watch sexy videos at nza-vids!
youtube

Chatting

Berikut ini adalah pengalaman
aku dengan seorang wanita
baya, sebut saja namanya
Debbie umur 35 tahun dan
Lucy 33 tahun. Seperti yang
sudah-sudah, aku mengenal sosok Debbie dari seringnya
aku online sebagai chatter.
Aku bisa menilai, Debbie adalah
sosok yang hot dalam bercinta.
Dengan ciri-ciri 170/65,
berdada sintal, berpinggul sexy dan kelihatan sekali dia adalah
seorang wanita yang suka
sekali senam sehingga
badannya terasa padat berisi.
Itu semua aku ketahui setelah
dia kirim aku foto dan aku tahu kalau dia penganut sex
bebas juga dengan para
karyawan-karyawan yang ada
di surabaya, itupun aku
ketahui setelah Debbie banyak
cerita tentang kehiduapn sexnya.
Singkat cerita, kita janjian
untuk ketemuan, dengan
catatan dia harus bawa teman
karena menurut dia, tidak
pernah ada acara copy darat sendirian. Dan gilanya lagi dia
sudah booking hotel, saat
acara ketemuan nanti. Itu
karena supaya dia tidak
ketahuan suaminya, dia pilih
Hotel. Karena menurut Debbie, Hotel adalah tempat yang
paling aman.
Sesuai dengan hari yang sudah
dibicarakan bersama, akhirnya
aku bergegas meluncur menuju
hotel yang dia booking. Setelah di depan hotel, aku berusaha
menelpon dia untuk
menanyakan di kamar nomor
berapa. “Hallo Dandy, kamu ada
dimana” tanya Debbie.
“Aku sudah di depan lobby,
Mbak Debbie di kamar no.
Berapa?”aku berusaha
mencari tahu. “Naik aja lift ke lantai 3,
terus cari nomor 326,” suara
Debbie dengan jelas.
“Ok Mbak, aku segera naik,”
jawabku.
“Ok aku tunggu,” suara Debbie dengan ceria.
Setelah aku tutup celluler ku,
bergegas aku menuju kamar
yang disebut oleh Debbie.
“Tok-tok-tok” aku mengetuk
pintu yag betuliskan nomor 326.
Setelah pintu terbuka, aku
sedikit terpana dengan tubuh
Debbie yang tinggi semampai.
” Dandy ngapain bengong,
masuk dong,” sambil menggapai lenganku.
Sesampai di dalam kamar,
ternyata benar Debbie
bersama dengan temannya,
sesuai dengan janji dia.
“Dandy” aku ulurkan tanganku. “Dandy, ini temenku Lucy”
Debbie mengenalkan temannya
dan sambari begitu, si Lucy
bangkit dari duduknya
langsung menyalami aku.
Keadaan berikutnya memang sedikit kaku karena aku juga
kikuk, mengingat dalam kamar
itu ada kami bertiga.
Seandainya cuman berdua
dengan Debbie aku lebih
berani. “Dandy, kamu nggak seperti di
foto deh, sepertinya kamu
lebih berisi” Debbie membuka
omongannya.
“Jangan-jangan yang difoto
bukan kamu” tuduh Debbie. “Tidak kok Mbak, itu memang
foto Dandy,” aku coba
membela diri.
“Dy, kata Debbie kamu jago
banget ya.. Ngesexnya?”
tanya Lucy. Pertanyaan itu bagaikan
menghantam dadaku. Deg!
jantungku terasa berhenti
sekian detik. “Mmm anu biasa kok Mbak,”
jawabku gugup.
“Nggak apa-apa kok Dan,
santai aja Lucy sama kok
seperti Debbie” hibur Debby.
Pembicaraan semakin menjurus ke arah yang berbau sex,
kedua wanita sebaya ini aku
tafsir merupakan wanita-
wanita yang doyan banget
ngesex.
Aku sempat memutar otak dengan keadaan ini dan
bertanya dalam hati, suami
mereka itu gimana kok
‘menelantarkan’ istri-istri
sexy begini. Apalagi Lucy,
sepertinya membiarkan mataku melihat bongkahan paha mulus
di balik rok mininya. Sesekali
dia merubah posisi duduknya
tanpa harus riskan dengan
aku yang duduk di depannya.
Disaat aku melamun tentang khayalan aku, tiba-tiba Debbie
sudah berada di pangkuan
aku, jantungku berdetak
semakin kencang.
“Dy, buktikan omongan kamu
di chatting selama ini,” pinta Debbie sambil menempelkan
dadanya ke muka wajahku.
Aroma parfumnya yang begitu
membangkitkan gairahku
mengusik adik kecilku yang
menghentak-hentak dinding CD-ku. “Mbak” belum sempat aku
selesaikan jawaban itu, bibir
Debbie yang tipis segera
melumat bibirku. Aku sedikit
gugup menerima serangang
yang mendadak ini. Tetapi aku berusaha mengontrol keadaan
aku. Disaat bibir Debbie sedang
asyik menikmati bbibirku,
tanganku yang nakal mulai
mengelus punggung wanita
paruh baya tersebut. Dengan kemahiran gigiku, aku
melepas kancing blus belahan
rendah yang ada pada dada
Debbie. Sampai akhirnya 4
kancing atas blus Debbie
terbuka, dan mulailah aku bisa mengusasi keadaan. Dengan
belaian yang halus dan penuh
perasaan, jari-jemariku mulai
membuka pengait kancing BH
Debbie.
Dengan sedikit sentuhan, ‘tess’ BH Debbie yang
berwarna hitam terbuka. Dan
muncullah 2 bukit yang masih
kencang didepan mukaku
lengkap dengan sepasang
puntingnya yang memerah. Aku bisa membaca apa yang
sedang terjadi pada diri
Debbie, dengan jilatan maut
lidahku membuatnya merintih,
“Ughh, geli sayang”
Jilatan lidahku yang mendarat di puting Debbie, membuat
wanita itu menggeliat tidak
beraturan. Karena Debbie
masih menggunakan baju
kantor (baca: rok mini).
Tanganku semakin berani untuk mengelus pahanya yang
putih mulus. Sesekali tubuhnya yang sintal
bergoyang dipangkuan aku dan
sekitar 15 menit aku di posisi
itu, semua inderaku bekerja
sesuai fungsi masing-masing.
Disaat aku sedang melakukan foreplay, Lucy masih duduk di
tempatnya semula. Akan tetapi
sekarang kedua kakinya yang
jenjang dibuka lebar
sedangkan tangannya meremas
buah dadanya sendiri “Mm.. ” sesekali Lucy merintih,
mendesah melihat adegan
Debbie dengan aku.
Setelah 25 menit, aku mencoba
menyandarkan tubuh Debbie
ke dinding kamar. Posisi ini sangat menguntungkan aku
untuk mulai menikmati setiap
cm tubuh Debbie. Aku lumat
bibir Debbie, kemudian turun
ke lehernya dan berlanjut ke
buah dadanya yang sintal. Aku menjongkokkan tubuhku untuk
menjilati puser Debbie.
“Akhh.. Dy, beri aku janjimu
sayang.. Ughh,” lidahku mulai
nakal menjelajahi perut Debbie.
Sampai akhirnya aku mencium aroma bunga di lubang surga
Debbie. Tanpa melepas CD yang
dipakai, aku segera memainkan
lidahku diatas kemaluannya.
Dan bersamaan dengan itu
kepala Debbie menggeleng kekanan-kekiri, seperti iklan
sampho clear yang lagi
berketombe di diskotik. Dengan
sentuhan perlahan, aku
melepas Debbie, karena
posisinya berdiri sangat mudah sekali melepas CD warna putih
berenda yang dikenakan. Tanganku berusaha membuka
kedua kaki Debbie yang masih
menggunakan sepatu hak
tingginya. Sehingga
memudahkan lidahku untuk
mengocok lubang kewanitaanya.
“Srupp.. Srupp, crek.. Crek”
lidahku mulai menghujam vagina
Debbie.
“Dy, kamu memang asyik.. Geli
sekali.. Ooohh” Debbie merintih panjang saat lidahku mulai,
mengulum, menjilat dan
menghisap clitorisnya yang
sudah mulai membesar dan
berwarna merah. Aku mulai
merasakan sesuatu akan meletup dalam diri Debbie.
Dengan segala pengetahuan
aku dalam ilmu bercinta, aku
angkat satu kaki Debbie
keatas pangkuan pundakku
sehingga lidahku bisa leluasa menikmati cairan yang mulai
meleleh di lubang surgawinya.
Dengan posisi berdiri kaki satu,
aku semakin mempercepat
jilatan lidahku, sampai akhirnya
Debbie tidak kuasa membendung orgasmenya. “Dy, aku keluar.. Aakkhh”
bersamaan dengan itu pula
cairan kental muncrat ke
wajahku.
Dan diisaat aku masih bingung
untuk membasuh wajahku tiba-tiba dari belakang Lucy
mengangkatku sambil berkata
“Dy, sekarang giliranku”.
Rupanya Lucy dari awal sudah
memainkan jarinya diatas
clitorisnya sambil menonton adegan antara aku dengan
Debbie. Terbukti Lucy tidak lagi
menggunakan CD yang tadi
dikenakannya. Lucy
membungkukkan badannya ke
bibir meja, sehingga belahan merah pada selangkangannya
terlihat jelas dari belakang.
Bagaikan segerombolan tawon
yang melihat madu, lidahkan
langsung menari-nari di lubang
kemaluan Lucy. “Dy, enak.. Sekali sayang..
Akhh” Lucy merintih.
Dengan posisi aku duduk di
lantai menghadap selangkangan
Lucy, yang membuka lebar
pahanya. Memudahkan aku beroperasi secara maksimal
untuk menekan lidahku lebih
dalam, sedangkan tanganku
meremas pantat Lucy yang
sexy. Disaat aku sedang asyik
menikmati lubang vagina Lucy,
tiba-tiba Debbie sudah
memereteli celanaku. Sehingga
adikku yang berukuran 16 cm
kurang dikit dan mempunyai bentuk yang sedikit bengkok
ke kiri, menyembul keluar
setelah sekian menit dipenjara
oleh CD ketatku merk
crocodille.
“Waow Dandy, gila banget besar sekali sayang.. Mmm”
selanjutnya tidak ada suara
lagi karena penisku sudah
dilahap oleh mulut Debbie yang
rakus. Aku merasakan betapa
pandainya lidah Debbie menari di batang kemaluanku. Sesekali
aku melepas kulumanku di
vagina Lucy, karena
merasakan kenikmatan
permainan oral dari mulut
Debbie. Lucy sudah mulai bocor
pertahanannya dan berkata
sambil mendesah,
“Dandy.. Aku.. Aku.. Mau.. Kelu..
Arr.. Aahh,” tangan Lucy yang
tadinya beroperasi dibuah dadanya sekarang menekan
kepalaku dalam-dalam pada
selangkangannya, seolah
memohon jangan dilepas isapan
fantastis itu. Untuk yang
kedua kalinya wajahku belepotan oleh cairan wanita
sebaya yang keluar dari
lubang surgawi mereka. Disaat
aku sedang membasuh wajahku
yang penuh cairan, tiba-tiba
Debbie menarik lenganku, hingga badanku berdiri.
“Dy, aku ingin style berdiri,”
ajak Debbie sambil menarik
tanganku untuk mengikuti dia
berdiri.
Sambil bersandar di dinding, aku langsung mengarahkan
adik kecilku dari bawah.
Sehingga posisi berdiri
tersebut sempurna sekali, dan
itupun ditambah posisi Debbie
yang masih belum melepas sepatu hak tingginya. Karena
dengan demikian posisi Debbie
lebih tinggi dari posisi aku
berdiri. “Bless” suara adik kecilku
menembus belahan kecil
diselangkangan Debbie
“Dy, enakk bangett.. Punyamu
” erangan Debbie.
Gerakan maju mundurku semakin mentok di pangkal
vagina Debbie, hal itu
disebabkan karena pantat
Debbie ditahan oleh dinding.
“Crekk.. Crekk.. Sslleepp”
suara penisku menghujam keluar masuk dalam lubang
vagina Debbie. Buatku, Debbie
termasuk orang yang bisa
megimbangi permainan sex.
Buktinya dengan posisi sulit
seperti itu, dia juga sedikit mendoyongkan tubuhnya ke
dinding sehingga batang
penisku benar-benar masuk
semua.
Keadaan ini berlangsung sampai
akhirnya di menit ke 45, Debbie berteriak “Dyy.. Ampun.. Aku.. Mau.. Kelu..
Ar lagi.. Gila” rintih Debbie.
Tubuh Debbie mendekapku
erat-erat seolah tidak mau
lepas dari batang penisku yang
masih menancap lubang surgawinya. Dan sedetik
kemudian tubuh Debbie
merosot ke bawah dengan
lunglai.
Aku berjalan menghampiri Lucy
yang sedang menyandarkan tangannya untuk melihat
keluar jendela. Kesempatan itu
tidak aku sia-siakan, sambil
memeluk dia dari belakang,
penisku yang masih kencang
menerobos liang vagina Lucy sehingga membuat dia
terpekik.
“Aaowww.. Dy kamu nakal deh,
aku masih capek.. Uuughh” aku
tidak mempedulikan
erangannya. Seraya meremas buah dadanya
yang kencang dari belakang,
pinggulku mulai bergerak maju
mundur. Posisi seperti ini
benar-benar membuat aku
melayang, lubang Lucy yang sedikit sempit dan seret
dibanding punya Debbie. Dan
hal itu
membuat aku lebih bernafsu
untuk menyetubuhinya. Itu
wajar karena Lucy belum punya anak walaupun sudah
menikah beberapa tahun.
Selang beberapa menit, “Dyy..
Aku nggak tahann.. Gila banget
punya kamu terasa masuk
sampai ulu hatiku.. Aaugghh,” rintih Lucy panjang, sambil
tetap menggoyang pinggulnya.
Dengan posisi setengah
nungging dengan berdiri,
memudahkan aku untuk
memasukan penisku secara maksimal.
“Ughh.. Mbak.. Asyik banget
punya Mbak” desah
kenikmatanku untuk memuji
kedua wanita itu sering keluar
dalam mulutku. “Dy.. Ampunn.. Aku.. Akkhh”
Lucy merintih panjang.
Lucy merapatkan pahanya
sehingga penisku terasa
tersedot ke dalam semua. Gila,
terasa copot penisku dibuatnya. Karena hebatnya
permainan itu hingga tak
terasa dinginnya AC yang ada
dalam kamar itu. Aku coba
mengambil segelas air es di
kulkas, Debbie yang tadi terkulai menarik tanganku.


Tamat

[ back ][ home ]

Cerita terbaru & Video Terheboh

Web Site Hit Counter