watch sexy videos at nza-vids!
Temukan Jodoh Kamu disini !!

Bocah Imut

Tommy, sepupuku, baru duduk
di kelas empat SD. Baru saja ia
tiba di rumah. Tommy nongkrong
di lantai teras depan rumah.
Rumahnya kosong. Ayah dan
ibunya pergi bekerja, sedangkan ia anak tunggal. Tommy asyik
membaca sebuah novel yang
seharusnya hanya boleh dibaca
oleh orang dewasa.
“Halo, Tommy. Lagi asyik baca
nih. Mama udah pulang belum?”, Datang seorang wanita cantik
berusia sekitar tiga puluh
tahunan.
“Eh, Tante Tika. Mama belum
pulang tuh!” jawab Tommy
sambil menyembunyikan novel yang dibacanya ke belakang
tubuhnya. Tante Tika, adik ayah
Tommy, baru saja bercerai
dengan suaminya.
“Eh, Tommy baca apa sih? Kok
pake di umpet-umpetin segala? Tante boleh lihat nggak?”
Setelah dibujuk-bujuk, Tommu
mau menyerahkan novel itu
kepada Tante Tika.
“Astaga, Tommy. Masih kecil
bacaannya ginian!”, seru Tante Tika setelah melihat sampul
buku yang bergambarkan
seorang gadis muda dengan
busana yang sangat minim dan
pose yang menggiurkan. Tante
Tika lalu membolak-balik halaman novel itu. Saat membaca bagian
di mana terdapat adegan yang
merangsang dalam buku itu,
sekilas terjadi perubahan pada
wajahnya.
“Tom, daripada kamu sendirian di sini, lebih baik ke rumah
Tante yuk!”, ajak Tante Tika.
“Tapi, Tante, Tonny disuruh
Mama jaga rumah”.
“Alaa, tinggal kunci pintu saja
sudah”, kata Tante Tika sambil mengunci pintu rumah lalu ia
menarik tangan Tommu ke
mobilnya.
Mobil Tante Tika sudah meluncur
di jalan raya menuju rumahnya.
Sebentar-sebentar ia menoleh ke arah Tommy yang duduk di
sampingnya.
“Masih kecil sudah ganteng
begini”, gumam Tante Tika
dalam hati. Ia menggerakkan
tangannya meremas-remas kemaluan bocah yang masih
hijau itu.
“Aduh, Tante. Geli ah”, kata
Tommy. Tante Tika tersenyum
penuh arti. Ia menarik
tangannya ketika mobil sudah tiba di depan rumahnya yang
megah bak istana di seberang
danau Sunter.
Tante Tika usianya sudah
mencapai tiga puluh dua tahun,
tapi penampilannya masih seperti gadis berusia dua puluh
tahunan berkat giatnya ia
mengikuti senam aerobik di
sebuah klub kebugaran beken di
Jakarta. Wajahnya yang cantik
ditambah dengan tubuhnya yang bahenol serta seksi.
Payudaranya yang besar
memang amat menawan, apalagi
dia sekarang seorang janda.
Sudah banyak lelaki yang
mencoba merebut hatinya, tapi semua itu ditolaknya mentah-
mentah. Menurutnya mereka
hanya menginginkan hartanya
saja. Tante Tika memang kaya
raya, mobil mewahnya ada
beberapa buah dari model yang mutakhir lagi. Rumahnya
mentereng, di kawasan
perumahan elite lagi. Itu semua
berkat kerja kerasnya sebagai
direktris sebuah perusahaan
asuransi papan atas. Oh ya, Tante Tika mempunyai
seorang anak gadis bernama
Andriana, putri satu-satunya,
tapi biasa dipanggil Andri saja.
Gadis manis ini duduk di kelas
dua sebuah SMP swasta top di daerah Kelapa Gading. Pada
usianya yang baru menginjak
empat belas tahun ini, tubuh
Andri sedang mekar-mekarnya.
Payudara remajanya sudah
ranum sekali, berukuran lebih besar daripada gadis-gadis
sebayanya, laksana payudara
gadis berusia tujuh belas tahun.
Mungkin kemontokannya ini
warisan dari ibunya. Tapi Andri
memang anak yang agak kurang pergaulan alias kuper karena
kebebasannya dibatasi dengan
ketat oleh ibunya, yang kuatir
ada pihak-pihak yang
memanfaatkan kemolekan tubuh
anaknya tersebut. Sama sekali Andri belum pernah merasakan
apa artinya itu cinta. Padahal
banyak sudah cowok yang
naksir dia. Namun Andri belum
sadar akan cinta.
“Tom, badan Tante pegal nih. Tolong pijatin ya”, kata Tante
Tika sambil mengajak Tommy ke
kamar tidurnya. Tante Tika
membuka busananya. Lalu ia
membaringkan tubuhnya yang
telanjang bulat tengkurap di ranjang. Tommy masih lugu
sekali. Ia belum tahu apa-apa
tentang keindahan tubuh
wanita.
“Tante kok buka baju?
Kepanasan ya?”, tanya Tommy dengan polosnya. Tante Tika
mengangguk. Lalu Tommy
memijati tubuh Tante Tika.
Mula-mula punggungnya. Lalu
turun ke bawah. Tante Tika
mendesah sewaktu tangan mungil Tommy memijati gumpalan
pantatnya yang montok.
“Tante, kenapa? Sakit ya?”,
tanya Tommy lugu. Mula Tante
Tika memerah. Dia duduk di atas
ranjang. Tangannya menarik tangan Tommy ke payudaranya.
“Tante, ini apaan? Kok empuk
amat sih?”, tanya Tommy
ketika tangannya menjamah
payudara tantenya. Tante Tika
mulai bangkit nafsu birahinya. “Ini namanya payudara, Tom”.
“Kok Tante punya sih? Tommy
nggak ada?”.
“Tommy, Tommy. Kamu bukan
cewek. Semua cewek kalau udah
gede pasti akan punya payudara. Payudara adalah
lambang keindahan tubuh
wanita”, Tante Tika
menjelaskan dengan bahasa
yang terlalu tinggi bagi anak
seusia Tommy. “Lalu pentilan ini apa
namanya?”, tanya Tommy
sambil memijit puting susu
tantenya. Tante Tika sedikit
menggelinjang terangsang.
“Ah.., Ini namanya puting susu. Semua wanita juga mempunyai
puting susu. Mamamu juga
punya. Dulu waktu kamu masih
bayi, kamu minum susu dari
sini”.
“Masa sih Tante. Biasanya kan susu dari sapi?”
“Mau nyobain nih kalo kamu
nggak percaya. Sini deh kamu
isap puting susu Tante!”.
Tommy kecil mendekatkan
mulutnya pada payudara Tante Tika lalu diisapnya puting
susunya.
“Ih, Tante bohong. Kok nggak
keluar apa-apa?”, kata Tommy
sambil terus menyedoti puting
susu Tante Tika yang tinggi menegang itu. Tapi tantenya
nampaknya tidak mempedulikan
perkataan keponakannya itu.
“Teruskan.., Tom.., Sedot terus..,
Ouuhh..”, kata Tante Tika
bernafsu. Karena merasa mendapat mainan baru,
Tommypun menurut. Dengan
ganasnya ia menyedot-nyedot
puting susunya. Tante Tika
menggerinjal-gerinjal. Tak
sengaja tangannya menyenggol gelas yang ada di meja di
dekatnya, sehingga isinya
tumpah membasahi bahu dan
celana pendek Tommy.
“Ya, Tante. Pakaian Tommy
basah deh!”, kata Tommy sambil melepaskan isapannya pada
puting susu Tante Tika.
“Ya, Tommy. Kamu buka baju
dulu deh. Nanti Tante ambilkan
baju ganti. Siapa tahu ada yang
pas buat kamu”, kata Tante Tika sambil beranjak ke luar
kamar tidur. Sempat dilihatnya
tubuh telanjang Tommy.
Dikenalkannya pakaiannya lagi.
Tante Tika pergi ke kamar
anaknya, Andri, yang baru saja pulang dari sekolah.
“Dri”.
“Apa, Ma?”, tanya Andri yang
masih memakai baju seragam.
Blus putih dan rok berwarna
biru. “Kamu punya baju yang sudah
nggak kamu pakai lagi nggak?”.
“Ngg.., Ada Ma. Tunggu
sebentar”, Andri mengeluarkan
daster yang sudah kekecilan
buat tubuhnya dari dalam lemari pakaiannya.
“Buat apa sih, Ma?”, kata
Andri seraya menyerahkan
dasternya kepada ibunya.
“Itu, buat si Tommy. Tadi
pakaiannya basah ketumpahan air minum”.
“Tommy datang ke sini, Ma?
Sekarang dia di mana?”.
“Sudah! Kamu belajar dulu. Nanti
Tommy akan Mama suruh ke
sini!”. “Ya.., Mama!” Gerutu Andri
kesal. Ibunya tak
mengindahkannya. Andri senang
pada Tommy karena ia sering
saling menukar permainan
komputer dengannya. Tapi Andri keras kepala. Setelah jarak
ibunya cukup jauh, diam-diam ia
membuntuti dari belakang tanpa
ketahuan. Sampai di depan
kamar ibunya, Andri mengintip
ke dalam melalui pintu yang sedikit terbuka. Dilihatnya
ibunya sedang berbicara dengan
Tommy.
“Tommy, coba kamu pake baju
ini dulu. Bajunya Andri, sambil
nunggu pakaian kamu kering”, kata Tante Tika sambil
memberikan daster milik Andri
kepada Tommy.
“Ya, Tante. Tommy nggak mau
pake baju ini. Ini kan baju
perempuan! Nanti Tommy jadi punya payudara kayak
perempuan. Tommy nggak
mau!”.
“Nggak mau ya sudah!”, kata
Tante Tika sambil tersenyum
penuh arti. Kebetulan, batinnya. Kemudian ia menanggalkan
busananya kembali.
“Kalo yang ini apa namanya,
Tom?”, tanya Tante Tika sambil
menunjuk batang kemaluan
Tommy yang masih kecil. “Kata Papa, ini namanya
burung”, jawab Tommy polos.
“Tommy tahu nggak, burung
Tommy itu gunanya buat apa?”.
“Buat pipis, Tante”.
“Bener, tapi bukan buat itu aja. Kamu bisa menggunakannya
untuk yang lain lagi. Tapi itu
nanti kalo kamu sudah gede”.
Andri heran melihat ibunya
telanjang bulat di depan Tommy.
Semakin heran lagi melihat mulut ibunya mengulum batang
kemaluannya. Rasanya dulu
ibunya pernah melakukan hal
yang sama pada kemaluan
ayahnya. Semua itu dilihatnya
ketika kebetulan ia mengintip dari lubang kunci pintu kamar
ibunya. Kenapa ya burung si
Tommy itu, pikir Andri.
“Enak kan, Tom, begini?”,
tanya Tante Tika sembari
menjilati ujung batang kemaluan Tommy.
“Enak, Tante, tapi geli!”, jawab
Tommy meringis kegelian.
“Kamu mau yang lebih nikmat
nggak?”.
“Mau! Mau, Tante!”. “Kalau mau, ini di pantat Tante
ada gua. Coba kamu masukkan
burung kamu ke dalamnya.
Terus sodok keras-keras. Pasti
nikmat deh”, kata Tante Tika
menunjuk selangkangannya. “Cobain dong, Tante”, Tante
Tika menyodokkan pantatnya ke
depan Tommy. Tommy dengan
takut-takut memasukkan
“burung”nya ke dalam liang
vagina Tante Tika. Kemudian disodoknya dengan keras. Tante
Tika menjerit kecil ketika dinding
“gua”nya bergesekkan dengan
“burung” Tommy. Andri yang
masih mengintip bertambah
heran. Ia tidak mengerti apa yang dilakukan ibunya sampai
menjerit begitu. Tapi Andri
segera berlari kembali ke
kamarnya ketika ia melihat
ibunya bangkit dan berjalan ke
arah pintu, diikuti oleh Tommy yang hanya memakai celana
dalam ibunya. Sampai di
kamarnya, Andri berbaring di
ranjang membaca buku fisikanya.
Tommy muncul di pintu kamar.
“Mbak Andri. Kata Tante tadi Mbak mau cari Tommy ya?”.
“Iya, kamu bawa game baru
nggak?”, tanya Andri. Tommy
menggeleng.
“Eh, Tom. Ngomong-ngomong
tadi kamu ngapain sama mamaku?”.
“Nah ya, Mbak tadi ngintip ya?
Pokoknya tadi nikmat deh,
Mbak!”, kata Tommy berapi-api
sambil mengacungkan jempolnya.
“Enak gimana?”, Andri bertanya penasaran.
“Mbak mau ngerasain?”.
“Mau, Tom”.
“Kalo begitu, Mbak buka baju
juga kayak Tante tadi”, kata
Tommy. “Buka baju?”, tanya Andri,
“Malu dong!”.
Akhirnya dengan malu-malu,
gadis manis itu mau membuka
blus, rok, BH, dan celana
dalamnya hingga telanjang bulat. Tommy tidak terangsang melihat
tubuh mulus yang membentang
di depannya. Payudara ranum
yang putih dan masih kencang
dengan puting susu kemerahan,
paha yang putih dan mulut, pantat yang montok. Masih kecil
sih Tommy!
“Bener kata Tante. Mbak Andri
juga punya payudara. Tapi
punyanya Tante lebih gede dari
punya Mbak. Pentilnya Mbak juga nggak tinggi kayak
Tante”, Tommy menyamakan
payudara dan puting susu Andri
dengan milik ibunya.
“Pentil Mbak keluar susu,
nggak?”. “Nggak tahu tuh, Tom. Nggak
pernah ngerasain sih!”, kata
Andri lugu.
“Pentilnya Tante nggak bisa
ngeluarin apa-apa, payah!”.
“Masak sih bisa keluar susu dari pentilku?”, kata Andri
tidak percaya sambil
memandangi puting susunya
yang sudah meninggi meskipun
belum setinggi milik ibunya.
“Mbak nggak percaya? Mau dibuktiin?”.
“Boleh!”, kata Andri sambil
menyodorkan payudaranya yang
ranum.
Mulut Tommy langsung
menyambarnya. Diisap-isapnya puting susu Andri, membuat
gadis itu menggerinjal-gerinjal
kegelian.
“Ya, kok nggak ada susunya
sih, Mbak?”.
“Coba kamu isap lebih keras lagi!”, kata Andri. Tommy segera
menyedoti puting susu Andri.
Tapi lagi-lagi ia kecewa karena
puting susu itu tidak
mengeluarkan air susu. Tapi
Tommy belum puas. Diisapnya puting susu Andri semakin
keras, membuat gadis manis itu
membelalak menahan geli.
“Nggak keluar juga ya, Tom”,
tanya Andri penasaran.
“Kali kayak sapi. Harus diperas dulu baru bisa keluar susunya”,
kata Tommy.
“Mungkin juga. Ayo deh coba!”,
kata Andri seraya meremas-
remas payudaranya sendiri
seperti orang sedang memerah susu sapi. Sementara itu Tommy
masih terus mengisapi puting
susunya. Akhirnya mereka
berdua putus asa.
“Kok nggak bisa keluar sih.
Coba yang lain aja yuk!”, kata Tommy membuka celana
dalamnya.
“Apaan tuh yang nonjol-nonjol,
Tom?”, tanya Andri ingin tahu.
“Kata Papa, itu namanya
burung. Cuma laki-laki yang punya. Tapi kata Tante
namanya kemaluan. Tau yang
bener yang mana!”.
“Aku nggak punya kok, Tom?”,
kata Andri sambil
memperhatikan daerah di bawah pusarnya. Tidak ada tonjolan
apa-apa”.
“Mbak kan perempuan, jadi
nggak punya. Kata Tante, anak
perempuan punya.., apa tuh
namanya.., va.., vagina. Katanya di pantat tempatnya.
“Di pantat? Yang mana? Yang
ini? Ini kan tempat ‘eek,
Tom?!”, kata Andri sambil
menunjuk duburnya.
“Bukan, lubang di sebelahnya”, kata Tommy yakin.
“Yang ini?”, tanya Andri
sembari membuka bibir liang
vaginanya.
“Kali!”.
“Jadi ini namanya vagina. Namanya kayak nama mamanya
Hanny ya?”, kata Andri. Ia
menyamakan kata vagina
dengan Tante Gina, ibuku.
“Tadi mamaku ngisep-ngisep
burung kamu. Emangnya kenapa sih?”, lanjut Andri.
“Tommy juga nggak tahu,
Mbak”.
“Enak kali ya?”.
“Kali, tapi Tommy sih keenakan
tadi”. Tanpa rasa risih, Andri
memasukkan batang kemaluan
Tommy ke dalam mulutnya, lalu
diisap-isapnya.
“Ah, nggak enak kok Tom.
Bau!”, kata Andri sambil meludah.
“Tapi kok kudengar mamaku
menjerit-jerit. Ada apaan?”,
tanya Andri kemudian.
“Gara-gara Tommy masukin
burung Tommy ke dalam guanya. Nggak tahu tuh, kok tahu-tahu
Tante menjerit”.
“Gua yang mana?”, Andri
penasaran.
“Yang tadi tuh, Mbak. Yang
namanya vagina”. “Apa nggak sakit tuh, Tom?”.
“Sakit sih sedikit. Tapi nikmat
kok. Mbak!”.
“Bener nih?”.
“Bener, Mbak Andri. Tommy
berani sumpah deh!”. “Coba deh”, Andri akhirnya
percaya juga.
Tommy memasukkan batang
kemaluannya ke dalam liang
vagina Andri yang masih sempit.
Andri menyeringai. “Sakit dikit, Tom”.
Tommy menyodok-nyodokkan
“burung”nya berulang kali
dengan keras ke “gua” Andri.
Andri mulai menjerit-jerit
kesakitan. Tapi Tommy tidak peduli karena merasa nikmat.
Andri tambah menjerit dengan
keras. Mendengar lengkingan
Andri, Tante Tika berlari
tergopoh-gopoh ke kamar
putrinya itu. “Dri, Andri. Kenapa kami?”,
tanya Tante Tika. Ia terkejut
melihat Andri yang meronta-
ronta kesakitan disetubuhi oleh
Tommy kecil.
“Ya ampun, Tommy! Berhenti! Gila kamu!” teriaknya naik
darah. Apalagi setelah ia melihat
darah yang mengalir dari
selangkangan Andri melalui
pahanya yang mulus.
Astaga! Andri telah ternoda oleh anak kecil berusia sepuluh
tahun, sepupunya lagi?! Putrinya
yang baru berumur empat belas
tahun itu sudah tidak perawan
lagi?!
“Nanti aja, Tante! Enak!”. “Anak jahanam!”, teriak Tante
Tika marah. Ia menempeleng
Tommy, sehingga bocah itu
hampir mental. Sementara itu,
Andri langsung ambruk tak
sadarkan diri. Sejak kejadian itu hubungan
keluarga Tommy dengan Tante
Tika menjadi tegang.


Tamat

[ back ][ home ]

Cerita terbaru & Video Terheboh

Web Site Hit Counter