
melepaskan tangan kirinya, kaki
kanannya. Tinggal satu lagi. “Wah, wah, wah!” terdengar
suara laki-laki di pintu depan.
Desy terkejut dan berusaha
menutupi dada dan vaginanya
dengan kedua tangannya. “Tolong saya!” ratap Desy. “Tolong saya Pak! Toko saya
dirampok, saya diikat dan
diperkosa! Tolong saya Pak,
panggilkan polisi!” “Nama lu Desy kan?” tanya
laki-laki tadi. “Bagaimana bapak tahu nama
saya?” Desy bingung dan takut. “Gue Roy. Orang yang
kerjaannya di toko ini lo
rebut!”. “Saya tidak merebut pekerjaan
bapak. Saya tahu dari iklan di
koran. Saya betul-betul tidak
tahu pak! Tolong saya pak!”. “Gara-gara lo ngelamar ke sini
gue jadi dipecat! Gue nggak
heran lo diterima kalo liat bodi
lo”. Desy kembali merasa ketakutan
melihat Roy, seseorang yang
belum pernah dilihat dan
dikenalnya tapi sudah
membencinya. Desy kembali
berusaha melepaskan ikatan di kaki kirinya, membuat Raoy naik
pitam. Ia menyambar tangan
Desy dan menekuknya ke
belakang dan kembali diikatnya
dengan plester, dan plester itu
terus dilitkan sampai mengikat ke bahu, hingga Desy betul-
betul terikat erat. Ikatan itu
membuat Desy kesakitan, ia
menggeliat dan buah dadanya
semakin membusung keluar. “Lepaskan! Sakit! aduuhh! Saya
tidak memecat bapak! Kenapa
saya diikat?” “Gue tadinya mau ngerampok
nih toko, cuma kayaknya gue
udah keduluan. Jadi gue rusak
aja deh nih toko”. Ia kemudian melepaskan ikatan
kaki Desy sehingga sekarang
Desy duduk di pinggir meja
dengan tangan terikat di
belakang. Kemudian diikatnya
lagi dengan plester. Kemudian Roy mulai
menghancurkan isi toko itu,
etalase dipecahnya, rak-rak
ditendang jatuh. Kemudian Roy
mulai menghancurkan kotak
pendingin es krim yang ada di kanan Desy. Es krim
beterbangan dilempar oleh Roy.
Beberapa di antaranya
mengenai tubuh Desy, kemudian
meleleh mengalir turun, melewati
punggungnya masuk ke belahan pantatnya. Di depan, es tadi
mengalir melalui belahan buah
dadanya, turun ke perut dan
mengalir ke vagina Desy. Rasa
dingin juga menempel di buah
dada Desy, membuat putingnya mengeras san mengacung.
Ketika Roy selesai, tubuh Desy
bergetar kedinginan dan lengket
karena es krim yang meleleh. “Lo keliatan kedinginan!” ejek
Roy sambil menyentil puting susu
Desy yang mengeras kaku. “Gue musti kasih lo sesuatu
yang anget.” Roy kemudian mendekati wajan
untuk mengoreng hot dog yang
ada di tengah ruangan. Desy
melihat Roy mendekat membawa
beberapa buah sosis yang
berasap. “Jangaann!” Desy berteriak ketika Roy membuka
bibir vaginanya dan memasukan
satu sosis ke dalam vaginanya
yang terasa dingin karena es
tadi. Kemudian ia memasukan
sosis yang kedua, dan ketiga. Sosis yang keempat putus
ketika akan dimasukan. Vagina
Desy sekarang diisi oleh tiga
buah sosis yang masih berasap.
Desy menangis kesakitan kerena
panas yang dirasakannya. “Keliatannya nikmat!” Roy
tertawa. “Tapi gue lebih suka dengan
mustard!” Ia mengambil botol
mustard dan menekan botol itu.
Cairan mustard keluar
menyemprot ke vagina Desy.
Desy menangis terus, melihat dirinya disiksa dengan cara yang
tak terbayangkan olehnya. Sambil tertawa Roy melanjutkan
usahanya menghancurkan isi
toko itu. Desy berusaha
melepaskan diri, tapi tak
berhasil. Nafasnya tersengal-
sengal, ia tidak kuat menahan semua ini. Tubuh Desy bergerak
lunglai jatuh.” “Hei! Kalo kerja jangan tidur!”
bentak Roy sambil menampar
pipi Desy. “Lo tau nggak, daerah sini
nggak aman jadi perlu ada
alarm.” Desy meronta ketakutan melihat
Roy memegang dua buah jepitan
buaya. Jepitan itu bergigi tajam
dan jepitannya keras sekali. Roy
mendekatkan satu jepitan ke
puting susu kanan Desy, menekannya hingga terbuka dan
melepaskannya hingga menutup
kembali menjepit puting susu
Desy. Desy menjerit dan
melolong kesakitan, gigi jepitan
tadi menancap ke puting susunya. Kemudian Roy juga
menjepit puting susu yang ada
di sebelah kiri. Air mata Desy
bercucuran di pipi. Kemudian Roy mengikatkan
kawat halus di kedua jepitan
tadi, mengulurnya dan kemudian
mengikatnya ke pegangan pintu
masuk. Ketika pintu itu didorong
Roy hingga membuka keluar, Desy merasa jepitan tadi
tertarik oleh kawat, dan
membuat buah dadanya tertarik
dan ia menjerit kesakitan. “Nah, udah jadi. Lo tau kan
pintu depan ini bisa buka ke
dalem ama keluar, tapi bisa juga
disetel cuma bisa dibuka dengan
cara ditarik bukan didorong.
Jadi gue sekarang pergi dulu, terus nanti gue pasang biar
pintu itu cuma bisa dibuka kalo
ditarik. Nanti kalo ada orang
dateng, pas dia dorong pintu
kan nggak bisa, pasti dia coba
buat narik tuh pintu, nah, pas narik itu alarmnya akan bunyi!” “Jangan! saya mohoon! mohon!
jangan! jangan! ampun!” Roy tidak peduli, ia keluar dan
tidak lupa memasang kunci pada
pintu itu hingga sekarang pintu
tadi hanya bisa dibuka dengan
ditarik. Desy menangis
ketakutan, puting susunya sudah hampir rata, dijepit. Ia
meronta-ronta berusaha
melepaskan ikatan. Tubuh Desy
berkeringat setelah berusaha
melepaskan diri tanpa hasil.
Lama kemudian terlihat sebuah bayangan di depan pintu, Desy
melihat ternyata bayangan itu
milik gelandangan yang sering
lewat dan meminta-minta.
Gelandangan itu melihat tubuh
Desy, telanjang dengan buah dada mengacung. Gelandang itu mendorong pintu
masuk. Pintu itu tidak terbuka.
Kemudian ia meraih pegangan
pintu dan mulai menariknya. Desy berusaha menjerit
“Jangan! jangan! jangan buka!
jangaann!”, tapi gelandangan
tadi tetap menarik pintu, yang
kemudian menarik kawat dan
menarik jepitan yang ada di puting susunya. Gigi-gigi yang
sudah menancap di daging
puting susunya tertarik,
merobek puting susunya. Desy
menjerit keras sekali sebelum
jatuh di atas meja. Pingsan. Desy tersadar dan menjerit.
Sekarang ia berdiri di depan
meja kasir. Tangannya terikat
ke atas di rangka besi meja
kasir. Sedangkan kakinya juga
terikat terbuka lebar pada kaki-kaki meja kasir. Ia merasa
kesakitan. Puting susunya
sekarang berwarna ungu, dan
menjadi sangat sensitif. Udara
dingin saja membuat puting
susunya mengacung tegang. Memar-memar menghiasi seluruh
tubuhnya, mulai pinggang, dada
dan pinggulnya. Desy merasakan
sepasang tangan berusaha
membuka belahan pantatnya
dari belakang. Sesuatu yang dingin dan keras berusaha
masuk ke liang anusnya. Desy
menoleh ke belakang, dan ia
melihat gelandangan tadi
berlutut di belakangnya sedang
memegang sebuah botol bir. “Jangan, ampun! Lepaskan saya
pak! Saya sudah diperkosa dan
dipukuli! Saya tidak tahan lagi.” “Tapi Mbak, pantat Mbak kan
belon.” gelandangan itu berkata
tidak jelas. “Jangan!” Desy meronta, ketika
penis gelandangan tadi mulai
berusaha masuk ke anusnya.
Setelah beberapa kali usaha,
gelandangan tadi menyadari
penisnya tidak bisa masuk ke dalam anus Desy. Lalu ia
berlutut lagi, mengambil sebuah
botol bir dari rak dan mulai
mendorong dan memutar-
mutarnya masuk ke liang anus
Desy. Desy menjerit-jerit dan
meronta-ronta ketika leher
botol bir tadi mulai masuk
dengan keadaan masih
mempunyai tutup botol yang
berpinggiran tajam. Liang anus Desy tersayat-sayat ketika
gelandangan tadi memutar-
mutar botol dengan harapan
liang anus Desy bisa membesar. Setelah beberapa saat,
gelandangan tadi mencabut
botol tadi. Tutup botol bir itu
sudah dilapisi darah dari dalam
anus Desy, tapi ia tidak peduli.
Gelandang itu kembali berusaha memasukan penisnya ke dalam
anus Desy yang sekarang sudah
membesar karena dimasuki botol
bir. Gelandang tadi mulai
bergerak kesenangan, sudah
lama sekali ia tidak meniduri perempuan, ia bergerak cepat
dan keras sehingga Desy
merasa dirinya akan terlepar ke
depan setiap gelandangan tadi
bergerak maju. Desy terus
menangis melihat dirinya disodomi oleh gelandangan yang
mungkin membawa penyakit
kelamin, tapi gelandangan tadi
terus bergerak makin makin
cepat, tangannya meremas buah
dada Desy, membuat Desy menjerit karena puting susunya
yang terluka ikut diremas dan
dipilih-pilin. Akhirnya dengan
satu erangan, gelandang tadi
orgasme, dan Desy merakan
cairan hangat mengalir dalam anusnya, sampai gelandangan
tadi jatuh terduduk lemas di
belakang Desy. “Makasih ya Mbak! Saya puas
sekali! Makasih.” gelandangan
tadi melepaskan ikatan Desy.
Kemudian ia mendorong Desy
duduk dan kembali mengikat
tangan Desy ke belakang, kemudian mengikat kaki Desy
erat-erat. Kemudian tubuh Desy
didorongnya ke bawah meja
kasir hingga tidak terlihat dari
luar. Sambi terus mengumam terima
kasih gelandangan tadi berjalan
sempoyongan sambil membawa
beberapa botol bir keluar dari
toko. Desy terus menangis,
merintih merasakan sperma gelandangan tadi mengalir
keluar dari anusnya. Lama
kemudian Desy jatuh pingsan
kelelahan dan shock. Ia baru
tersadar ketika ditemukan oleh
rekan kerjanya yang masuk pukul 6 pagi.


Tamat

[ back ][ home ]


New Update !! Cerita Hot Plus Plus...

Web Site Hit Counter