"Sabar Neng.. Nanti juga Mbah
kasih obatnya.." jawaban Mbah
yang terasa teduh di telinga
Ayu. Selaku dewa penolong Mbah
Blabar melepaskan lipatan
kakinya dan menggeser
duduknya lebih mepet ke
tubuh Ayu. Burhan kaget
menyaksikan sepintas celana kolor hitam Mbah Blabar
nampak menggunung. Dia
pastikan itu kemaluan Mbah
Dukun yang sudah ngaceng.
Aacchh.. "Sabar ya Neng.. Mbah lagi
siap-siapkan obat untuk Neng,"
dengan tangannya yang terus
meremasi buah dada Ayu
dengan bibirnya yang tak lagi
lepas dari pagutan di kuduk dan bahu istri Burhan itu kini
juga nampak pantatnya maju
mundur. Mbah Blabar
mendorong-dorongkan
selangkangannya lebih lengket
ke bokong Ayu. Ayu memang telah mulai
terseret dalam ayunan
birahinya. Dia telah sepenuhnya
untuk menjalani syarat apapun
yang diminta Mbah Blabar. Dia
juga ingin menunjukkan pada Burhan bahwa dia berani
menerima apa yang diminta
Mbah Dukun. "Ammpuunn.. Mbahh.. Saya
nggak tahan lagi nihh.." sangat
iba suara Ayu.
"Yaa.. Yaa.. Neng sabarr.." kini
Mbah Blabar bangkit dari
tikarnya. Dia pindah ke depan Ayu. Tidak
duduk namun ngangkang tepat
di muka wajah Ayu. Sambil dia
mencari posisi tangannya
nampak membetulkan letak
celana kolornya yang gombrang atau longgar bagian
bawahnya Mbah Blabar
merogoh dan mengeluarkan
kontolnya. "Neng.. Sekarang saatnya Neng
mengambil obatnya. Lihat nih
Neng.." dia sodorkan
kemaluannya yang tegak kaku
dan hitam berkilatan ke wajah
Ayu. Ayu yang semula setengah menutup mata kini
terbelalak. Dia tidak menduga
bahwa Mbah Blabar akan
berbuat ini padanya. Namun
kekagetannya itu langsung
berubah menjadi terpesona. Ayu menyaksikan kemaluan
lelaki yang sangat
menggetarkan sanubarinya.
Kemaluan macam itu belum
pernah terbayangkan. Mencuat
ngaceng dan gede, kepalanya mengkilat dengan lubang
kencingnya yang berupa
sobekkan menganga yang
sangat menantang. Dan karena
begitu dekat dengan wajahnya
aroma kemaluan Mbah Blabar juga langsung menerpa
hidungnya. "Disini Neng.. Neng Neng ambil
sendiri.. Pakai mulut Neng yaa..
Nanti juga obatnya muncrat
keluaarr.." jawab Mbah Dukun
dengan suaranya yang
bergetar. Disodorkannya kontolnya ke
bibir mungil si Ayu. "Ayoo.. Isep-isep.. Biar cepat
muncrat.. Biar cepat selesai
obatnyaa.." bujuk Mbah Blabar
yang tersendat-sendat karena
menahan gejolak syahwatnya. Terus terang Burhan seakan
disambar petir. Melihat apa
yang dilakukan Mbah Blabar
dan apa yang harus dilakukan
istrinya sungguh diluar pikiran
dia. Dia baru paham ucapan dukun ini. Bahwa obatnya ada
dalam diri Mbah Dukun dan
istrinya mesti mengambil
obatnya sendiri dengan mulut
atas dan mulut bawahnya. Jadi
macam inilah yang disyaratkan Mbah Blabar serta yang
sekarang mesti dilakukan oleh
Ayu dengan cara mengisep
kontolnya Mbah Dukun. Namun yang memukul Burhan
lebih dahsyat lagi adalah
menyaksikan istrinya Ayu yang
tanpa ragu meraih kemaluan
Mbah Blabar yang ukurannya
sangat gede dan panjang itu. Kenapa dia berlaku seperti itu
di depan matanya. Adakah dia
telah diguna-guna dukun ini?
Dia sama sekali nggak tahu
mesti berbuat apa. Dia nggak
berani bereaksi khawatir dan takut akan kemarahan jin Soni. Memang semula Ayu terkaget
saat dihadapkan pada apa
yang dimaksud Mbah Dukun,
mesti mengisep-isep kontol
Mbah Blabar untuk mengambil
obat itu dengan mulutnya. Namun setelah menyaksikan,
seakan dia tersihir, kontol
Mbah Blabar ini sangat
mempesona. Jantungnya jadi
tergetar. Matanya terpaku
tak mampu melepaskan pandangannya dari kemaluan
yang gede dan indah itu. Selama usia perkawinannya
yang lebih 5 tahun Ayu tak
pernah turun dan menciumi
apalagi mengisep-isep kemaluan
Burhan suaminya. Alasan
utamanya adalah perasaan jijik. Namun sekarang tiba-tiba dia
dihadapkan keharusan untuk
mengisep kontol lelaki lain.
Namun aroma kemaluan itu
ternyata telah mengusik
nurani Ayu. Kini dia begitu berhasrat untuk mencium atau
menjilat-jilat kemaluan yang
mempesona itu. Tetapi dia merasa berada
dipersimpangan. Adakah hal ini
bisa dianggap pengkhianatan
tanpa ampun di mata
suaminya. Dia ingin pastikan hal
itu dari Burhan suaminya yang kini terseok di pojok dinding
kamar sempit ini. Dia menoleh
ke arahnya. Matanya
bertanya. Akhirnya pikiran dan hati
Burhan pasrah. Apa yang
sedang terjadi tak bisa
terhindarkan lagi. Dan apa
yang tengah berlangsung akan
terus berlangsung. Hal ini membuat keadaan Burhan kini
jadi ikut terhanyut. Malahan
dia kini ingin selekasnya
menyaksikan bagaimana
istrinya menerima nikmat
syahwat dari Mbah Blabar. Dia ingin menyaksikan bagaimana
kontol Mbah Blabar dalam
kuluman istrinya. Ingin
menyaksikan memek Ayu
istrinya itu dia aduk-aduk dan
ditembusi kontol Mbah Dukun ini. Saat Ayu menengok ke
arahnya, dia tak berani
menatapnya. Namun dia
berusaha untuk tidak
menunjukkan sikap marah atau
cemburu. Burhan berharap Ayu tahu dengan sendirinya untuk
meneruskan apa yang memang
dia harus teruskan. Beberapa
detik berikutnya mata Burhan
menyaksikan tangan Ayu
menjamah kemudian menggengam batangan besar
dan panjang milik Mbah Blabar.
Kontol itu diarahkan ke
bibirnya. Ayu membuka
mulutnya. Dia mulai menjilat. "Add.. Duuhh.. Neng.. Add..
Dduuhh.. Nengg.. Jangan kaget
ya Neng.. Mungkin Mbah nanti
akan berteriak atau merintihh..
Karena Mbah akan kesakitan
saat obat-obat Neng keluar dari tubuh Mbahh.." Edan. Mbah Blabar ini benar-
benar edan. Tipuan-tipuannya
begitu saja bisa masuk akal
bagi para korbannya. Dengan
lidah dan mulutnya yang sibuk
menjilati dan menciumi batang kontol gede itu, Ayu
mengangguk-angguk
mendengar desah dan racau
Mbah Blabar. Tangan Mbah Dukun mulai
meraih kepala dan rambut Ayu.
Dia seakan membantu dengan
cara menekan-nekan kepala
Ayu untuk keluar masuk
memompa kontolnya ke mulutnya. Mbah Dukun juga
memaju mundurkan pantatnya.
Nampak celana kolor
gombrangnya melambai-lambai
oleh gerakan Mbah Dukun. Tak terlampau lama. Sekitar 5
menit Ayu mengulum, kontol
Mbah Blabar semakin
membesar dan mengeras.
Kocokkan maju mundur bokong
Mbah Blabar makin cepat. Remasan rambut kepala Ayu
semakin pedih terasakan. Mbah
Blabar menengadah ke langit-
langit sambil matanya setengah
tertutup. Saraf-sarafnya
seakan dijalari sejuta semut merah. Kegatalan merambati
saraf-saraf pekanya. Sperma
Mbah Dukun melaju menuju
puncak syahwat. Ayu
merasakan apa yang sedang
dan akan terjadi. Dia mempercepat pompaan
mulutnya. Dan akhirnya.. "Telaann.. Nnee.. Neng.. Telann..
Telan.. Minum semuanya.. Itu
obatnya nengg.." Ayu gelagapan saat pejuh
hangat dan kental muncrat dai
kontol Mbah Blabar. Tanpa
ragu dia telan seluruh cairan
yang menumpahi rongga
mulutnya itu. Ayu juga melenguh.. Gelagap dan
meracau. Ayu merasakan
kenikmatan tak terhingga saat
sperma Mbah Blabar tumpah
disertai jambakkan tangan
yang pedih oleh Mbah Dukun pada kulit kepalanya. Sementara di sudut dinding
sana ternyata Burhan juga
nampak langsung rubuh ke
lantai. Dia melototi saat
menyaksikan mulut istrinya
yang penuh terjejali kontol Mbah Dukun. Hasrat seksualnya
langsung menggelegak tanpa
mampu menahannya. Dia cepat
keluarkan kemaluannya dan
melkuakn masturbasi.
Bersamaan dengan muncratnya sperma Mbah Blabar di mulut
Ayu, muncrat pula sperma
Burhan mengotori lantai Bale
Semadi. Dalam tergolek di
lanati Burhan mengerang
nikmat.. Keadaan ruang sempit itu
sesaat hening. Yang masih
bergerak hanyalah kepulan
asap dupa. Yang kemudian
terasa masuk ke pendengaran
berikutnya adalah suara-suara kodok atau jengkerik di kebon
yang berbatas dinding bambu
Bale Semadi itu. Juga
terdengar sekali dua geremang
dan geseran kursi atau
beradunya cangkir kopi di ruang tamu dimana pasien
Mbah Blabar masih banyak
yang menunggu. Beberapa menit berlalu, Mbah
Dukun nampak menggeliat
bangkit dari tikar diikuti Ayu.
Jelas keduanya masih dikuasai
nafsu penasaran. Kenikmatan
yang diteguknya beberapa menit yang lalu merupakan
sarana perdana untuk
kenikmatan pada menit-menit
berikutnya. Kini Mbah Dukun
memandang tajam ke Ayu, "Sarat-sarat pengobatan Neng
belum seluruhnya dipenuhi.
Coba Neng rebahan telentang
di tikar pandan ini.. Mbah
harus membersihkan kotoran
yang tertinggal di tubuh Neng" Sesudah mengelap ceceran
sperma lengket dari Mbah
Dukun yang tertinggal di pipi,
dagu dan sebagian lain
tercecer di dadanya Ayu
kembali mengikuti bimbingan Mbah Blabar. Situasi diri Ayu
masih dalam keadaan hasrat
syahwat tinggi yang
menggelegak. Dia masih
menanggung gejolak birahi
yang harus dituntaskan. Dan kini dia telah telentang
berbaring di tikar pandan itu.
Nampak buah dadanya yang
membusung nampak ranum dan
getas. Puting susunya yang
sebesar pucuk jari kelingking kemerahan menantang ke
langit-langit Bale Semadi itu.
Mbah Dukun tahu persis, ini
adalah puting susu perempuan
yang belum pernah menyusui. Dengan tenaga dan staminanya
yang seakan tak pernah
kendor mata Mbah Dukun
nampak meliar. Jakunnya naik
turun. Dia siap mengenyoti
payudara itu. Rasanya puting kemerahan itu akan membuat
Ayu bergelinjangan saat kena
kenyotan bibirnya nanti.
Wajahnya merunduk mendekat
ke dada Ayu. "Sabar ya Neng.. Mbah biar
bikin bersih dulu sebelum nanti
Neng mendapatkan obat dari
Mbah. Mbah akan sedot
kotorannya"