watch sexy videos at nza-vids!
your click ads 30s we paid $1

Kenikmatan Anak Pelanggan

Suatu hari aku mendapat
perintah dari boss untuk
mendatangi rumah Ibu Yuli,
menurutnya antena parabola Ibu
Yuli rusak tidak keluar gambar
gara-gara ada hujan besar tadi malam. Dengan mengendarai
sepeda motor Yamaha, segera
aku meluncur ke alamat
tersebut. Sampai di rumah Ibu
Yuli, aku disambut oleh anaknya
yang masih SMP kelas 2, namanya Anita. Karena aku
sudah beberapa kali ke
rumahnya maka tentu saja
Anita segera menyuruhku
masuk. Saat itu suasana di
rumah Ibu Yuli sepi sekali, hanya ada Anita yang masih
mengenakan seragam sekolah,
kelihatannya dia juga baru
pulang dari sekolah.
“Jam berapa sich Ibumu pulang,
Nit..?” “Biasanya sih yah, sore antara
jam 5-an,” jawabnya.
“Iya, tadi Oom disuruh ke sini
buat betulin parabola. Apa masih
nggak keluar gambar..?”
“Betul, Oom… sampai-sampai Nita nggak bisa nonton Diantara
Dua Pilihan, rugi deh..”
“Coba yah Oom betulin dulu
parabolanya…” Lalu segera aku
naik ke atas genteng dan
singkat kata hanya butuh 20 menit saja untuk membetulkan
posisi parabola yang tergeser
karena tertiup angin.
Nah, awal pengalaman ini
berawal ketika aku akan turun
dari genteng, kemudian minta tolong pada Anita untuk
memegangi tangganya. Saat itu
Anita sudah mengganti baju
seragam sekolahnya dengan
kaos longgar ala Bali. Kedua
tangan Anita terangkat ke atas memegangi tangga, akibatnya
kedua lengan kaosnya melorot
ke bawah, dan ujung krahnya
yang kedodoran menganga
lebar. Pembaca pasti ingin ikut
melihat karena dari atas pemandangannya sangat
transparan. Ketiak Nita yang
ditumbuhi bulu-bulu tipis sangat
sensual sekali, lalu dari ujung
krahnya terlihat gumpalan
payudaranya yang kencang dan putih mulus. Batang kemaluanku
seketika berdenyut-denyut dan
mulai mengeras. Sebuah
pemandangan yang merangsang.
Anita tidak memakai BH, mungkin
gerah, payudaranya berukuran sedang tapi jelas kelihatan
kencang, namanya juga
payudara remaja yang belum
terkena polusi. Dengan menahan
nafsu, aku pelan-pelan menuruni
tangga sambil sesekali mataku melirik ke bawah. Anita tampak
tidak menyadari kalau aku
sedang menikmati keindahan
payudaranya. Tapi yah..
sebaiknya begitu. Gimana jadinya
kalau dia tahu lalu tiba-tiba tangganya dilepas, dijamin
minimal pasti patah tulang. Yang
pasti setelah selamat sampai ke
bumi, pikiranku jadi kurang
konsentrasi pada tugas.
Aku baru menyadari kalau sekarang di rumah ini hanya
ada kami berdua, aku dan
seorang gadis remaja yang
cantik. Anita memang cantik,
dan tampak sudah dewasa
dengan mengenakan baju santai ketimbang seragam sekolah
yang kaku. Seperti biasanya,
mataku menaksir wanita habis
wajah lalu turun ke betis lalu
naik lagi ke dada. Kelihatannya
pantas diberi nilai 99,9. Sengaja kurang 0,1 karena perangkat
dalamnya kan belum ketahuan.
“Oom kok memandang saya
begitu sih.. saya jadi malu
dong..” katanya setengah manja
sambil mengibaskan majalah ke mataku.
“Wahh… sorry deh Nit… habis
selama ini Oom baru menyadari
kecantikanmu,” sahutku
sekenanya, sambil tanganku
menepuk pipinya. Wajah Anita langsung memerah,
barangkali tersinggung, emang
dulu-dulunya nggak cakep.
“Idihh… Oom kok jadi genit
deh..” Duilah senyumnya bikin
hati gemas, terlebih merasa dapat angin harapan.
Setelah itu aku mencoba
menyalakan TV dan langsung
muncul RCTI Oke. Beres deh,
tinggal merapikan kabel-kabel
yang berantakan di belakang TV.
“Coba Nit.. bantuin Oom
pegangin kabel merah ini…”
Dan karena posisi TV agak
rendah maka Anita terpaksa
jongkok di depanku sambil memegang kabel RCA warna
merah. Kaos terusan Anita yang
pendek tidak cukup untuk
menutup seluruh kakinya,
akibatnya sudah bisa diduga.
Pahanya yang mulus dan putih bersih berkilauan di depanku,
bahkan sempat terlihat warna
celana dalam Anita. Seketika
jantungku seperti berhenti
berdetak lalu berdetak dengan
cepatnya. Dan bertambah cepat lagi kala tangan Anita diam saja
saat kupegang untuk mengambil
kabel merah RCA kembali.
Punggung tangannya kubelai,
diam saja sambil menundukkan
wajah. Aku pun segera memperbaiki posisi. Kala
tangannnya kuremas Anita telah
mengeluarkan keringat dingin.
Lalu pelan-pelan kudongakkan
wajahnya serta kubelai sayang
rambutnya. “Anita, kamu cantik sekali..
Boleh Oom menciummu?” kataku
kubuat sesendu mungkin.
Anita hanya diam tapi perlahan
matanya terpejam. Bagiku itu
adalah jawaban. Perlahan kukecup keningnya lalu kedua
pipinya. Dan setengah ragu aku
menempelkan bibirku ke bibirnya
yang membisu. Tanpa kuduga dia
membuka sedikit bibirnya. Itu
pun juga sebuah jawaban. Selanjutnya terserah anda.
Segera kulumat bibirnya yang
empuk dan terasa lembut sekali.
Lidahku mulai menggeliat ikut
meramaikan suasana. Tak
kuduga pula Anita menyambut dengan hangat kehadiran
lidahku, Anita mempertemukan
lidahnya dengan milikku. Kujilati
seluruh rongga mulutnya
sepuas-puasnya, lidahnya
kusedot, Anita pun mengikuti caraku.
Pelan-pelan tubuh Anita
kurebahkan ke lantai. Mata
Anita menatapku sayu. Kubalas
dengan kecupan lembut di
keningnya lagi. Lalu kembali kulumat bibirnya yang sedikit
terbuka. Tanganku yang sejak
tadi membelai rambutnya,
rasanya kurang pas, kini saat
yang tepat untuk mulai mencari
titik-titik rawan. Kusingkap perlahan ujung kaosnya mirip
ular mengincar mangsa. Karena
Anita memakai kaos terusan,
pahanya yang mulus mulai
terbuka sedikit demi sedikit.
Sengaja aku bergaya softly, karena sadar yang kuhadapi
adalah gadis baru berusia
sekitar 14 tahun. Harus penuh
kasih sayang dan kelembutan,
sabar menunggu hingga sang
mangsa mabuk. Dan kelihatannya Anita bisa memahami sikapku,
kala aku kesulitan menyingkap
kaosnya yang tertindih pantat,
Anita sedikit mengangkat
pinggulnya. Wah, sungguh
seorang wanita yang penuh pengertian.
“Ahhh.. Ahhh..” hanya suara
erangan yang muncul dari
bibirnya kegelian ketika mulutku
mulai mencium batang lehernya.
Sementara tanganku sedikit menyentuh ujung celana
dalamnya lalu bergeser sedikit
lagi ke tengah. Terasa sudah
lembab celana dalam Anita.
Tanganku menemukan gundukan
lunak yang erotis dengan belahan tepat ditengah-
tengahnya. Aku tak kuasa
menahan gejolak hati lagi,
kuremas gemas gundukan itu.
Anita memejamkan matanya
rapat-rapat dan menggigit sendiri bibir bawahnya.
Hawa yang panas menambah
panas tubuhku yang sudah
panas. Segera kulucuti bajuku,
juga celana panjangku hingga
tinggal tersisa celana dalam saja. Tanpa ragu lagi
kupelorotkan celana dalam Anita.
Duilah.. Baru kali ini aku melihat
bukit kemaluan seindah milik
Anita. Luar biasa.. padahal belum
ada sehelai bulu pun yang tumbuh. Bukitnya yang besar
putih sekali. Dan ketika kutekuk
lutut Anita lalu kubuka kakinya,
tampak bibir kemaluannya masih
bersih dan sedikit kecoklatan
warnanya. Anita tidak tahu lagi akan keadaan dirinya, belaianku
berhasil memabukkannya. Ia
hanya bisa medesah-desah
kegelian sambil meremasi
kaosnya yang sudah tersingkap
setinggi perut. Begitulah wanita. Gam-gam-sus (gampang
gampang susah) apa sus-sus-
gam (susah susah gampang).
Tidak sabar lagi aku membiarkan
sebuah keindahan terbuka sia-
sia begitu saja. Aku segera mengarahkan wajahku di sela-
sela paha Anita dan
menenggelamkannya di pangkal
pertemuan kedua kakinya.
Mulutku kubuka lebar-lebar
untuk bisa melahap seluruh bukit kemaluan Anita. Bau
semerbak tidak kuhiraukan,
kuanggap semua kemaluan
wanita yah begini baunya.
Lidahku menjuluri seluruh
permukaan bibir kemaluannya. Setiap lendir kujilati lalu kutelan
habis dan kujilati terus. Kujilati
sepuas-puasnya seisi
selangkangan Anita sampai
bersih. Lidahku bergerak lincah
dan keras di tengah-tengah bibir kemaluannya. Dan ketika
lidahku mengayun dari bawah ke
atas hingga tepat jatuh di
klitorisnya, Kujepit klitorisnya
dengan gemas dan lidahku
menjilatinya tanpa kompromi. Anita tak sanggup lagi untuk
berdiam diri. Badannnya
memberontak ke atas-bawah
dan bergeser-geser ke kiri-
kanan. Segala ujung syarafnya
telah terkontaminasi oleh kenikmatan yang amat sangat
dashyat. Sebuah kenikmatan
yang bersumber dari lidahku
mengorek klitorisnya tapi
menyebar ke seantero
tubuhnya. Anita sudah tidak mengenal lagi siapa dirinya,
boro-boro mikir, untuk bernafas
saja tidak bisa dikontrol. Aku
jadi semakin ganas dan
melupakan softly itu siapa.
Batang kejantananku sudah amat sangat besar bergemuruh
seluruh isinya. Demi melihat Anita
tersenggal-senggal, segera
kutanggalkan modal terakhirku,
celana dalam. Tanpa ba. bi. bu.
be. bo segera kuarahkan ujung kemaluanku ke pangkal
selangkangan Anita. Sekilas aku
melihat Anita mendelik kuatir
melihat perubahan perangaiku.
Batang kemaluanku memang
kelewatan besarnya belum lagi panjangnya yang hampir
menyentuh pusar bila berdiri
tegak. Anita kelihatannya ngeri
dan mulai sadar ingatannya,
kakinya agak tegang dan
berusaha merapatkan kedua kakinya.
“Ampun Oom.. jangan Ooommm..
ampun Oommm.jangannn…”
Tangan Anita mencoba
menghalau kedatangan
senjataku yang siap mengarah ke pangkal pahanya.
Merasa mendapat perlawanan,
sejenak aku jadi agak bingung,
tapi untunglah aku memiliki
pengalaman yang cukup untuk
menghadapinya. Segera aku meminta maaf sambil tanganku
kembali membelai rambutnya
yang terurai agak acak-acakan.
“Nita takut Oom. Nanti kalau
Mama tahu pasti Nita dimarahin.
Dan lagi Nita nggak pernah kayak ginian. Nita juga jadi
malu..” Katanya setengah mau
menangis dan membetulkan
kaosnya untuk menutupi
tubuhnya.
“Jangan kuatir Nit. Oom tidak bermaksud jahat terhadap
kamu. Oom sayang sekali sama
Nita. Dan lagi Nita jangan takut
sama Oom. Semua orang cepat
atau lambat pasti akan
merasakan kenikmatan hubungan ‘beginian’. Jangan
takut ‘beginian’ karena
‘beginian’ itu enak sekali.”
“Iya, tapi Nita nggak tahu
harus bagaimana dan kenapa
tahu-tahu Nita jadi begini..?” Air mata Anita mulai mengalir dari
pojok matanya. Melihat itu aku
segera memeluknya agar bisa
menenangkannya.
Agak lama aku memberi ceramah
dan teori edan secara panjang lebar, sampai akhirnya Anita
bisa memahami seluruhnya. Dan
sesekali senyumnya mulai muncul
lagi.
“Coba sekarang Nita belajar
pegang ‘anunya’ Oom, bagus khan,” aku meraih tangannya
lalu membimbingnya ke batang
kejantananku. Tangannya kaku
sekali tapi setelah perlahan-
lahan kuelus-eluskan pada
batang kejantananku, otot tangannya mulai mengendor.
Lalu tangannya mulai
menggenggam batang
kejantananku. Pelan-pelan
tangannya kutuntun maju-
mundur. Kelembutan tangannya membuat batang kejantananku
mulai bergerak membesar,
sampai akhirnya tangan Anita
tidak cukup lagi
menggenggamnya. Dan Anita
kelihatan menikmatinya, tanpa kuajari lagi tangannya bergerak
sendiri.
“Ahhh.. enak sekali Nit.. aaahhh..
kamu memang anak yang
pintar.. ahhhh..” mulutku tak
sanggup menahan kenikmatan yang mulai menjalari seluruh
syarafku. Sementara itu tangan
kiriku mulai meremas
payudaranya yang masih
tertutup kaos Bali yang tipis.
Belum pernah aku meremas payudara sekeras milik Anita.
Tangan kananku yang satu
meraih kepalanya lalu dengan
cepat kulumat bibirnya. Lidahku
menjulur keluar menelusuri
setiap sela rongga mulutnya. Hingga akhirnya lidah Anita pun
mengikuti yang kulakukan. Dari
matanya yang terpejam aku
bisa merasakan kenikmatan
tengah membakar tubuhnya.
Segera aku meminta Anita untuk melepas kaosnya agar
lebih leluasa. Dan tanpa ragu-
ragu Anita segera berdiri lalu
menarik kaosnya ke atas hingga
melampaui kepalanya. Batang
kejantananku semakin berdenyut-denyut menyaksikan
tubuh mungil Anita tanpa
mengenakan selembar benang.
Tubuhnya yang sintal dan putih
bersih membakar semangatku.
Betul-betul sempurna. Kedua payudaranya menggelembung
indah dengan puting yang
mengarah ke atas
mengingatkanku pada payudara
Holly Hart (itu lho salah satu
koleksi Playboy). “Nit, tubuhmu luar biasa sekali..
Hebat!” Pujianku membuat
wajahnya memerah barangkali
menahan malu.
“Oomm, boleh nggak Anita
mencium ‘itu’nya Oom?” Anita tersipu-sipu menunjuk ke
selangkanganku. Rasanya tidak
etis kalau aku menolaknya. Lalu
sambil duduk di sofa aku
menelentangkan kedua kakiku.
“Tentu saja boleh kalau Anita menyukainya..” Kubikin semanis
mungkin senyumku. Anita pun
mengambil posisi dengan
berjongkok lalu kepalanya
mendekati selangkanganku.
Mulanya hanya mencium dan mengecup seputar kepala
batang kejantananku. Pelan-
pelan lidahnya mulai ikut
berperan aktif menjilat-jilatinya.
Anita kelihatan keenakan
mendapat mainan baru. Dengan rakus lidahnya menyusuri
sekeliling batang kejantananku.
Sensasi yang luar biasa
membuatku gemas meremasi
kedua payudaranya.
“Aaduuhhh… enak sekali Nit.. Teruss.. Nitt, coba ke sebelah
sini,” kataku sambil menunjuk
ke buah pelirku. Anita segera
paham lalu mejulurkan lidahnya
ke pelirku. Anita menggerakkan
lidahnya ke kanan-kiri atas- bawah.
“Oomm, ke kamar Nita aja yuk
biar nggak gerah..” Sahutnya
mengajak ke kamarnya yang
ber-AC.
“Terserah Nita aja dehh..” balasku.
Begitu Anita merebahkan
tubuhnya ke spring bed, aku
tidak mau menunggu terlalu
lama untuk merasakan tubuh
indahnya. Segera kutindih dan kucumbui. Sekujur tubuhnya tak
ada yang kusia-siakan.
Terutama di payudaranya yang
aduhai. Tanganku seakan tak
pernah lepas dari liang
kewanitaannya. Setiap tanganku menggosok klitorisnya, tubuh
Anita menggerinjal entah
mengapa. Sementara itu batang
kejantananku seperti akan
meledak menahan tekanan yang
demikian besarnya. Akhirnya kutuntun batang
kejantananku ke arah liang
kewanitaan Anita. Liang
kewanitaan Anita yang telah
kebanjiran sangat berguna
sekali, bibir kemaluannya yang kencang memudahkan batang
kejantananku menyelinap ke
dalam. Sedikit-sedikit kudorong
maju. Dan setiap dorongan
membuat Anita meremas kain
sprei. Kalau Anita merasa seperti kesakitan aku mundur
sedikit, lalu maju lagi, mundur
sedikit, maju lagi, mundur, maju,
mundur, maju, “blesss…” Tak
kusangka liang kewanitaan Anita
mampu menerima batang kejantananku yang keterlaluan
besarnya. Begitu amblas seluruh
batang kejantananku, Anita
menjerit kesakitan. Aku kurang
menghiraukan jeritannya.
Kenikmatan yang tak ada duanya telah merasuki tubuhku.
Tapi aku tetap menjaga irama
permainanku maju-mundur
dengan perlahan. Menikmati
setiap gesekan demi gesekan.
Liang senggama Anita sempit sekali hingga setiap berdenyut
membuatku melayang. Denyutan
demi denyutan membuatku
semakin tak mampu lagi
menahan luapan gelora
persetubuhan. Terasa beberapa kali Anita mengejankan liang
kewanitaannya yang bagiku
malah memabukkan karena liang
kewanitaannya jadi semakin
keras menjepit batang
kejantananku. Erangan, rintihan, dan jeritan Anita terus
menggema memenuhi ruangan.
Rupanya Anita pun menikmati
setiap gerakan batang
kejantananku. Rintihannya
mengeras setiap batang kejantananku melaju cepat ke
dasar liang senggamanya. Dan
mengerang lirih ketika kutarik
batang kejantananku. Hingga
akhirnya aku sudah tidak bisa
bertahan lebih lama lagi. Ketika batang kejantananku
melaju dengan kecepatan tinggi,
meledaklah muatan di dalamnya.
batang kejantananku
menghujam keras, dan kandas di
dasar jurang. Anita pun melengking panjang sambil
mendekap kencang tubuhku, lalu
tubuhnya bergetar hebat.
Sebuah kenikmatan tanpa cela,
sempurna
Keesokkan harinya aku mendapat telepon dari Ibu Yuli.
Perasaanku mendadak tegang
dan kacau, kuatir beliau
mengetahui skandalku dengan
anaknya. Mulanya aku tidak
berani menerimanya, tapi daripada Ibu Yuli nanti
ngomongin semua perbuatanku
pada teman sekerjaku, terpaksa
kuterima teleponnya dengan
nada gemetar.
“Hallooo.. apa kabar Bu Yuli.” “Oh baik, terima kasih lho,
parabola Ibu sekarang sudah
bagus, dan sekalian Ibu mau
nanyakan ongkos servisnya
berapa.. ”
“Ah. nggak usah deh, Bu.. Cuman rusak sedikit kok, hanya
karena kena angin jadi arahnya
berubah.”
“Jangan begitu, nanti Ibu nggak
mau nyervis ke tempatmu lagi
lho.” “Wah.. tapi saya cuman
sebentar saja kerjanya.”
“Iya, bagaimanapun khan kamu
sudah keluar keringat, jadi ibu
mesti bayar. Nanti siang yach,
kamu ke rumah ibu. Ibu tunggu lho.”
“Iya dech kalau Ibu maunya
begitu, tapi sebelumnya terima
kasih, Bu.”
Begitulah akhirnya aku nongol
lagi di rumah Ibu Yuli. Lagi-lagi Nita yang menerimaku.
“Wah, terlambat Oom. Ibu dari
tadi nungguin Oom datang.
Barusan saja Ibu pergi arisan ke
kantornya. Tapi masuk saja
Oom, soalnya ada titipan dari ibu.”
Sampai di dalam, kelihatannya
Nita tengah belajar bersama
dengan teman-temannya. Ada 3
orang cewek sebayanya lagi
asyik membahas soal Fisika. Dan kedatanganku sedikit memecah
konsentrasi mereka. Kuamati
sekilas teman Nita kok cakep-
cakep yach. Aku membalas
sapaan mereka yang ramah.
“Kenalin ini Oom gue yang baru datang dari Jawa Tengah.”
Kaget juga aku dikerjain Nita.
Satu persatu kusalami mereka,
Lusi, Ita, dan Indra. Senyum
mereka ceria sekali. Di usia
mereka memang belum mengenal kepahitan hidup. Semuanya
serba mudah, mau ini tinggal
bilang ke mama, mau itu tinggal
bilang ke papa. Dasar anak keju.
Ketiganya memang jelas
kelihatan anak orang kaya. Penampilan, gaya, dan kulit
mulus mereka yang membedakan
dari orang miskin. Lusi punya
lesung pipit seperti aktris Italy.
Ita wajahnya mengingatkanku
pada seorang aktris sinetron yang lemah lembut, tapi yang ini
agak genit. Indra yang berbadan
paling besar mirip seorang
aktris Mandarin. Persis aktris-
aktris lagi makan rujak bareng.
Habis aku paling bingung kalau mendeskripsikan wanita cantik,
rasanya nggak cukup selembar
folio.
Aku menurut saja ketika
tanganku di seret ke dalam oleh
Nita sambil berpamitan pada temannya mau mengantar
Oomnya ke kamar. Dan setelah
mengunci pintu kamar,
kekagetanku tambah satu lagi.
Tubuhku langsung direbahkan ke
kasur, lalu menindihku sambil mulutnya menciumiku.
“Oom, Nita mau lagi.”
rengeknya manja. Ya, ampun
sungguh mati aku nggak bisa
menolaknya. Aku pun segera
membalas ciumannya. Nafsu birahiku menanjak tajam. Anita
yang masih mengenakan
seragam SMP-nya terguling ke
samping hingga giliranku yang di
atas. Kancing bajunya satu demi
satu kulepas. Buah dadanya yang terbungkus BH kuremas
dengan gemas. Dari leher hingga
perutnya kutelusuri agak brutal.
Dan Nita yang meronta-ronta
tak kuberi ampun sedikitpun.
Kakinya mengangkang lebar kala tanganku mulai merambat ke
atas pahanya dan berhenti
tepat di tengah selangkangan.
Gundukan kemaluan yang empuk
membuat tanganku gemetar
kala meremasnya. Dan jari tengahku mencongkel sebuah
liang yang menganga di
tengahnya. Celana dalam Nita
mulai lembab kelihatannya tak
tahan menghadapi serangan
yang bertubi-tubi. Akupun sangat merindukan Nita,
hingga rasanya tak sabar lagi
untuk segera menancapkan
batang kemaluanku. Segera
kupeloroti celana dalamnya
setelah roknya kusingkap ke atas. Kerinduan akan baunya
yang khas membuat kepalaku
tertarik ke arah kemaluan Nita,
lalu kubenamkan di sela
pahanya. Mulutku memperoleh
kenikmatan yang tiada tara kala mengunyah dan memainkan
bibirku pada bibir kemaluannya.
Nita pun semakin menggila
gerakannya apalagi bila lidahku
mengorek-ngorek isi
kemaluannya. Nikmat sekali rasanya. Klitorisnya yang
menyembul kecil jadi sasaran bila
Nita menghentak badannya ke
atas. Sepertinya Nita sudah
‘out of control’ karena
tangannya dengan kacau meremas segala yang dapat
diraih. Demikian juga halnya
denganku, entah berapa cc
cairan memabukkan yang telah
kureguk.
Batang kemaluanku yang sudah ‘maximal’ kuarahkan ke liang
senggama Nita. Sekilas kulihat
Nita menggigit bibirnya sendiri
menanti kedatangan punyaku.
Akupun tak ingin menyia-
nyiakan kesempatan yang sangat langka ini. Benar-benar
kunikmati tiap tahapan
batangku melesak ke dalam
liang kemaluannya. Sedikit demi
sedikit batang kemaluanku
kutekan ke bawah. Indah sekali menyaksikan perubahan wajah
Nita kala makin dalam
kemaluanku menelusuri liang
kemaluannnya. Akhirnya,
“Blesss..”
Habis sudah seluruh batang kemaluanku terbenam ke liang
kenikmatannya. Selanjutnya
dengan lancar kutarik dan
kubenamkan lagi. Makin lama
makin asyik saja. Memang luar
biasa kemaluan Nita, begitu lembut dan mencengkeram. Ingin
rasanya berlama-lama dalam
liang kemaluannya. Semakin lama
semakin dahsyat aku
menghujamkan batangku sampai
Nita menjerit tak kuasa menahan kenikmatan yang
menjajahnya. Hingga akhirnya
Nita berkelojotan sambil
meremas ganas rambutku.
Wajahnya tersapu warna merah
seakan segenap pembuluh darahnya menegang kencang,
hingga mulutnya meneriakkan
jeritan yang panjang. Kiranya
Nita tengah mengalami puncak
orgasme yang merasuki segenap
ujung syarafnya. Menyaksikan pemandangan
seperti ini membuatku makin
cepat mengayunkan batang
kemaluanku. Dan rasanya aku
tak bisa menahan lebih lama
lagi, lebih lama lagi.., lebih lama lagi. Secepatnya kucabut batang
kemaluanku dan segera
kuarahkan ke mulut Nita. Nita
agak gugup menerima batang
kemaluanku. Tapi nalurinya
bekerja dengan baik, mulutnya segera menganga dan langsung
mengulum batang kemaluanku.
Dan kala aku meledakkan lahar,
lidahnya menjilati sekujur batang
kemaluanku. Tubuhku rasanya
langsung luruh, tenagaku terkuras habis-habisan.
Beberapa kali batang
kemaluanku mengejut dan
mengeluarkan lahar. Oh, my God..
Keasyikanku berdua dengan Nita
membuat kami tidak merasakan jam yang terus berjalan. Tidak
terasa hampir 3 jam kami
meninggalkan teman-teman Nita
di luar. Sekilas terdengar suara
kasak-kusuk, seperti ada orang
lagi mengintip perbuatan kami. Tapi saking asyiknya menikmati
tubuh Nita, aku jadi tak
mempedulikannya. Kulirik Nita
masih tergolek tanpa penutup
apa-apa dengan tubuh
terlentang kelelahan. Wajahnya yang terlihat polos sangat indah
dengan paduan tubuh kecil yang
mulus. Kakinya masih membuka
lebar, seperti sengaja
memamerkan keindahan lekukan
di selangkangannya. Gundukan kemaluannya memang belum
berbulu sehingga jelas kelihatan
bibir kemaluannya yang merah
muda.
“Nit, teman-temanmu
kelihatannya lagi pada ngintip lho.” kataku berbisik di
telinganya.
“Hehhh..?” jawabnya sambil
segera menutupi tubuhnya
dengan selimut.
“Teman-temanmu…” sekali lagi aku meyakinkannya sambil
menunjuk ke pintu.
“Wwaduhh, gimana nich.. Oom.”
“Tenang aja, cepat pakai baju
lagi dan seakan-akan nggak ada
apa-apa, okey?” “Tapi Nita jadi malu sama
mereka dong,” katanya manja
dan wajahnya berubah merah
sekali.
“Sudah dech jangan dipikirin,
anggap aja kita nggak tahu kalau mereka pada ngintip.”
Akhirnya kami keluar kamar
juga, dan teman-teman Nita
kelihatan sekali pura-pura sibuk
mengerjakan soal-soal. Terlebih
wajah mereka bertiga tersapu rona merah, dan tampak
menahan senyum. Wah agak
grogi juga aku untuk menyapa
mereka. Sekali lagi aku
tertolong oleh usiaku yang jauh
di atas mereka. Kata orang langkah awal memang sulit
untuk dilakukan.
“Hallo, belum selesai nich soal-
soalnya?” kata awal yang
akhirnya meluncur juga.
“Iya Oomm..” seperti koor mereka menjawab serentak. Dan
makin memperlihatkan
kegugupan mereka.
Boleh juga nich. Dan ide-ide
cemerlang pun segera
bermunculan, barangkali tidak terpikirkan oleh seorang
Einstein.
“Sebaiknya istirahat dulu biar
fresh pikiran kita, jadi nanti kita
akan dengan mudah
mengerjakan soal-soal rumit kayak gitu,” Saranku menirukan
seorang psikiater. Sebab
menurut hematku mereka pasti
juga turut terangsang mengintip
perbuatan kami. Dengan kata
lain mereka menyetujui perbuatan itu, kalau nggak
setuju yach jelas nggak mau
ngintip. Jadi kesimpulannya kalau
mereka mau mengintip berarti
juga mau untuk berbuat seperti
itu. “Begini, Oom tahu kalau kalian
tadi ngintip Oom di kamar. Tapi
kalian tidak perlu kuatir sama
Oom. Oom nggak marah kok.
Malah senang bisa memberi
kalian pelajaran baru. Tapi Oom juga kepingin lihat kalian
telanjang juga dong, biar adil
namanya. Iya, nggak.?”
Seketika wajah mereka
bertambah merah padam,
antara malu dan takut. “Maaf Oom, tadi kami tidak
sengaja mengintip.” kata Indra
ketakutan sambil merapatkan
pahanya.
“Baiklah kalau begitu Oom tidak
mau memaksa kalian, Oom juga sayang sama kalian. Kalian
semua cantik-cantik. Sekarang
daripada kalian ngintip, Oom
nggak keberatan untuk nunjukin
burung oom. Lihat yach dan
kalian semua harus memegangnya. Yang nggak mau
megang nanti Oom telanjangin!”
Suaraku bertambah nada
ancaman. Dan aku pun segera
membuka reitsleting celana
sekaligus memelorotkannya berikut celana dalam, hingga
burungku yang ngaceng melihat
kepolosan mereka langsung
nyelonong keluar. Serempak
Indra, Lusi, dan Ita menutup
wajah mereka. Aku acuh saja mendekati mereka satu persatu
dan menarik tangannya untuk
memegang burungku. Mulanya
tangan mereka kaku sekali tapi
jadi mengendur kala menempel
burungku. Nita yang sedari tadi hanya
menonton langsung memprotes
kelakuanku.
“Sudahlah Oom jangan begitu,
lebih baik kita semua telanjang
bersama saja, itu memang yang paling adil. Lagian kita juga
sudah biasa mandi bersama kok,
iya khan teman-teman.”
Indra, Lusi, dan Ita diam saja
tampak malu-malu
mempertimbangkan tawaran Nita.
“Baiklah karena diam berarti
kalian setuju. Ayo dong Lus,
biasanya kamu yang paling suka
membukakan bajuku.” Kata Nita
sambil menghampiri lalu merangkul Lusi.
“Iya dech saya setuju, tapi asal
yang lain juga setuju lho.” Lusi
mengumpan lampu kuning.
“Oke, Saya juga setuju agar
konsekuen dengan perbuatan kita.” Ita menimpalinya.
“Demi kalian aku juga boleh-
boleh saja.” Akhirnya Indra juga
memberi keputusan yang
melegakan hatiku.
“Nach begitu baru kompak namanya. Yuk kita bareng-
bareng ke kamar aja..” Sahut
Nita.
Jantungku bergerak kencang
sekali, membuat langkahku
limbung. Di depanku berjalan 4 cewek imut-imut alias ABG, Nita
dan ketiga temannya, Indra,
Lusi, dan Ita, menuju kamar Nita.
Mulanya bingung harus
bagaimana, tapi situasi yang
memaksaku berbuat spontan saja. Mereka semua kusuruh
duduk berjejer di tepi ranjang.
“Begini, kalian semua nggak
perlu takut sama Oom. Oom
nggak mungkin menyakiti kalian,
kita sekarang akan bermain dalam dunia yang baru, yang
belum pernah kalian rasakan.
Kalian tak perlu malu, kalian
tinggal menuruti apa saja yang
Oom perintahkan. Sekali lagi
rileks saja, anggaplah kita sedang menjalani pengalaman
yang luar biasa.”
Banyak sekali sambutan
pembukaan yang keluar begitu
saja dari mulutku, untuk
meyakinkan mereka dan agar nanti tidak kacau. Akhirnya
mereka menganggukkan kepala
satu persatu sebagai tanda
setuju. Di wajah mereka mulai
muncul senyum-senyum kecil,
tetapi jelas tak bisa menyembunyikan rasa malunya.
Wajah mereka memerah kala
aku mengucapkan kata-kata
yang berbau gituan.
Singkat kata kusuruh mereka
semua berdiri berhadapan, berpasangan. Nita memilih Indra
sebagai pasangannya, sedang
Lusi dengan Ita. Padahal batang
kejantananku sudah gemetaran
ingin segera melabrak mereka,
tetapi nalarku yang melarangnya.
“Sekarang kalian coba saling
membukakan baju pasangan
kalian sampai tinggal BH dan
celana dalam saja. Biar nanti
sisanya Oom yang bukain.” Mulanya mereka ragu bergerak,
untunglah ada Nita yang
berpengalaman dan Ita yang
agresif sekaligus paling cantik
dan menggiurkan. Ita memang
lebih menonjol dari semuanya, badannya yang bagus
tergambar dalam baju tipisnya,
hingga BH-nya menerawang
membentuk gundukan yang
sempurna. Nita dan Ita tampak
tertawa kecil membuka kancing baju temannya yang tak bisa
mengelak lagi. Dan tentu saja
Indra membalas perbuatan Nita,
demikian pula Lusi. Wah, tak
kusangka jadi meriah sekali
persis seperti lomba makan krupuk. Hatiku bersorak girang
melihat mereka saling berebut
melepas baju pasangannya.
Sementara itu otakku terus
berputar mencari solusi terbaik
untuk step berikutnya, selalu saja setiap cara ada
kemungkinan terjadi penolakan.
Sebaiknya harus selembut
mungkin tindakanku.
Pasangan Nita dan Indra
kelihatan kompak, hingga tak banyak waktu mereka berdua
telah telanjang, hanya BH dan
celana dalam saja yang
menempel di badannya. Untuk
Nita tak perlu kuceritakan lagi,
lagian para pembaca juga sudah pernah ikut menikmati
keindahan tubuhnya pada
episode yang lalu. Sedang Indra
yang berbadan putih mulus
masih malu-malu saja, sambil
menutupi selangkangannya dengan tangan kanan ikut
menonton Ita dan Lusi yang
belum selesai. Sementara itu, Ita
dan Lusi sampai bergulingan di
lantai. Kelihatannya Lusi menolak
dibuka rok bawahnya, tapi Ita tetap ngotot menelanjanginya.
Nita dan Indra turut tertawa
menonton pergulatan seru itu.
Dan karena gemas melihat Ita
kewalahan atas pemberontakan
Lusi, Nita dan Indra segera bergerak membantu Ita dengan
memegangi kaki Lusi yang
tengah menendang-nendang.
Secepat kilat Ita memelorotkan
rok bawah Lusi sampai terlepas.
“Heehhh.. kalian curanggg.. Nggak mau, Lusi nggak mau
sama kalian lagi..” Lusi berteriak
dengan sengit dan seperti mau
menangis.
“Tenang Lusi, kita kan lagi
bersenang-senang sekarang, dan lagi kenapa kamu mesti
seperti itu. Bukankah kamu
sendiri tadi sudah ikut setuju.
Dari tadi kan Oom nggak
memaksa kamu. Yang penting
kita tidak akan menceritakan kejadian ini pada siapa pun.
Hanya kita-kita saja yang tahu.
Kalau kamu malu itu salah.
Percaya deh sama Oom.”
Untunglah saranku kelihatannya
dapat diterima, apalagi melihat Ita segera membuka bajunya
sendiri yang kusut sekali. Satu
persatu kancing bajunya dibuka,
dan sekali melorot sekujur
keindahan tubuhnya
terpampang. Tak kusangka Ita terus melepas BH-nya, kemudian
membungkuk dan melepas celana
dalamnya. Seketika jantungku
berhenti berdetak, seluruh
susunan syarafku mengeras,
sampai dada ini seperti mau meledak. Sebuah pemandangan
yang menakjubkan terpampang
begitu saja di depanku.
“Luar biasa.. Hebat.. Nah dengan
begini berarti Lusi nggak boleh
ngambek lagi lho. Lihat Ita telah membayar kontan. Yuk kalian
semua sekarang duduk lagi di
ranjang sini.” Segera mereka
sekali lagi menuruti perintahku.
Aneh memang, selama ini aku
nggak pernah kenal sama ilmu- ilmu gaib seperti di Mak Lampir,
tetapi kenyataannya kok bisa
mereka begitu saja patuh
padaku.
“Nah sekarang kalian semua
berbaring,” Mereka patuh lagi. Dengan kaki terjuntai di lantai
mereka semua membaringkan
tubuhnya.
“Sekarang kalian diam saja,
Oom akan memberi sesuatu
pengalaman baru seperti yang kalian tonton waktu Oom sama
Nita. Kalian tinggal menikmati
saja sambil menutup mata kalian
biar lebih konsentrasi.” Sengaja
aku menjatuhkan pilihan
pertama pada Lusi. Perlahan-lahan kubuka celana
dalamnya, kakinya agak
menegang. Sedikit demi sedikit
terus kutarik ke bawah.
Segundukan daging mulai
terlihat. Detak jantungku kembali berdegup cepat. Dan
lepaslah celana dalamnya tanpa
perlawanan lagi. Gundukan bukit
kecil yang bersih, dengan bulu-
bulu tipis yang mulai tumbuh di
sekelilingnya, tampak berkilatan di depanku. Sedikit kurentang
kedua kakinya hingga terlihat
sebuah celah kecil di balik bukit
itu. Lalu dengan kedua jempol
kubuka sedikit celah itu hingga
terlihat semua isinya. Aku sampai menelan air liurku sendiri
demi melihat liang kewanitaan
Lusi. Kudekatkan kepalaku agar
pemandangannya lebih jelas. Dan
memang indah sekali. Aku tak
bisa menahan lagi, segera kudekatkan mulutku dan
kulumat dengan bibir dan
lidahku. Rakus sekali lidahku
menjilati setiap bagian liang
kewanitaan Lusi, rasanya tak
ingin aku menyia-nyiakan kesempatan. Dan tiap lidahku
menekan keras ke bagian yang
menonjol di pangkal liang
kewanitaannya, Lusi mendesis
kegelian. Kombinasi lidah dan
bibir kubuat harmonis sekali. Beberapa kali Lusi mengejangkan
kakinya. Aku tak peduli akan
semerbak bau yang khas
memenuhi seputar mulutku.
Malah membuat lidahku
bergerak makin gila. Kutekankan lidahku ke lubang liang
kewanitaan Lusi yang sedikit
terbuka. Rasanya ingin masuk
lebih dalam lagi tapi tak bisa,
mungkin karena kurang keras
lidahku. Hal ini membuat Lusi beberapa kali mengerang
keenakan.
“Aduhhh.. Oommm.. enakkk
sekali.. terusss Oomm.. ohhh…”
Mulut Lusi mendesis-desis
keenakan. Dan setiap lidahku menerjang liang kewanitaannya,
Lusi menghentakkan pinggulnya
ke atas, seakan ingin
menenggelamkan lidahku ke
dalam liang kewanitaannya.
Banyak sekali cairan kental mengalir dari liang
kewanitaannya, dan seperti
kelaparan aku menelan habis-
habisan. Persis seperti orang
sedang berciuman, cuma
bedanya bibirku kali ini mengunyah bibir liang
kewanitaan Lusi hingga mulutku
berlepotan lendir.
Ita yang berbaring di sebelah
Lusi tampak gelisah, beberapa
kali kulihat dia merapat- rapatkan pahanya sendiri.
Rupanya dia ikut hanyut melihat
permainanku. Diantara mereka
berempat, dia memang yang
tercantik. Karena itulah mungkin
yang membuatnya sedikit genit, lebih matang, dan lebih
‘berbulu’. Hebat nian, anak
SMP liang kewanitaannya sudah
selebat itu. Sambil mulutku
bermain di liang kewanitaan Lusi,
sedari tadi mataku terus memperhatikan liang kewanitaan
Ita. Beberapa kali tanganku ingin
meremasnya tapi kuatir
kelakuanku bisa mengecewakan
Lusi. Habis kalau dia ngambek
bisa berantakan. Sebagai kompensasinya tanganku
meremasi kedua payudara Lusi
yang kecil dan nyaris rata
dengan dada. Putingnya yang
lembut kugosok-gosok dan
kupencet. “Lus, udah dulu yahh, nanti lain
kali Oom lanjutin lagi, yahh.”
kataku sambil megecup bibirnya.
Yang diajak ngomong tidak
menjawab, cuma wajahnya jadi
merah seperti kepiting rebus. Sekali lagi kukecup di keningnya.
Segera aku bergeser ke sebelah
dan langsung menindih tubuh Ita.
Ita yang cantik. Ita yang seksi.
Walau tengah terlentang,
payudaranya tetap tegak ke atas dan diperindah dengan
puting yang besar. Kudekatkan
bibirku ke bibirnya, langsung
menghindar. Barangkali tak
tahan mencium aroma liang
kewanitaan Lusi. Wajarlah, memang mulutku seperti habis
makan jengkol. Segera
kuturunkan mulutku ke
lehernya, kucumbui semesra
mungkin. Ita kegelian. Lalu turun
lagi. Sambil kuremasi, payudaranya segera masuk ke
mulutku. Kuhisap dan kujilati
putingnya. Karuan saja Ita
meronta-ronta. Entah kegelian
apa keenakan, aku tak peduli.
Bergantian kedua payudaranya kujilati semua permukaannya.
Nafsuku rasanya sudah di ujung
ubun-ubun. Batang
kejantananku telah mendongak
perkasa sekali, beberapa kali
berdenyut minta perhatian. Kalau saja memungkinkan ingin
rasanya segera kumasukkan ke
liang kewanitaan Ita. Sekali lagi
nalarku terkontrol, karena
memang aku sudah berjanji
pada mereka. Tidak ada liang kewanitaan yang kumasuki
batang kejantanan. Lagian
memang aku benar-benar ingin
semuanya berjalan mulus sesuai
rencana. Coba kalau tiba-tiba
ada yang menangis karena menyesal memberikan perawan
mereka begitu saja padaku.
Nggaklah.
Kaki Ita kurenggangkan sedikit.
Bukit Berbunganya indah sekali.
Yang namanya labia mayora sebetulnya nggak karuan
bentuknya tapi selalu
memancarkan keajaiban
magnetis bagi setiap pria yang
memandangnya (tentu yang
normal atau paling tidak seperti aku). Barangkali kalau aku yang
bikin daftar keajaiban dunia,
Labia Mayora menempati urutan
teratas. Siapa setuju kirim email,
nanti kubawa berkas
dukungannya ke Majelis liang kewanitaan Nasional.
Singkat kata segera mulutku
kembali beroperasi di wilayah
ajaib itu. Pelan-pelan kutarik
dengan bibirku kedua labia
mayora kepunyaan Ita secara bergantian. Kemudian, lidahku
mencongkel keras ke pangkal
pertemuan pasangan labia itu,
dan berputar-putar di tonjolan
daging kecilnya yang konon
paling rawan sentuhan. Memang luar biasa efek sampingnya,
seketika sekujur tubuh Ita
bergoncang. Makin keras
goncangannya, makin gila pula
lidahku berayun-ayun. Aroma
yang khas muncul lagi seiring mengalirnya lendir encer. Harta
terpendam inilah yang kucari.
Lidahku terus menyongsong ke
dalam liang kewanitaan Ita.
Ita yang meronta-ronta
menahan gejolak penjarahan liang kewanitaannya, berinisiatif
mengambil bantal dan
meletakkan di bawah pantatnya.
Aku sampai heran perawan kecil
ini kok sudah punya insting
yang baik. Sambil kedua kakinya nangkring di pundakku, Ita
membiarkan aku dengan leluasa
menjelajahi seisi liang
kewanitaannya. Kali ini lidahku
berhasil masuk semua ke dalam
liang kewanitaan, enak sekali. Aku sudah tidak tahan lagi,
segera tangan kananku
mengocok batang kejantananku
sambil segera berpindah ke
sebelah lagi. Kali ini giliran Indra
yang kelihatannya berdebar- debar menunggu giliran. Itu
terlihat dari gerakan matanya
yang gelisah. Tanpa basa-basi
lagi kuraih sebuah bantal dan
kuletakkan di bawah pantatnya,
dan kurentangkan kedua kakinya menjepit badanku yang
berlutut di lantai. Liang
kewanitaannya merekah persis
di depan hidungku. Sambil terus
mengocok batang kejantanan,
segera lidahku menerobos ke lubang senggamanya. Indra
sempat berontak. Duilah aku
sampai kesurupan, lupa sama
teman bermain yang masih
yunior. Oke, sofly and gently
again maunya. Sambil menahan nafas yang
sebetulnya sudah ngos-ngosan
(nggak sempat minum extra
joss) kucumbui liang kewanitaan
Indra. Liang kewanitaan yang
satu ini agak gemuk dan berbulu walau tak selebat milik
Ita. Walau tak seindah milik Ita,
tapi tetap punya daya tarik
tersendiri. Belum lagi aromanya
yang semerbak harumnya. Tetap
pelan-pelan, kutelusuri tiap lekukan yang ada di liang
kewanitaannya. Sedap juga lho
bermain slowly seperti ini.
Klitorisnya yang agak besar
bergoyang mengikuti gerakan
lidahku. Entah kata-kata apa saja yang keluar dari mulut
Indra. Kurang jelas memang. Tapi
kuyakini itu suara erangan dan
rintihan wanita yang tengah
enjoy dan penuh semangat.
Membakar semangatku pula dalam memacu tanganku pada
batang kejantanan sendiri.
Kedengarannya tragis sekali.
Bak peribahasa orang kelaparan
dalam lumbung padi.
Pantat Indra yang padat dan besar membuat lubang anusnya
ikut terbuka waktu diganjal
bantal. Tanpa rasa jijik
sedikitpun kujilat-jilat anusnya.
Indra makin mengaduh keenakan
apalagi kala lidahku mencoba menerobos masuk ke anusnya.
Indra pun menunjukkan kerja
sama yang baik dengan
mengangkat pinggulnya. Aku pun
turut meningkatkan speed
game-nya. Agak capai juga berlutut terus, aku naik ke
atas dan menindih tubuh Indra.
Kuciumi sekujur payudaranya
yang tak kalah kencang dengan
punya Ita. Dan walau kalah
besar, keindahannya susah untuk dinilai. Sambil menciumi
payudaranya, tanganku makin
cepat mengocok batang
kejantanan sendiri. Akhirnya aku
tak dapat menahan lebih lama
lagi, sekujur tubuhku tiba-tiba menegang. Seiring dengan
semburan keras yang berapi-api
di batang kejantananku, segera
aku melumat habis mulut Indra
yang mungil. Lidah Indra memberi
sambutan hangat dengan mengais-ngais lidahku.
Selepasnya kami bercengkarama,
mereka semua kecuali Anita
akhirnya minta pamit setelah
sebelumnya mereka memakai
pakaiannya kembali. Setelah mereka pergi, saya melakukan
percintaan dengan Anita kembali
hingga 1 jam sebelum jam 6
karena Ibu Yuli akan pulang ke
rumah pada jam 6 tepat. Selesai
kami bercinta, saya berpura- pura mengerjakan antena
parabola itu sambil sekali-kali
mengerlingkan mata kepada
Anita walaupun ibunya sedang
mengerjakan tugas kantor di
sisinya.


Tamat

[ back ][ home ]

Cerita terbaru & Video Terheboh

Web Site Hit Counter