watch sexy videos at nza-vids!
PPC : Get Paid $2.000

Sebuah Majalah

Pada salah edisi majalah GN
yang kubeli kulihat dikolom
perkawanan kutemukan sebuah
nama dengan identitas alamat
rumah, nomor telepon dan juga
nomor handphone sekalian. Maka timbul niatku yang memang suka
iseng itu untuk menghubunginya,
itung-itung juga nambah teman
karena saat ini aku memang
tinggal ditempat kost dan masih
belum memiliki banyak teman yang mengerti akan isi hatiku
ini, sehingga sore itu juga
kucoba untuk menghubunginya
lewat telepon umum yang ada
didekat tempat kostku pada
suatu sore dengan hujan rintik- rintik dan udara terasa dingin. “Hallo,” aku memulai
pembicaraan setelah beberapa
kali nada panggil.
“Hallo juga,” jawabnya.
“Bisa saya bicara dengan Mas
Widya,” lanjutku. “Ya, saya sendiri, sapa nih?”
“Oh saya Surya,” lanjutku. Dan pembicaraan kami berlanjut
kehal-hal yang umum berkisar
darimana aku mendapatkan
data dirinya dan sebagainya,
dan kelihatan dia sangat
antusias sekali dalam menerima telponku. Hingga kuberanikan
diri aku menawarkan diri untuk
bermain ke rumahnya yang
katanya dalam keadaan sepi
karena dia memang tinggal
sendirian dirumah itu. “Boleh aku kesana”
“Boleh aja, kapan?” terusnya,
“Sekarang yaa, aku tunggu”
“Sekarang mau hujan nih,”
protesku.
“Enggak apa-apa nanti kita ketemu didekat terminal aja,
ntar aku jemput pake motor”
“Ok deh, tunggu yaa, ntar
kalau sudah nyampe terminal
aku telpon kamu lagi, yaa”
“Oke, jangan lama-lama yaa” Dan kuahiri pembicaraanku
dengan Mas Widya sore itu, dan
aku segera bergegas ganti
pakaian dan segera menuju
jalan raya untuk naik angkutan
kota dengan jurusan yang telah disepakati bersama. Setelah
kurang lebih dua puluh menit
sampailah aku diterminal yang
kutuju dan segera kucari
telepon umum untuk
menghubunginya kembali. Selesai aku telepon kutunggu dia dipos
penjagaan terminal seperti yang
kuutarakan sebelumnya dan
dalam hati aku jadi salah
tingkah sendiri menjelang
bertemu dengannya, aku belum pernah tahu wajahnya, postur
tubuhnya dan semuanya
walaupun dia sudah memberikan
ciri-cirinya secara sekilas
kepadaku lewat telepon. Kurang lebih lima menit aku
menunggunya sampai akhirnya
muncul seseorang mengendarai
motor dengan ciri-ciri yang
telah disebutkan tadi dan tanpa
ragu-ragu lagi aku segera nongkrong diboncengan
belakangnya. Didalam perjalanan
menuju rumahnya tidak banyak
pembicaraan yang kami lakukan,
hanya sekedar basa-basi saja
sambil pikiran ini menerawang jauh akankah semua yang jadi
angan-anganku menjadi
kenyataan hari ini juga ataukah
masih tertunda beberapa waktu
lagi. Karena terus terang aku
hari itu lagi suntuk pengin rasanya mencari sesorang yang
bisa kuajak bercumbu dan itu
nggak peduli siapa orangnya
asal mau sama mau yang
udahlah. Tidak berapa lama sampailah
aku ke rumahnya yang lumayan
juga, karena memang rumahnya
didaerah perumahan yang pada
umumnya bentuk dan ukurannya
hampir sama. Karena diruang tamunya nggak ada meja
kursinya maka aku dipersilahkan
untuk masuk saja kekamarnya
yang tertata cukup rapi dan
bersih dengan segala peralatan
elektronik yang yang cukup lumayan dari mulai TV, CD player
dan juga pengeras suara yang
berjejer dengan rapinya diatas
sebuah bufet. Dia segera meraih
remote dari TVnya dan sekaligus
remote CD playernya yang ternyata sudah diisi dengan CD
karaoke lagu-lagunya Ebiet G.
Ade yang memang menjadi
kesukaanku. Sambil ngobrol sana sini tentang
bagaimana awalnya dia bisa
masuk GN dan hal-hal lain
mengenai pekerjaannya,
hobbinya dan siapa saja yang
sudah menghubunginya, karena aku merasa pasti banyak yang
sudah menghubunginya. Ketika
aku disana beberapa saat saja
sudah ada dua orang yang
menghubunginya sehubungan
dengan iklan perkawanan yang dimuatnya di GN itu. Sampai sekitar jam 20.00
setelah bertemu dan ngobrol
kurang lebih selama satu
setengah jam, dia bertanya. “Mau pulang apa nggak?
“Lho koq?” aku terheran-
heran
“Bukannya aku ngusir yaa,
kalau mau pulang sekarang aku
antar sampai diterminal kalau mau nginap juga boleh. Terus
terang aja kalau sudah diatas
jam 21.00 aku males keluar
rumah” Kulihat kesungguhan dimatanya,
apa dia benar-benar
mengijinkan aku tinggal
dirumahnya malam itu. “Kalau aku nginap nggak
keberatan yaa,” godaku
“Nggak takut sama aku, nggak
takut diperkosa yaa,” lanjutku.
“Gombal,” jawabnya sambil
tertawa dan memukul bahuku yang duduk disebelahnya. Setelah obrolan kami cukup lama
dan terasa makin akrab saja
setelah dia mau menerimaku
malam itu akhirnya tanganku
yang nakal mulai beraksi dengan
menyentuh pahanya yang kebetulan sedang memakai
celana pendek dan ditumbuhi
bulu-bulu yang tidak terlalu
lebat. Sampai.. Tanganku
akhirnya ditepiskan dari
pahanya “Ojo merangsang opoo,”
katanya. “Penisku ini cepet ngaceng,
engko bengi wae nek arep
main,” lanjutnya. Tapi dasar aku yang bandel,
dengan adanya penolakan itu
semakin gencar tanganku dalam
bergerilya kedaerah-daerah
yang aku rasa paling sensitif
untuk meningkatkan rangsanganku padanya sehingga
dia akhirnya mulai tak tahan
dan dengan serta merta dia
bangkit berdiri menuju pintu
depan dan segera menarik
gordennya dan menutup pintunya dan menguncinya serta
mematikan lampu yang ada
diruang tamunya walaupun saat
itu masih belum jam 21.00 Aku yang tetap diam di
kamarnya jadi mengerti akan
isyarat ini, ketika dia kembali
kekamarnya dan langsung
terkapar ditempat tidurnya
dengan terlentang dan mata sedikit terpejam, aku jadi
mengerti jika tugasku untuk
memulai yang dia inginkan
segera sudah tiba saatnya.
Kuraba kakinya dengan pijitan
lembut mulai dari ujung jarinya dengan kedua belah tanganku
dan kudengar rintihnya “Aduh enake ono sing mijeti” Dan tanganku terus merayap
sampai betisnya, kelututnya dan
pahanya yang sedari tadi
kuelus-elus terus sampai
akhirnya kumasukan tanganku
dilubang celana pendeknya untuk mengapai barangya yang
sudah mulai ngaceng itu tapi
sengaja kuelus dan kupijat-pijat
agar dia bisa merasakan
kenikmatan yang katanya belum
pernah dia rasakan walaupun dia juga mempunyai pasangan
yang sudah berjalan tiga tahun.
Kemudian kubuka kaos yang
dikenakannya dan kucumbui
putingnya menuju ke arah
perutnya, kepusarnya dan terus kebawah lagi sambil kutarik
celana kolor yang dipakainya itu
dan menyembulkan suatu
bentuk bulat panjang dengan
denyut-denyutannya dan
segera kulepaskan celana pendeknya dan sekaligus celana
dalamnya itu dan kulemparkan
kelantai. Kemudian aku segera
nyungsep diantara kedua
pahanya dan mulai menjilati
kantong buah pelirnya, kuhisap satu persatu dan terus ke atas
dengan lidahku yang terjulur
untuk mengesek batangnya
yang melengkung itu. “Aaahh aduh Mas, enak Mas”
“Pengalamanmu luwih akeh
dibandingno ambek aku, Mas,”
lanjutnya. Aku tetap diam saja sambil
terus kukulum penisnya dan
segera kumasuk keluarkan
dengan bibirku. Dia tambah
menggelinjang sambil
mengangkat pinggulnya karena kenikmatan yang kuberikan itu. “Aauucchh, aku nggak kuat
Mas”
“Aku wis enggak kuat Mas,”
lanjutnya lagi.
“Terus kamu mau tak apakan,”
tanyaku. “Wis terserah karo sampeyan
ae, Mas,” jawabnya. Akhirnya segara kuraih lotion
yang ada disebelah tempat
tidurnya dan kuoleskan pada
penisnya yang ngaceng itu dan
juga kuambil sedikit lotion lagi
dan kuoleskan dan lubangku yang memang sedari tadi sudah
gatel didalamnya kepeingin ada
sesuatu yang bisa
menggaruknya. Kutelentangkan dia dan aku
segera ambil posisi duduk
diatasnya dan dengan perlahan-
lahan kumasukkan batangnya ke
lubangku dari senti demi senti
sehingga sampai pangkalnya dan setelah tidak kurasakan
sakitnya, aku segera aktif
dengan menaik-turunkan
pantatku yang otomatis makin
membuatnya makin keenakan
saja, dan tidak berapa lama kemudian. “Aduh.. Aduh Mas, aku arepe
metu”
“Auucchh aauuhh, sstt enake” Sambil tangannya mencengkeran
kedua lenganku yang sedang
duduk diatas penisnya sambil
terus kugoyangkan pantatku
naik turun walaupun aku tahu
dia sudah mengeluarkan pejuhnya, tapi aku pura-pura
cuek saja karena kurasakan
penisnya masih cukup tegang “Aduh.. Aduh wis Mas, wis Mas
aku wis metu, aku enggak kuat,
wis menengae ojo digoyang
maneh, aku kerih kabeh ini,”
kata-katanya terus nyerocos. Sampai akhirnya aku tetap
duduk diam diatas penisnya
yang sengaja belum kulepaskan
dan sekarang ganti tangannya
yang mengocok penisku, tapi
sampai beberapa lama aku tidak juga mencapai puncaknya,
akhirnya aku putuskan untuk
menyudahinya walaupun aku
masih belum terpuaskan karena
penisku terasa panas kena
gesekan dengan tangannya. Lalu dia berkata “Opoo, Mas? Sampeyan enggak
nafsu yoo main ambek aku?”
“Koq ora metu-metu sampek
aku kesel iki”
“Yoo, wis engko bengi ae
dilanjutno maneh,” sahutku Akhirnya kami berdua tidur
dengan saling berpelukan dan
dalam keadaan masih telanjang
bulat, sampai aku tidak tahu
jam berapa itu. Ketika aku
terbangun dan dia masih terlelap disebelah. Mulai lagi sifat
usilku, kuhisap lagi penisnya
yang masih terkulai tidur
seperti pemiliknya dan kumasuk
keluarkan dengan mulutku yang
akhirnya mulai mengeras kembali dan diapun terbangun
merasakan rangsanganku pada
penisnya. Kemudian dia meraih
lotion disampingnya dan
melumuri penisnya dengan lotion
itu dan menyuruhku untuk menungging dan dia mulai
memasukkan penisnya yang
sudah siap tempur itu ke
lubangku untuk yang kedua
kalinya. Kalau pada ronde
pertama tadi aku yang aktif naik turun, sekarang pada
ronde kedua ini ganti dia yang
aktif dengan memaju mundurkan
penisnya dari belakangku.
Sampai tak berapa lama
terdengar. “Aucch aku metu maneh Mas”
“Ssstt, aahh” Dan kurasakan denyut-denyut
didalam lobangku sampai
akhirnya dia terdiam dan segera
menggelosor disebelahku dan
tangannya mulai lagi mengerjai
punyaku. “Duwek sampeyan koq ora
metu-metu sih”
“Kesel kabeh aku, njaluk
diapakno yaa,” lanjutku.
“Njaluk ditembakno nang ngone
silitmu,” jawabku. “Ih, emoh aku, aku ora iso, aku
durung tahu ditembak, emoh,
emoh aku” Walaupun begitu aku tidak
memaksanya untuk melayaniku
sesuai dengan yang kuharapkan,
tapi aku cukup puas bisa
membuatnya ngecrot sebanyak
dua kali Kami kemudian tiduran kembali
dan mulailah dia mengutarakan
isi hatinya atau curhat
kepadaku mengenai
pasangannya yang sudah tidak
memperhatikan dia lagi karena ada kawannya yang
menginginkan dia untuk menjadi
pasangannya walaupun dia
sudah tiga tahun membinanya
hubungan dengan Widya.
Walaupun sudah lama menjadi pasangan, tapi kalau bermain,
bercumbu tidak banyak variasi
seperti yang telah kulakukan
terhadaphnya, sehingga Widya
merasakan mendapat sesuatu
yang baru dariku. Dan dalam nada bicaranya dia
mengharapkan aku untuk
menjadi pengganti pasangannya
yang sudah mulai jarang
bertemu dengannya. Tapi aku
menjawab bahwa itu tidak mungkin, karena aku adalah tipe
seperti kumbang yang hinggap
disini sejenak lalu hinggap disana
sejenak dan akhirnya terbang
lagi untuk hinggap ditempat lain.
Karena aku mengakui bahwa aku adalah orang yang sex
oriented saja, jadi mana
mungkin aku bisa setia dengan
pasanganku seandainya aku
mempunyai pasangan. Hal itu
kuutarakan kepadanya. “Kamu nggak mungkin
mengharapkan aku lebih dari
seorang kawan, apalagi
mengharapkan aku sebagai
pasanganmu,” kataku.
“Karena kalau kamu mengharapkan yang lebih, kamu
akan sakit hati, cemburu dan
lainnya melihat setiap tingkah
lakuku,” lanjutku.
“Aku bukannya tipe orang yang
bisa setia terhadap pasangannya”
“Dan aku juga adalah orang
yang bosanan, kita berkawan
saja, kalau kamu mau curhat ke
aku, boleh-boleh aja, aku nggak
keberatan” “Kalau kamu membutuhkan aku
untuk ML, aku ready koq setiap
saat, karena aku memang suka
itu dan nggak perlu bertele-
tele,” lanjutku.
“Tapi Mas.. ” Belum sempat dia meneruskan
kata-katanya, sudah kupotong
terlebih dulu “Udahlah nggak usah serius
banget, aku seneng yang begini
ini koq”
“Sudah ah kita tidur lagi yaa,
sayang” Walaupun aku mengucapkan
sayang padanya, tapi tidak ada
sebersitpun dalam hatiku untuk
menjadikan dia sebagai
pasanganku, karena aku takut
mengecewakan dan juga takut dikecewakan. Karena aku
memang pernah merasakan
begitu sakitnya hati ini ketika
pasanganku beralih kekawan
karibku sendiri sehingga aku
tidak bisa melupakan peristiwa itu dan akhirnya membentuknya
sebagai suatu trauma agar aku
tidak jatuh hati pada seseorang
dan mengharapkan cintanya
hanya untukku saja. Itulah yang
membuatku menjadi senang berpetualang dengan setiap
orang yang kuinginkan tanpa
mengharapkan hubungan yang
lebih jauh lagi dari hanya
sekedar ML saja yang
membuatku menjadi orang yang sex oriented saja, tidak lebih
dari itu. Aku terbangun dari tidurku
setelah kudengar adzan subuh,
dan aku membangunkan Widya
yang berjanji untuk
mengantarkan aku pagi itu
karena untuk keluar dari perumahan tempatnya tinggal
terlalu jauh bila harus jalan kaki
menuju ke terminal. Tapi dia
masih ogah-ogahan mungkin dia
begitu lelah habis bermain dua
ronde tadi malam, akhirnya kutelentangkan dia dan mulai
kukenyot lagi penisnya yang
mengkeret itu dan mulai nampak
reaksinya dengan makin
mengeras dan membesar. “Aduh Mas, aku kesel Mas”
“Wis koe menengwae, mlumahae
wis enggak usah obah”
“Aduh eesshh, enake Mas”
“Ayo terus Mas, aduh.. Aduh
enake Mas” Terus kukenyot penisnya yang
makin tegang itu dan dia juga
mulai mengangkat-angkat
pinggulnya dan makin keras
ngacengnya yang makin
membuatku bersemangat untuk makin memacunya dalam emotan
pada penisnya itu sampai
akhirnya. “Auucch Mas, aku arepe metu
Mas” Tapi aku pura-pura diem saja,
sampai kurasakan cairan
hangat, asin, amis mengalir
dalam mulutku yang segera
kutelan semuanya tanpa sisa,
tinggallah dia terkapar menikmati sisa-sisa orgasmenya.
Setelah berapa saat, aku baru
sadar kalau hari sudah mulai
terang dan ketika kulihat jamku
sudah menujukkan pukul 05.30.
Aku segera memakai pakaianku kembali, memang selama
semalam kita tidur dalam
keadaan telanjang semua. Dan
segera kubangunkan dia untuk
segera mengantarkan aku ke
terminal. Didalam perjalanan dari
rumahnya ke terminal dia
sempat berkata, “Mas, nek aku kumpul karo
sampeyan telung dino telung
bengi, mungkin awakku ini entek
kehabisan cairan,” terusnya.
“Lha yok opo saben tangi mesti
diumek terus ae, mosok sak wengi iso metu sampek ping
telu”
“Tapi awakmu puas khan?” Tidak ada jawaban yang keluar
dari mulutnya hanya sebuah
senyuman yang mengandung
sejuta arti bagiku dan itu sudah
cukup bagiku si petualang ini.


Tamat

[ back ][ home ]


Cerita terbaru & Video Terheboh

Web Site Hit Counter