watch sexy videos at nza-vids!
Wap builder

Pemerkosa

Tiba-tiba sebuah suara keras
membangunkan kami di tengah
malam. Fatimah istriku memeluk
lenganku saking ketakutannya.
Suara itu datang dari arah
dapur. Sepertinya kaca yang jatuh berantakan. Naluriku
mengatakan ada hal yang tak
beres ada di dalam rumah ini.
Aku bangun dan menyalakan
lampu. Istriku berusaha menahan
aku. Dengan hati-hati aku bangun dan membuka pintu dan
melangkah ke dapur.
Aku kaget dengan ketakutan
yang amat saat muncul sosok
asing di bawah jendela dapurku.
Nampak di lantai kaca jendela pecah berserakan. Pasti dia ini
maling yang hendak mencuri di
rumah kami. Sama-sama
kaget dengan gesitnya pencuri
ini berdiri dan melangkah
pendek menyambar pisau dapur kami yang tidak jauh dari
tempatnya. Orang ini lebih gede
dari aku. Dengan rambut dan
jambangnya yang nggak
bercukur nampak begitu sangar.
Dengan pakaiannya yang T. Shirt gelap dan celana jean
bolong-bolong dia menyeringai
mengancam aku dengan pisau
dapur itu.
Aku memang lelaki yang nggak
pernah tahu bagaimana berkelahi. Melihat ulah maling ini
langsung nyaliku putus. Dengan
gemetar yang sangat aku
berlari kembali ke kamar tidurku
dan menutup pintunya. Namun
kalah cepat dengan maling itu. Aku berusaha keras menekan
untuk mengunci sebaliknya
maling itu terus mendorong
dengan kuatnya. Istriku histeris
berteriak-teriak ketakutan,
“Ada apa Maass.. Toloonngg.. Tolongg..”
Namun teriakan itu pasti sia-sia.
Rumah kami adalah rumah baru
di perumahan yang belum
banyak penghuninya. Tetangga
terdekat kami adalah Pak RT yang jaraknya sekitar 30 rumah
kosong, yang belum
berpenghuni, dari rumah kami.
Sementara di arah yang
berbeda adalah bentangan kali
dan sawah yang luas berpetak- petak. Sejak pernikahan kami 2
tahun yang lalu, inilah rumah
kredit kami yang baru kami
tinggali selama 2 bulan ini.
Upaya tarik dan dorong pintu
itu dengan pasti dimenangkan oleh si maling. Aku terdepak
jatuh ke lantai dan maling itu
dengan leluasa memasuki kamar
tidur kami. Dia mengacung-
acungkan pisau dapur ke
isteriku agar tidak berteriak- teriak sambil mengancam hendak
memotong leherku. Istriku
seketika ‘klakep’ sepi. Sambil
menodongkan pisau ke leherku
dengan kasar aku diraihnya
dengan menarik bajuku keluar dari kamar. Matanya nampak
menyapu ruangan keluarga dan
menarikku mendekat ke lemari
perabot. Pasti di nyari-nyari
benda berharga yang kami
simpan. Dia menemukan lakban di
tumpukkan macam-macam
peralatan. Dengan setengah
membanting dia mendorong aku
agar duduk di lantai. Dia me-
lakban tangan dan kakiku kemudian mulutku hingga aku
benar-benar bungkem. Dalam
keadaan tak berkutik aku
ditariknya kembali ke kamar
tidurku. Istriku kembali berteriak
sambil menangis histeris. Namun itu hanya sesaat.
Maling ini sungguh
berpengalaman dan berdarah
dingin. Dia hanya bilang,
“Diam nyonya cantiikk.. Jangan
membuat aku kalap lhoo..” kembali istriku ‘klakep’ dan
sepi.
Nampak maling itu menyapukan
pandangannya ke Kamar
tidurku. Dia melihati jendela,
lemari, tempat tidur, rak kset dan pesawat radio di kamarku.
Dia sepertinya berpikir.
Semuanya kusaksikan dalam
kelumpuhan dan kebisuanku
karena lakban yang mengikat
kaki tanganku dan membungkam rapat mulutku.
Tiba-tiba maling itu mendekati
Fatimah istriku yang gemetar
menggulung tubuhnya di pojok
ranjang karena shock dan
histeris dengan peristiwa yang sedang terjadi. Dengan
lakbannya dia langsung bekap
mulutnya dan direbahkannya
tubuhnya di ranjang. Aku tak
kuasa apa-apa hanya mampu
tergolek dan berkedip-kedip di lantai. Aku melihat bagaimana
sorot mata ketakutan pada
wajah Fatimah istriku itu.
Ternyata maling itu
merentangkan tangan istriku
dan mengikatnya terpisah di kanan kiri kisi-kisi ranjang kayu
kami. Demikian pula pada
kakinya. Dia rentangkan dan
ikat pada kaki-kaki ranjang. Dan
akhirnya yang terjadi adalah
aku yang tergolek lumpuh di lantai sementara Fatimah istriku
telentang dan terikat di ranjang
pengantin kami.
Perasaanku sungguh tidak enak.
Aku khawatir maling ini berbuat
diluar batas. Melihat sosoknya, nampak dia ini orang kasar.
Tubuhnya nampak tegar dengan
otot-ototnya yang membayang
dari T. Shirt dekilnya. Aku taksir
tingginya ada sekitar 180 cm.
Aku melihati matanya yang melotot sambil menghardik,
“Diam nyonya cantiikk..” saat
melihat istriku yang memang
nampak sangat seksi dengan
pakaian tidurnya yang serba
mini karena udara panas di kamar kami yang sempit ini.
“Aku mau makan dulu ya
sayaang.. Jangan macam-
macam”. Dia nyelonong keluar
menuju dapur. Dasar maling
nggak bermodal. Dia ngancam pakai pisauku, ngikat pakai
lakbanku sekarang makan
makananku.
Nampak istriku berontak
melepaskan diri dengan sia-sia.
Sesekali nampak matanya cemas dan ketakutan Memandang aku.
Aku menggeleng-gelengkan
kepalaku dengan maksud
melarangnya bergerak banyak.
Hemat tenaga.
Sesudah makan maling itu gelatakan membukai Berbagai
lemari dan laci-laci di rumah. Dia
nggak akan dapatkan apa-apa
karena memang kami nggak
punya apa- apa. Aku bayangkan
betapa wajahnya akan kecewa karena kecele. Kudengar suara
gerutu. Nampaknya dia marah.
Dengan menendang pintu dia
kembali masuk kamar tidur kami.
Membuka lemari pakaian dan
mengaduk-adukkannya. Dilempar-lemparkannya isi lemari
hingga lantai penuh berserakan.
Dia buka kotak perhiasan
istriku. Dibuang-buangnya
perhiasan imitasi istriku.
Karena tak mendapatkan apa yang dicari Maling mengalihkan
sasaran kekecewaan. Dia
pandangi istriku yang telentang
dalam ikatan di ranjang. Dia
mendekat sambil menghardik,
“Mana uang, manaa..? Dasar miskin yaa..? Kamu umpetin
dimana..?”
Tangannya yang mengkilat
berotot bergerak meraih baju
tidur istriku kemudian
menariknya dengan keras hingga robek dan putus
kancing-kancingnya. Dan yang
kemudian nampak terpampang
adalah bukit kembar yang
begitu indah. Payudara Fatimah
yang sangat ranum dan padat yang memang selalu tanpa BH
setiap waktu tidur. Nampak
sekali wajah maling itu
terkesima.
Kini aku benar-benar sangat
takut. Segala Kemungkinan bisa terjadi. Aku saksikan adanya
perubahan raut mukanya.
Sesudah tidak mendapatkan
uang atau benda berharga dia
jadi penasaran. Dia merasa
berhak mendapat pengganti yang setimpal. Maling itu lebih
mendekat lagi ke Fatimah dan
dengan terus memandangi buah
dadanya yang sangat sensual
itu. Pelan-pelan dia duduk
ditepian ranjang. “Dimana kamu simpan uangmu
nyonya cantiikk..?” sambil
tangan turun menyentuh tubuh
Fatimah yang sama sekali tak
bisa menolak karena kaki dan
tangannyaterikat lakban itu. Dan tangan itu mulai mengelusi
dekat Payudaranya.
Ampuunn.. Kulihat bagaimana
mata Fatimah demikian paniknya.
Dia merem memejamkan
matanya sambil Memperdengarkan suara dari
hidungnya,
“Hheehh.. Hheehh.. Heehh..”.
Istriku mengeluarkan air mata
dan menangis, menggeleng-
geleng kepalanya sambil mengeluarkan dengus dari
hidungnya.
Dan sentuhan maling itu tidak
berhenti di tempat. Air mata
istriku merangsang dia semakin
brutal. Tangan-tangannya dengan tanpa ragu mengelus-
elus dan kemudian meremas-
remas buah dada Fatimah serta
bagian tubuh sensitive lainnya.
Hal ini benar-benar membuat
darahku menggelegak marah. Aku harus berbuat sesuatu
yang bias menghentikan semua
ini apapun risikonya. Yang
kemudian bisa kulakukan adalah
menggerakkan kakiku yang
terikat, menekuk dan kemudian menendangkan ke tepian
ranjangku. Maling itu terkaget
namun sama sekali tidak
bergeming.
“Hey, brengsek. Mau ngapain
kamu. Jangan macam-macam. Jangan ganggu istrimu yang
sedang menikmati pijitanku,”dia
menghardik aku. Dan aku
memang langsung putus asa.
Aku tak mungkin berbuat apa-
apa lagi. Kini hanya batinku yang meratapi kejadian ini.
Dan yang terjadi berikutnya
adalah sesuatu Yang benar-
benar mengerikan. Maling itu
menarik robek seluruh busana
tidur istriku. Dia benar-benar membuat Fatimah telanjang
kecuali celana dalamnya. Lantas
dia rebah merapatkan tubuhnya
disampingnya. Istriku nampak
bak rusa rubuh dalam terkaman
serigala. Dan kini pemangsanya mendekat untuk mencabik-cabik
untuk menikmati tubuhnya.
Dari matanya mengalir air mata
dukanya. Dia tak mampu
berpuat apa-apa lagi. Dalam
setengah telanjangnya aku kian menyadari betapa cantiknya
Fatimah istriku ini. Dia tunjukkan
betapa bagian-bagian tubuhnya
menampilkan sensualitas yang
pasti menyilaukan setiap lelaki
yang memandangnya. Rambutnya yang mawut terurai, pertemuan
lengan dan bahu melahirkan
lembah ketiak yang bias
menggoyahkan iman para lelaki.
Payudaranya yang membusung
ranum dengan pentilnya yang merah ungu sebesar ujung jari
kelingking sangat menantang.
Perut dengan pinggulnya yang..
Uuhh.. Begitu dahsyat
mempesona syahwat. Aku sendiri
terheran bagaimana aku bisa menyunting dewi secantik ini.
Dan kini maling brutal itu
menenggelamkan mukanya ke
dadanya. Dia menciumi dan
menyusu Payudaranya seperti
bayi. Dia mengenyoti pentil istriku yang nampaknya
berusaha berontak dengan
menggeliat-geliatkan tubuhnya
yang dipastikan sia-sia. Dengan
semakin beringas nafsu
nyolongnya kini berubah menjadi nafsu binatang yang dipenuhi
birahi.
Dengan gampang dia
menjelajahkan moncongnya ke
sekujur tubuh Fatimah. Dia
merangsek menjilat-jilat dan menciumi ketiak istriku yang
sangat sensual itu. Inilah pesta
besarnya. Dia mungkin tak
pernah membayangkan akan
mencicipi nikmat tidur dengan
perempuan secantik Fatimah istriku ini.
Menjarah dengan kenyotan,
jilatan dan ciumannya maling ini
merangsek ke tepian pinggul
Fatimah dan kemudian naik ke
perutnya. Dengan berdengus- dengus dan nafasnya yang
memburu dia menjilati puser
Fatimah sambil tangannya
gerayangan ke segala arah
meremas dan nampak terkadang
sedikit mencakar menyalurkan gelegak nafsu birahinya.
Perlawanan istriku sudah sangat
melemah. Yang terdengar
hanyalah gumam dengus mulut
tersumpal sambil menggeleng-
gelengkan kepalanya sebagai ungkapan penolakannya.
Mungkin ketakutan serta
kelelahannya membuat stamina-
nya ‘down’ dan lumpuh.
Sementara sang maling terus
melumati perut dan menjilat- jilat bagian-bagian sensual
tubuhnya.
Kebringasan serta kebrutalan
hasrat syahwat maling ini
semakin meroket ke puncak.
Jelas akan memperkosa istriku di depan aku suaminya. Dia
bangun dari ranjang dan dengan
cepat melepasi T. Shirt serta
celana dekilnya. Dia menelanjangi
dirinya. Aku terkesima. Maling itu
memiliki postur tubuh yang sangat atletis dan menawan
menurut ukuran tampilan tubuh
lelaki. Dengan warna kulitnya
yang coklat kehitaman berkilat
karena keringatnya nampak
dadanya, otot lengannya perutnya begitu kencang
seperti pelaku binaraga. Tungkai
kakinya, paha dan betisnya
sungguh serasi banget.
Yang membuat aku terperangah
adalah kemaluannya. kont*l maling itu begitu mempesona.
Muncul dari rimbun jembutnya
kont*l itu tegak ngaceng
dengan bonggol kepalanya yang
juga berkilatan karena kerasnya
tekanan darah syahwatnya yang mendesakinya. Besar dan
panjangnya di atas rata-rata
kemaluan orang Asia dan
nampak sangat serasi dalam
warna hitaman pada awalnya
kemudian sedikit belang kecoklatan pada leher dan
ujungnya. Lubang kencingnya
muncul dari belahan bonggol
yang mekar menantang.
Kesan kekumuhan awal yang
kutemui dari rambut dan jambang yang tak bercukur
serta pakaiannya yang dekil
langsung musnah begitu lelaki
maling ini bertelanjang. Dia
nampak sangat jantan macam
jagoan. Dalam ketakutan dan panik
istriku Fatimah melihat saat
maling itu bangun dan dengan
cepat melepasi pakaiannya.
Begitu lelaki maling itu benar-
benar telanjang aku melihat perubahan pada wajah dan
mata istriku. Wajah dan
pandangannya nampak terpana.
Yang belumnya layu dan kuyu
kini beringas dengan mata yang
membelalak. Mungkin karena ketakutannya yang semakin jadi
atau karena adanya ’surprise’
yang tampil dari sosok lelaki
telanjang yang kini ada
bersamanya diranjangnya.
Anehnya pandangannya itu tak dilepaskannya hingga ekor
matanya mengikuti kemanapun
lelaki maling itu bergerak.
Walaupun aku tak berani
menyimpulkan secara pasti,
menurut pendapatku wajah macam itu adalah wajah yang
diterpa hasrat birahi. Adakah
birahi Fatimah bangkit dan
berhasrat pada lelaki maling
yang dengan brutal telah
mengikat dan menelanjangi tubuhnya di depan suaminya itu.
Ataukah ’surprise’ yang
disuguhkan lelaki itu telah
membalik 180 derajat dari
takut, marah dan benci menjadi
dorongan syahwat yang dahsyat yang melanda seluruh
sanubarinya? Ahh.. Aku dirasuki
cemburu buta. Aku sering
mendengar perempuan yang
jatuh cinta dengan penculiknya.
Lelaki maling turun dari ranjang dan merangkak di depan arah
kaki Fatimah yang terikat. Dia
meraih kaki Fatimah yang
terikat dan mulai dengan
menjilatinya. Lidahnya menyapu
ujung-ujung jari kaki istriku kemudian mengulumnya.
Aku menyaksikan kaki Fatimah
yang seakan disengat listrik
ribuan watt. Kaget meronta dan
meregang- regang. Aku tidak
pasti. Apakah itu gerak kaki untuk berontak atau menahan
kegelian syahwati. Sementara
lelaki maling itu terus
menyerang dengan jilatan-
jilatannya di telapaknya.
Demikian dia melakukan pada kedua tungkai kaki istriku untuk
mengawali lumatan dan jialatan
selanjutnya menuju puncak
nikmat syahwatnya.
Dengan caranya maling itu
memang sengaja Menjatuhkan martabatku sebagai suami
Fatimah.
“Mas, istrimu enak banget loh.
Boleh aku ent*t ya? Boleh.. Ha
ha. Aku ent*t istrimu yaa..”
Dan aku disini yang tergolek macam batang pisang tak
berdaya hanya mampu
menerawang dan menelan ludah.
Namun ada yang mulai
merambati dan merasuk ke
dalam sanubariku. Aku ingin tahu, macam apa wajah Fatimah
saat kont*l maling itu nanti
menembusi kemaluannya. Dan
keinginan tahuku itu ternyata
mulai merangsang syahwat
birahiku. Dalam tergolek sambil mata tak lepas memandangi ulah
lelaki maling telanjang yang
melata bak kadal komodo di
atas tubuh pasrah istriku yang
jelita kont*lku jadi menegang.
Aku ngaceng. Kusaksikan betapa maling itu
merangsek ke Selangkangan
istriku. Dia menciumi dan
menyedoti paha Fatimah serta
meninggalkan merah cupang di
setiap rambahannya. Namun yang membuat jantungku
berdegup kencang adalah
geliat-geliat tubuh istriku yang
terikat serta desah dari
mulutnya yang terbungkam. Aku
sama sekali tidak melihatnya sebagai perlawanan seorang
yang sedang disakiti dan
dirampas kehormatannya. Istriku
nampak begitu hanyut
menikmati ulah maling itu.
Aku memastikan bahwa Fatimah telah tenggelam dalam hasrat
seksualnya. Dia menggeliat-geliat
dan menggoyang-goyangkan
tubuhnya teristimewa pinggul
serta pantatnya. Fatimah
dilanda kegatalan birahi yang sangat dahsyat dan kini
nuraninya terus menjemput dan
merindui kenyotan bibir si maling
itu. Dalam pada itu aku
berusaha tetap berpikir positip.
Bahwa sangat berat menolak godaan syahwat sebagaimana
yang sedang dialaminya. Secara
pelan dan pasti kont*lku sendiri
semakin keras dan tegak
menyaksikan yangharus aku
saksikan itu. Dan klimaks dari pergulatan
‘perkosaan’ itu terjadi. Lelaki
maling itu menenggelamkan
bibirnya ke Bibir vagina Fatimah.
Dia menyedot dan mengenyoti
itil istriku dan meneruakkan lidahnya menembusi gerbang
kemaluannya. Tak terelakkan..
Dalam kucuran keringat yang
terperas dari tubuhnya Fatimah
menjerit dalam gumam desahnya.
Pantatnya semakin diangkatnya tinggi-tinggi. Dia nampak hendak
meraih orgasmenya. Bukan main.
Biasanya sangat sulit bagi
Fatimah menemukan orgasme.
Kali ini belum juga maling itu
melakukan penetrasi dia telah dekat pada puncak kepuasan
syahwatnya. Ah.. Lihat ituu..
Benar.. Fatimah meraih
orgasmenya.. Nittaa..
Dia mengangkat tinggi
pantatnya dan tetap Diangkatnya hingga beberapa
saat sambil terkejat-kejat.
Nampak walaupun tangannya
terikat jari-jarinya mengepal
seakan hendak meremas
sesuatu. Dan kaki-kakinya yang meregang mengungkapkan
betapa nikmat syahwat sedang
melandanya. Itulah yang bisa
ditampilkan olehnya dikarenakan
tangan serta kakinya masih
terikat ke ranjang. Dan sang maling tanggap.
Sebelum keburu Fatimah
Kelelahan dia naik menindih
tubuh istriku dan menuntun
kont*lnya ke lubang vaginanya.
Beberapa kali dia mengocok kecil sebelum akhirnya kemaluan yang
lumayan gede dan panjangnya
itu tembus dan amblas ditelan
mem*k istriku.
Maling itu langsung mengayun-
ayunkan kont*lnya ke lubang nikmat yang sepertinya
disemangati oleh istriku dengan
menggoyang dan mengangkat-
angkat pantat dan pinggulnya
agar kont*l itu bisa menyentuhi
gerbang rahimnya. Aku sendiri demikian terbakar
birahi Menyaksikan peristiwa itu.
Khususnya bagaimana wajah
istriku dengan rambutnya yang
berkeringat mawut jatugh ke
dahi dan alisnya. kont*lku sangat tertahan oleh celana
sempitku. Aku tak mampu
melakukan apa-apa untuk
Melepaskan dorongan
syahwatku.
Genjotan maling itu semakin cepat dan sering. Aku pastikan
bahwa maling itu sedang
dirambati nikmat birahinya.
kont*lnya yang semakin tegar
kaku nampak licin berkilat
karena cairan birahi yang melumurinya nampak seperti
piston diesel keluar masuk
menembusi mem*k istriku. Aku
bayangkan betapa nikmat
melanda istriku. Dengan
kondisinya yang tetap terikat di ranjang, pantatnya nampak naik
turun atau mengegos menimpali
pompan kont*l lelaki maling itu.
Sebentar lagi spermanya akan
muncrat mengisi rongga
kemaluan istriku. Dan nampaknya istrikupun akan
mendapatkan orgasmenya
kembali. Orgasme beruntun.
Bukan main. Selama menikah aku
bisa hitung berapa kali dia
berkejat-kejat menjemput orgasmenya. Namun bersama
maling ini tidak sampai 1 jam dia
hendak menjemput orgasmenya
yang ke dua.
Saat-saat puncak orgasme
serta ejakulasinya semakin dekat, lelaki itu mendekatkan
wajahnya ke wajah Fatimah dan
tangannya meraih kemudian
melepas lakban di mulut istriku.
Namun dia tak memberinya
kesempatan untuk teriak. Mulutnya langsung menyumpal
mulut istriku. Aku saksikan
mereka saling berpagut. Dan itu
bukan pagutan paksa. Istriku
nampak menimpali lumatan bibir
maling itu. Mereka tenggelam dalam nikmatnya pagutan. Dan
ahh.. ahh.. aahh..
Maling itu melepas cepat
pagutannya dan sedikit bangkit.
Dia menyambar pisau dapur
yang masih ada di dekatnya. Dengan masing-masing sekali
sabetan kedua ikatan tangan
Fatimah terbebas. Dan pisau itu
langsung dilemparkannya ke
lantai. Tangan maling itu cepat
memeluki tubuh istriku serta bibirnya memagutinya. Dan
tanpa ayal dan ragu begitu
terbebas tangan istriku
langsung memeluki tubuh lelaki
maling ini. Kini aku menyaksikan
persetubuhan yang nyaris sempurna. Lelaki maling bersama
Fatimah istriku langsung
tenggelam mendekati puncak
syahwatnya.
Hingga…
“Aarrcchh.. Cantikk.. Aku keluaarr..
Hhoohh.. Ampun
enaknyaa..”
Istriku juga mendesis hebat, tak
ada omongan namun jelas, dia
kembali meraih orgasmenya. Dengan tangannya yang bebas
dia bisa melampiaskan gelegak
birahinya. Tangannya mencakar
punggung maling itu dan
menancapkan kukunya. Nampak
bilur sejajar memanjang di kanan kiri punggungnya
merembes kemerahan. Punggung
maling itu sempat terluka dan
berdarah.
Masih beberapa saat mereka
dalam satu pelukan sebelum pada akhirnya lelaki maling itu
bangkit dan menarik kont*lnya
dari kemaluan istriku. Aku
langsung menyaksikan
spermanya yang kental
melimpah tumpah dan meleleh dari lubang vagina Fatimah.
Sesaat mata maling itu melihati
tubuh istriku yang nampak
lunglai. Dia lantas bergerak
efektif.
Maling itu turun dari ranjang, memakai celana dan T.Shirt-nya.
Dia mencopot selembar sarung
bantal. Dia mengeluarkan dari
kantongnya HP-ku dan HP
istriku, jam tangan, perhiasan
dan segepok uang simpananku, mungkin hanya sekitar 500-an
ribu rupiah. Dia masukkan hasil
curiannya ke sarung bantal itu.
Tak sampai 2 menit sejak turun
ranjang dia langsung keluar dan
kabur meninggalkan aku yang masih terikat tak berdaya di
lantai dan Fatimah yang
telanjang sesudah diperkosanya.
Dia telah mencuri barang-
barangku dan menikmati tubuh
dan kemaluan istriku. Fatimah nampak bengong sambil
melihati aku,
“Maaf, maass.. Aku harus
memuaskan nafsu syahwatnya
agar dia tidak menyakiti Mas..”
Fatimah sudah siap dengan alibinya. Aku hanya diam. Nikmat
seksual memang bisa mengubah
banyak hal.
Hingga kini, sesudah 8 tahun
menikah hingga mempunyai 2
anak aib itu tak pernah diketahui orang. Kami sepakat
menyimpannya dalam-dalam.
Sesekali kulihat istriku bengong.
Aku memakluminya. Setidaknya
memang postur tubuhku serta
kaliber kemaluanku tak mungkin mengimbangi milik lelaki maling
itu.


Tamat

[ back ][ home ]

Cerita terbaru & Video Terheboh

Web Site Hit Counter