watch sexy videos at nza-vids!
Full Indo Mp3...

Kisah Dukun Dan Calon Pegawai

Menjadi Pegawai Negeri Sipil
(PNS) merupakan impian bagi
sebagian besar orang. Bergagai
cara ditempuh agar bisa lolos
tes CPNS. Mengikuti bimbingan
tes CPNS, menyogok, menyewa joki, sampai ke dukun sekalipun
akan dilakukan. Entah karena
putus asa setelah beberapa kali
gagal dalam tes, akhirnya
akupun juga memakai jasa
dukun atau orang pintar. Menurut info yang aku peroleh
dari temanku, ada seorang
dukun di pinggir kota yang dulu
pernah meloloskannya menjadi
PNS. Malam itu aku sendirian pergi
mencari rumah dukun itu.
Setelah sempat muter-muter
nanya sana-sini, akhirnya aku
tiba di sebuah rumah sederhana
yang nyaris tidak terlihat dari jalan raya. Halamannya yang
luas dan tertutup rimbunnya
pohon-pohon mangga membuat
suasana menjadi sejuk dan
tenang. Setelah beberapa kali
mengetuk pintu, seorang wanita setengah baya dengan senyum
ramahnya membukakan pintu. “Permisi, apa benar ini
rumahnya Bu Sarmi?” tanyaku
kemudian. “Oh iya, saya sendiri. Silakan
masuk, Mas!” Setelah
dipersilakan duduk, tanpa basa-
basi aku segera
memperkenalkan diri dan
langsung mengutarakan maksud kedatanganku. “Ooo, jadi Mas Anang ini juga
pengen jadi pegawai negeri
to?” “Iya Bu! Saya juga sudah
membawa sebotol madu murni
sebagai syarat, seperti yang
dikatakan teman saya.” Aku
menyodorkan satu botol madu
murni kepada Bu Sarmi. “Kalau begitu, silakan Mas
Anang ikut saya ke dalam!” Bu
Sarmi beranjak dari duduknya
sambil membawa botol madu
yang aku berikan tadi. Beliau
berjalan menuju ke sebuah kamar di ujung ruangan. Dari
belakang aku membuntutinya
sambil memperhatikan gerakan
pantat montoknya yang
membuatku menelan ludah. Sesampainya di dalam ruangan
yang redup itu, Bu Sarmi
menutup pintu dan menyuruhku
membuka pakaianku. “Maaf ya Mas Anang! Tolong
pakaiannya di lepas dan silakan
berbaring di ranjang itu! Kita
akan segera memulai ritualnya!”
“Semuanya, Bu?” tanyaku
malu-malu. Bu Sarmi tersenyum, “Mas
Anang gak usah malu. Anggap
saja saya tidak ada. Toh ini kan
juga demi cita-cita Mas Anang!”
Bu Sarmi benar, pikirku. Lagi
pula aku sudah terlanjur datang ke sini, jadi aku tidak perlu malu
lagi.
Sementara Bu Sarmi menyiapkan
kelengkapan ritual, aku segera
menanggalkan semua busanaku
kemudian berbaring di atas ranjang yang tidak terlalu
empuk itu. Beberapa saat
kemudian, dengan sebotol madu
di tangannya, Bu Sarmi datang
dan duduk di sampingku. Sesaat
aku sempat melihat Bu Sarmi mengamati tubuh telanjangku.
Pandangannya terkesan liar,
seolah tengah melihat ayam
panggang yang siap untuk di
santap. Dengan duduk bersimpuh di
sampingku, Bu Sarmi mulai
menuangkan madu murni itu ke
sekujur tubuhku. Aku
memejamkan mataku saat
tangan lembut Bu Sarmi mulai menyentuh dadaku, meratakan
madu yang lengket itu ke setiap
sudut tubuhku. Jemarinya yang
lentik dengan lihai menari-nari,
meremas-remas dada bidangku
dan putingnya, dan mempermainkan bulu-bulu halus
yang tumbuh di atasnya. Aku
menggigit bibirku sendiri,
mencoba mengendalikan aliran
darahku yang bergejolak menuju
ke arah pangkal pahaku. “Mas Anang sudah punya
pacar?” tanya Bu Sarmi
memecah keheningan.
“Eh, saya baru menikah enam
bulan yang lalu, Bu!”
“Ooo… jadi masih pengantin baru to! Wah, lagi panas-
panasnya dong, Mas!” kata Bu
Sarmi meledek.
“Ah, Bu Sarmi ini bisa saja!”
Tanpa sengaja tanganku
menyentuh lutut Bu Sarmi ketika beliau memindahkan
tanganku yang tadi menutupi
kemaluanku. Aku juga sempat
melirik pahanya yang sedikit
tersingkap. Wah, mulus juga
pahanya, pikirku. Tanganku jadi betah berlama-lama di atas
paha mulus itu. Bu Sarmi
membiarkannya ketika tanganku
mengelusnya. Bahkan beliau
malah melebarkan pahanya.
Seolah memberikan tanganku peluang untuk bergerak
menelusuri paha bagian
dalamnya. Darahku semakin mendidih
manakala dengan lincahnya
jemari Bu Sarmi turun ke
perutku, membelai bulu-bulu
halusnya dan memijat perutku,
yang keras dan liat. “Wah… badan Mas Anang kekar
juga yah? Tinggi lagi. Pasti Mas
Anang rajin olah raga.”
“Ya, setiap enam hari dalam
seminggu, setiap pagi dan sore
saya usahakan untuk olah raga meskipun hanya sejam. Biasanya
sih saya rutin angkat beban,
renang, bola, dan voli..”
“Ooo… pantesan adik Mas
Anang gede!”
“Maksud Bu Sarmi, adik yang mana?” tanyaku pura-pura
bodoh. “Maksud saya adik yang ini…..”
kata Bu Sarmi sambil meremas
kejantananku tanpa rasa
canggung. Ada rasa kaget
sekaligus senang dengan
perlakuan Bu Sarmi. Beliau dengan lembut melumuri
kejantananku dengan madu,
kemudian mengocoknya pelan. “Ooohh… Bu! Enak…!” aku
melenguh nikmat. Aku juga
semakin berani dengan
menyingkap roknya dan memilin
pahanya lebih jauh lagi. Dan
ternyata Bu Sarmi menanggapi positif tindakanku itu. Terbukti
dengan ia sedikit mengangkat
pantatnya agar aku bisa
mencapai pangkal pahanya.
Astaga…! Sekali lagi aku
terkejut sekaligus senang manakala tanganku menyentuh
rambut-rambut halus di antara
pangkal paha Bu Sarmi.
Ternyata beliau sudah tidak
memakai celana dalam. Perlahan-lahan aku mulai
menggosok bibir vagina Bu Sarmi
yang sudah basah itu dengan
jariku. Bu Sarmi bertambah
kelojotan dan semakin
bersemangat mengocok batang tongkolku. Perlahan-lahan
batang kejantananku itu mulai
membesar dan mengeras. Tanpa
rasa jijik, Bu Sarmi mulai
menjilati sisa-sisa madu yang
menempel di sekitar pangkal pahaku, melumat buah zakarku,
kemudian bergerak naik
menyapu urat-urat tongkolku
yang sudah bertonjolan. “Gimana Mas Anang? Enak
kan?” tanya bu Sarmi di sela-
sela aksinya.
“Ahh… nikmat banget Bu! Saya
belum pernah merasakan
senikmat ini!” Aku memang belum begitu berpengalaman
dalam hal sex. Selama
berhubungan dengan isteriku,
kami hanya melakukan dengan
cara konvensional saja. Namun
kali ini Bu Sarmi memberikan pelajaran baru yang ekstrim.
Ekstrim enak… Terbukti ketika
Bu Sarmi dengan lembut
memasukkan ujung penisku ke
mulut mungilnya, langsung saja
berjuta kenikmatan menghampiriku. “Ooougghh…yeah…enak, Bu!”
nafasku semakin memburu. aku
merintih-rintih nikmat, namun Bu
Sarmi masih asyik
mempermainkan tongkolku di
dalam rongga mulutnya. Aku juga semakin berani. Kutarik
roknya sampai terlepas. Bahkan
Bu Sarmi juga turut melepaskan
kaosnya sendiri. Gila! Di usianya
yang sudah tidak muda lagi,
ternya bu Sarmi masih memiliki tubuh yang bagus. Kulitnya
putih mulus, payudaranya yang
kencang dan montok, serta
pantatnya yang bulat
menggemaskan membuatku
seolah ingin mengunyahnya. Oh, sungguh seksi sekali dukun ini. “Aahhh…. tongkol Mas Anang
memang luar biasa besarnya.
Hhhmmmm…. saya memang sudah
lama mendambakan tongkol
sebesar ini.Hhhmmm…!” dengan
rakus Bu Sarmi kembali melumat kejantananku. Kali ini beliau
mengangkangi tubuhku dan
menyodorkan vaginanya tepat
ke wajahku. Dengan naluriku,
aku mendekatkan mulutku ke
vagina Bu Sarmi yang merekah merah. Bau harum yang keluar
sangat merangsang syaraf
otakku untuk menjilatnya. Perlahan-lahan kujulurkan
lidahku, dan kusapu permukaan
vaginanya dengan lembut. “Aaaaghhh…! Yaahhh… begitu
Mas! Jilat terus punya saya….!
Oooghhh…!” Bu Sarmi bertambah semangat
mempermainkan tongkolku di
dalam mulutnya. Sementara
tangannya mengocok batang
tongkolku, kepalanya juga
bergerak naik turun. Sesekali beliau menyedot-nyedot ujung
tongkolku kuat-kuat. Cukup
lama kami dalam posisi ini, saling
menjilat, mengulum dan
mengocok kemaluan masing-
masing. Berapa saat kemudian Bu Sarmi
melepaskan kulumannya. “Gimana, Mas Anang Suka
kan?” tanya Bu Sarmi sambil
tersenyum padaku. Aku hanya mengangguk pelan
sambil menikmati jemari Bu Sarmi
yang masih memijit-mijit batang
tongkolku. “Berdasarkan pengamatan
saya, kebanyakan orang yang
mempunyai penis besar
mempunyai keinginan yang besar
pula. Saya yakin, kali ini Mas
Anang pasti akan bisa jadi Pegawai Negeri.” kata Bu Sarmi
menjelaskan. “Tapi sekarang,
biarkan saya bersenang-senang
dulu dengan tongkol Mas Anang
yang besar ini!” Bu Sarmi mengambil posisi duduk
di atas pahaku. Perlahan-lahan
beliau meraih kejantananku dan
membimbingnya menuju ke liang
sugawinya yang sudah basah.
Dia terlihat meringis saat ujung penisku mulai memasuki
memiawnya yang hangat. Entah karena memiaw Bu Sarmi
yang sempit, ataukah karena
tongkolku yang besar, proses
penetrasi itu berjalan dengan
lambat namun nikmat. Bu Sarmi
tampak susah payah berusaha agar batang tongkolku bisa
masuk utuh ke dalam
memiawnya. Sampai akhirnya… “Aaougghh…. aduh Mas Anang!
Gede banget tongkolmu!” tubuh
Bu Sarmi yang mulus tampak
berkilat-kilat oleh cucuran
keringatnya. Beberapa kali ia
menghirup nafas dalam-dalam sambil membiarkan batang
tongkolku terbenam dalam
rongga vaginanya yang sempit.
Beberapa saat kemudian Bu
Sarmi mulai beraksi. Dengan
kedua tangannya bertumpu pada dada bidangku, beliau mulai
mengayunkan pantatnya naik-
turun. “Aaaahhh… aahhhh…
ooougghh…!” Aku mendesah-
desah keenakan. Kedua
tanganku memegang pinggul Bu
Sarmi untuk mengatur gerakan
naik-turunnya. Sesekali tanganku juga merayap naik,
menggapai dua buah benda
kenyal yang melambai-lambai
indah seiring dengan gerakan
naik turun tubuhnya. Dengan
liar Bu Sarmi menghentak- hentakkan pantatnya, meliuk-
liuk di atas tubuhku, seperti
seekor ular betina yang tengah
membelit mangsanya. Terkadang
beliau juga membuat goyangan
memutar-mutar pantatnya sehingga jepitan vaginanya
terasa mantap. Batang
tongkolku terasa seperti di
pelintir dan dipijit-pijit di dalam
lubang kenikmatan itu. Terasa
sangat hangat dan nikmat. Ooouuuhhh… Semakin lama gerakan Bu Sarmi
semakin liar tak terkendali.
Menghujam-hujam kejantananku
semakin dalam dan mentok
sampai dinding terdalam rongga
vaginanya. Nafas kami juga semakin memburu, seperti bunyi
lokomotif tua yang berjalan
dengan sisa-sisa tenaganya. “Oh, Mas Anang…, saya…sudah…
nggak kuat…lagi…!
Arrrgghhh….!” Bu Sarmi menjerit nikmat
berbarengan dengan
muncratnya magma panas dari
dalam rahimnya. Beliau
mencengkeram kuat-kuat
dadaku. Seolah ingin menancapkan kuku-kukunya ke
dalam bukit dadaku.
“Ooohhh… sebentar lagi Bu!
Saya juga sudah mau keluar…
ooohhh… yeaahhh….!” Aku juga mempercepat
gerakanku. Meskipun Bu Sarmi
terlihat lelah, namun aku masih
bisa menopang tubuhnya dan
menggerakkan pinggulnya ke
atas dan ke bawah. Beberapa menit kemudian, aku merasakan
batang tongkolku semakin
mengencang dan mulai
berdenyut-denyut. Aku segera
mempercepat gerakanku.
Kuhentak-hentakkan tubuh Bu Sarmi. Bunyi berkecipak semakin
terdengar nyaring. Sampai
akhirnya….. “Saya… keluar Bu! Oogghhh…!”
aku meregang nikmat
bersamaan dengan
menyemburnya spermaku di
dalam rongga kenikmatan Bu
Sarmi. Seketika tubuhku lemas. Aku sudah tak mampu lagi
menopang beban Bu Sarmi yang
berada di atas tubuhku. Beliau
ambruk menindih tubuhku
sementara batang kejantananku
masih tetap menancap di vaginanya yang hangat. Dalam
hati aku kagum dengan wanita
ini. Beliau telah memberikan
pengalaman baru dalam bercinta.
Belum pernah aku merasakan
pengalaman senikmat ini dalam berhubungan sex. “Mas Anang memang benar-
benar hebat!” kata Bu Sarmi
sambil membelai dan sesekali
menciumi bulu-bulu halus di
dadaku. “Ibu juga hebat! Belum pernah
saya sepuas ini, Bu!” Aku
mengecup kening beliau dan
membelai-belai rambut dan
payudaranya yang terurai
panjang. Tak berapa lama kemudian kami pun terlelap
saling berpelukan. Entah sudah berapa lama aku
terpejam, ketika aku merasakan
sesuatu yang merayap di atas
perutku. Sesuatu yang hangat
dan lembut. Perlahan aku
membuka mataku, ternyata Bu Sarmi tengah asyik menciumi,
menjilati dan melumat
permukaan kulit perut
sixpackku. “Aahhh…, Bu Sarmi masih
pengen nambah lagi?” desahku
pelan. Bu Sarmi tersenyum manja,
“Habis…, tongkol Mas Anang
guede sih! Siapa sih yang gak
ketagihan ama tongkol segede
ini!” “Ah, Bu Sarmi ini bisa aja!” aku
hanya merem melek, menikmati
tangan beliau yang bermain
main nakal di selangkanganku.
Dengan lembut Beliau membelai
kejantananku dan mengurut- urutnya dengan jempol dan
telunjuknya. Terasa nikmat
memang. Bu Sarmi bertambah
antusias ketika batang
tongkolku mulai membesar dan
mengeras. Dan dengan rakus, Bu Sarmi mulai menjilatinya,
melumat dan mengocok
kejantananku dengan mulut
mungilnya. “Aaahhh…, aaahhh…, enak Bu!
Oohhh…!” aku hanya bisa
mengerang keenakan. “Hhhhmmm…., Mas Anang mau
yang lebih enak lagi?” tanya Bu
Sarmi menggoda. “Emang ada yang lebih nikmat,
Bu?” “Coba Mas Anang berdiri!” aku
menuruti perintah Bu Sarmi.
Dengan kondisi tubuhku masih
telanjang bulat, aku berdiri di
atas ranjang. Sementara itu, Bu
Sarmi yang berlutut di hadapanku tampak memandangi
batang kejantananku yang
sudah berdiri mengangguk-
angguk. Perlahan-lahan Bu Sarmi
meraihnya dan mengocoknya
dengan lembut. Kukira beliau akan memasukkan batang
tongkolku ke dalam mulutnya,
tapi ternyata tidak. Beliau
ternyata malah menggosok-
gosokkan batang tongkolku di
permukaan buah dadanya yang lembut. “Oohhh…. yaaahhh! Enak banget
Bu!” “Ini masih belum seberapa, Mas!
Coba Mas Anang rasakan yang
ini…” Bu Sarmi menggeser
batang tongkolku dan
menyelipkannya di antara
belahan buah dadanya. “Sekarang, coba ayunkan
pantat Mas Anang!” Aku menurut saja. Perlahan-
lahan aku mengayunkan
pantatku maju dan mundur,
sementara Bu Sarmi menekan-
nekan buah dadanya kencang
sehingga batang tongkolku terasa terjepit-jepit diantara
susunya yang kenyal. “Oouuhhh…! Bu Sarmi memang
benar-benar pandai memanjakan
pria! Ini benar-benar luar biasa,
Bu!” aku mendesah-desah
nikmat. Susu Bu Sarmi yang
menekan-nekan tongkolku membuat diriku serasa
melayang. Lama juga kami
melakukan foreplay ini. Sampai
akhirnya Bu Sarmi memintaku
untuk segera menuntaskan
permainan itu. “Aahhh…, Mas Anang! Ibu sudah
kepengen banget nih!” rengek
bu Sarmi. Beliau melepaskan
jepitan susunya dan kemudian
mengambil posisi seperti orang
sedang menungging. Meskipun aku masih belum begitu
pengalaman, namun aku sudah
pernah melihat posisi seperti itu
dalam film porno. Perlahan-lahan
aku membimbing kejantananku
yang sudah berdiri keras ke arah lubang kewanitaan Bu
Sarmi yang menganga dari
belakan. Bu Sarmi tampak
menggigit bibir sendiri ketika
aku mulai menggesek-gesekkan
ujung penisku di bibir vaginanya. “Ooouhhh…, ooohhh…! Cepetan
masukin dong Mas!” rengek Bu
Sarmi. Pelan-pelan kutusukkan ujung
kejantananku ke arah vagina bu
Sarmi yang memerah. “Aahhhh…!” aku melenguh
nikmat. Di usianya yang sudah
tidak muda lagi, tapi Bu Sarmi
masih memiliki memiaw yang
seret lagi keset. Jepitannya
masih terasa kuat, seolah-olah ingin meremukkan batang
tongkolku. Terlebih ketika
seluruh batang tongkolku
tertanam dan terhisap di dalam
rongga memiawnya. Sesaat aku
membiarkan tongkolku tertancap. Kemudian, pelan tapi
pasti aku mulai mengayunkan
pantatku maju-mundur. “Aaaahhhh…, yeaahhh….!
Sodokanmu mantep banget Mas
Anang, Ooohhh…!” Bu Sarmi
mengoceh tak karuan. Ah-uh-
ah-uh, oh-yeh-oh-yeh! Beliau
juga hanya bisa meremas-remas seprei kusut itu saat gerakanku
mulai cepat. Lama juga kami
bermain dalam posisi doggy itu,
sampai akhirnya Bu Sarmi
terlihat sangat lelah. “Aduh…, Oouhhh… kita istirahat
dulu ya sayang! Ooohhh…!” Aku mencabut penisku,
sedangkan Bu Sarmi terguling
ke samping dan terkapar
dengan tubuh bersimbah
keringat. Buah dadanya yang
montok tampak naik turun seiring dengan deru nafasnya
yang terengah-engah. Setelah
mengatur nafas beberapa saat,
akupun mulai melanjutkan
aksiku. Kubentangkan kaki Bu
Sarmi ke samping lebar-lebar, kuangkat kaki kanannya dan
kuletakkan di atas bahuku.
Perlahan-lahan kutarik pinggang
Bu Sarmi dan kuarahkan batang
tongkolku menuju liang
surgawinya yang menganga, dan sleeeep…! Kembali kejantananku tertanam
dalam lobang hangat itu. “Aduuhh…, pelan-pelan dong
sayang!” rintih Bu Sarmi. Kembali aku ayunkan pantatku
perlahan-lahan namun pasti. Bu
Sarmi yang berada di bawahku
tampak kelojotan menikmati
aksiku ini. Terlebih ketika aku
membercepat ayunanku dan menekan kuat-kuat batang
tongkolku ke dalam rahimnya.
Beliau hanya bisa mengerang
nikmat sambil mencengkeram
kuat-kuat otot-otot lengan dan
dadaku. Sambil terus bergerak maju mundur, seskali aku
meremas-remas, menjilat, dan
menciumi buah dadanya. “Iyaah…aaghhh! Terus sayang…
yahhh…yaahh…oouugghhh….!” Bu
Sarmi mengoceh tak karuan.
Namun aku tidak
menghiraukannya. Aku terus
memompa tubuh seksinya dengan gerakan mengorek-
ngorek lubang nikmat itu.
Semakin lama gerakanku
semakin liar. “Ooohh…, Mas! Saya sudah
nggak sanggup lagi…., Ooohhh….,
saya mau keluarrr….!” Aku merasakan dinding-dinding
vagina Bu Sarmi mengerut dan
berdenyut-denyut,
mencengkeram dan meremas-
remas batang tongkolku dari
dalam. Semakin lama kedutan vagina Bu Sarmi semain cepat,
hal yang sama juga terjadi
padaku. Batang tongkolku sudah
terasa ngilu dan berdenyut-
denyut. Sampai akhirnya….. “Aaarrggghhh….! Aku keluar lagi
Mas!” Bu Sarmi menjerit puas.
Aku semakin mempercepat
gerakanku, mengoyak-ngoyak isi
vagina Bu Sarmi. Namun sebelum
spermaku keluar, aku segera mencabut penisku. Sambil
mengocoknya dengan tanganku,
aku menyodorkan batang
tongkolku ke bibir Bu Sarmi
yang terbuka. Aku semakin
mempercepat kocokan tanganku sampai akhirnya…. “Aaaaggghh….aaaghh….aaaghhh
…!” Crot…crot…croottt! Cairan putih
kental muncrat beberapa kali ke
mulut Bu Sarmi. Tanpa rasa jijik
beliau menelan habis spermaku,
kemudian menjilati sisanya yang
masih menempel di batang tongkolku. Seketika tubuhku lemas, tulang-
tulangku seolah rontok. Dan aku
pun terkapar di sisi Bu Sarmi. “Oh, Mas Anang benar-benar
perkasa! Terima kasih ya Mas!”
aku memeluk tubuh Bu Sarmi
dan mencium keningnya. Beliau
tampak tersenyum puas sambil
meletakkan kepalanya di atas dadaku dan mengusap-usap
bulu-bulu halus di atasnya. “Kalau saya berhasil jadi
Pegawai Negeri, Bu Sarmi mau
minta apa?” tanyaku kemudian. Bu Sarmi bangkit dan duduk
bersimpuh di sampingku. “Saya
tidak minta apa-apa kok, Mas!”
beliau tersenyum, “Mas Anang
tidak perlu membelikan saya
apapun! Saya cuma minta ini…..” Bu Sarmi meraih penisku yang
terkulai tak berdaya. Kemudian
mengurut-urutnya dengan
jemarinya yang lentik. “Maksud Bu Sarmi?” tanyaku
tidak mengerti. “Kalau Mas Anang berhasil jadi
PNS, saya cuma ingin Mas Anang
mengunjungi saya setiap
seminggu dua sampai tiga kali,
memberi saya jatah untuk
dient*t pakai punya Mas Anang yang besar dan panjang ini…..”
lanjut beliau sambil menjilati
sisa-sisa sperma yang masih
lengket di batang tongkolku.
“Ah, kalau itu sih gampang!
Dengan senang hati saya akan selalu siap melayani Ibu!” Mendengar jawabanku Bu Sarmi
kegirangan. Dan beliau kembali
menggugah birahiku dengan
memberikan kuluman dan
kocokan di batang tongkolku. Beberapa minggu kemudian
akhirnya aku benar-benar lolos
menjadi PNS. Dan setelah
dilaksanakan pelantikan, aku
memenuhi janjiku kepada Bu
Sarmi. Setiap kali ada kesempatan, aku selalu
berkunjung ke tempat Bu Sarmi.
Tentu saja untuk memberinya
kepuasan. Dan selama
berhubungan dengannya, beliau
masih saja mengakui kejantananku dalam bermain
cinta.


Tamat

[ back ][ home ]


Share Link In Facebook

Web Site Hit Counter