watch sexy videos at nza-vids!
watcing ads 30s we paid $2

Supir Dan Nyonya

Kadang aku bingung memahami
kehidupan ini. Dulu waktu di
desa sebagai bujang ngejar-
ngejar wanita desa aja banyak
yang menolak. Eh giliran
sekarang jadi sopir pribadi malah dapat rejeki nomplok. Bisa
numpaki dan ngeloni nyonya
majikanku yang cuantiik buanget
biar usianya sudah 35. Badan
masih bagus, singset, kulit
kuning mulus. Hidung mancung dan di bibirnya suka muncul
bintik-bintik kayak keringat.
Syeddapp. Dulu sebelum numpaki
nyonya aku sering curi-curi
pandang Demi melihat hidung dan bibirnya
itu. Dia tahu, tapi cuek. Pura-
pura kali ya. Wanitakan suka
ditatap penuh nafsu oleh laki-
laki. Meskipun oleh sopirnya
kayak aku ini. Memang sih suka menampakkan tampang tidak
suka kayaknya sebal gitu lho,
duluu kala, tapi aku nggak
percaya kalau dia sama sekali
nggak senang dan tersanjung.
Naluri wanitakan sama. Mau babu, mau model iklan, kalau
ada laki-laki yang
memperhatikan berarti dirinya
masih dinilai cantik. Wanita kalau
nggak ada yang memperhatikan
padahal sudah dandan habis- habisan bisa bete seharian deh.
Merana. Mikirin dirinya yang
sudah tidak menarik lagi
(meskipun hanya sopir tapi saya
pernah belajar psikologi wanita,
dari buku yang kubaca di tukang loak ketika sambil
menunggu tuan belanja waktu
itu. He… he…
Nyonyaku katanya eks
primadona kampus. Tapi
namanya manusia, biar mantan primadona atau mantan
pramuniaga kalau sudah digigit
kesepian yang amat sangat
sekali dan sudah tak
tertahankan ya harus mencari
solusinya. Boleh jadi orang disekitarnya bisa digoda pula.
Ingat kasus nyonya muda
Pondok Indah yang beradu
syahwat sama pembantunya
yang sudah tua? Awalnya suka
membentak-bentak memarahi sang bapak pembantu rumah
tangga itu eh lama-lama malah
suka dan ketagihan dihentak-
hentak oleh si bapak itu dalam
gairah asmara yang ganjil. Itulah dunia erotis, susah
dicerna tetapi sebenarnya
mudah diterima dengan suatu
sudut pandang yang polos. Jadi
teorinya sederhana saja
sesungguhnya, bahwa yang namanya syahwat itu adalah
suatu naluri dasar. Naluri yang
dibawa manusia sejak lahir ke
dunia ini. Dia belum mengenal
adat, tata krama, hukum, dsb.
Benar-benar murni. Setelah mulai menjadi dewasa maka
manusia menjadi milik
lingkungannya. Harus peduli
sama lingkungan sosialnya.
Padahalkan awalnya nafsu itu
nggak ada kaitannya dengan ideologi, sosial, ekonomi, politik,
budaya dan hankam segala deh
(inget pelajaran SMP). Nah lebih-lebih bila nafsunya itu
ternyata memberi pengalaman
kenikmatan yang tiada tara
yang tidak didapatkan dari
pasangan resminya. Wah tambah
ketagihan deh. Lha yang awalnya diperkosa aja ada yang
akhirnya bisa menikmati, apalagi
bagi yang didasari sama-sama
butuh. Para pelaku yang sudah
pengalaman merasakan
nikmatnya bersenggama pasti pusing deh kalau lama nggak
digauli lawan jenisnya. Emang sumpah nggak kepikir di
benakku kalau aku orang yang
jelek dan kampungan ini
ternyata kebagian juga
mendapat anugerah dalam
bentuk wanita cantik. Yaitu bisa menikmati seluruh lekuk tubuh
dan khususnya memek sang eks
primadona yang wangi itu.
Hehehe. Enak gila. Sudah gratis
eh malah dihadiahin lagi. Nggak
usah maksa. Nggak usah merayu. Nggak usah mikirin
kasih makan. Nggak usah
rebutan segala. Kebayang dulu
ketika beliau masih mahasiswi,
wah pasti seru ajang
kompetisinya. Kayak AFI kali. Yang ngrebutin pastilah ada
anak orang kaya, yang
ganteng, yang bonafid, yang
playboy, yang aktivis, yang
jagoan olah raga, dan
seterusnya. Tereliminasi semua bleh. Rugi mereka. Mending jadi
sopir kayak aku ini nggak usah
modal kuliah segala. Hihihi. Sebenarnya aku kadang suka
melamun (melamun adalah satu-
satunya harta kekayaanku)
mencari pemahaman mengenai
keadaan ini. Siapa yang salah
ya? Tuanku yang terlalu sibuk cari duit demi menyenangkan
hati nyonya, atau nyonya yang
nggak punya kesibukan (emang
dari dulu dilarang tuan kerja
karena bisnis tuan masih
berjalan dengan baik bahkan cenderung meningkat pesat). Sempet juga aku juga merasa
kasihan sama tuanku kalau dia
hanya mikirin bisnisnya melulu.
Cari duit banyak-banyak
maunya demi kebahagiaan istri
eh malah istri jarang dinikmati alias banyak dianggurin aja.
Tahu deh kalau di luar suka
jajan atau nyimpen WIL. Tetapi
kalau sampai nyimpen WIL segala
apa ya maksimal pemakaiannya.
Paling dipakainya pas lagi refreshing, itupun kalau sempet.
Bisnismen itu pasti lebih banyak
sibuk ke bisnisnya ketimbang
ngurusin lain-lainnya. Gitu kali.
Tapi yang penting prinsipku:
urusan atas adalah kewajiban tuanku (mulut yang dikasih
makan), urusan bawah (vegy
yang dikasih semprotan) adalah
jatahku. Adilkan? Menurut kaca mataku
sih orang-orang sibuk kayak
tuanku itu mending memperistri
babu. Kalau capek pasti dengan
suka rela mau mijitin. Nggak
banyak protes. Siap mendengar keluh kesah setiap saat tanpa
berani menyela. Menurutku lhoo.
Nah yang cantik-cantik kayak
nyonya dan mudah kesepian itu
jodohnya ya laki-laki yang
punya banyak waktu luang untuk memperhatikan dan siap
sedia setiap saat kalau
dibutuhkan. Misalnya sopir kayak
aku ini. Huahahaha. Tapi masuk
akalkan? Gimana nggak masuk
akal. Orang seelite tuan pasti sudah
biasa ketemu wanita kelas tinggi
yang cantik-cantik. Karena
sudah biasa maka ya jadi biasa.
Lha orang kayak aku ini kan
selalu melotot dan melongo melihat wanita-wanita sekelas
nyonya. Pasti bawaannya kagum
dan kagum melulu. Melamun
sepanjang hari gimana bisa
ngentot dengan wanita-wanita
kelas ini. Sama halnya dengan nyonya, bergaul sama laki-laki
berkelas pasti sudah biasalah.
Yang jarang adalah bergaul
dengan laki-laki kasar. Pasti menimbulkan khayalan
erotis untuk bersenggama
dengan para lelaki kasar, yang
berotot, ngomong sembarangan,
berpeluh kalau bekerja,
hidupnya cuma untuk hari ini, dan bla-bla. Pastilah
menimbulkan empati campur
sensasi begitu. Hahaha. Nah gara-gara sering diminta
melayani nyonyaku yang hobi
kesepian itu aku dimanjain
dengan hadiah-hadiah mahal.
Kadang-kadang sih. Misal dibeliin
baju, sepatu, minyak wangi dan sebagainya yang bermerk.
Sekarang aku kenal baju merk
Arrow, kata orang sih harganya
ratusan ribu. Tapi aku nggak
berani pakai kalau lagi ada
tuan, nanti ditanya kok bisa beli baju mahal. Masak mau nggak
makan setengah bulan demi beli
baju semahal itu. Kan bisa
ketahuan, kasihan nyonya. Aku
sih paling dipecat. Lha kalau
nyonya dicerai? Apa ya mau ikut aku jadi istri keduaku. Pasti
enggak mau. Memang lucu juga
ya. Urusan perut sama bawah
perut bisa demikian jauhnya.
Tapi nggak apa-apa. Mendingan
begini. Jauh lebih menguntungkan
bagiku. Dikasih tapi nggak
dituntut. Kayak bintang sinetron
yang dituduh memperkosa
seorang cewek, disebarluaskan
di media massa. Coba kalau yang memperkosa cuma tukang ojek,
preman, kuli, atau sopir nggak
bakalan diberita-beritain besar-
besaran sama korban. Nggak
usah dituntut kawin cukup
laporin polisi aja (atau malah dipetieskan aja kasusnya). Lha,
apa malah nggak enak. Kalau
mau dipenjara ya nggak
masalah. Nggak punya apa-apa
ini kecuali kolor. Dibiarkan bebas
ya lebih asyik bisa cari yang lebih ranum lagi. Enak juga
sebenarnya yah kaum ‘nothing
to lose’ alias kaum yang cuma
bermodal nafas ini. Hehe. Tiba-tiba lamunanku dibubarkan
secara sepihak oleh nyonya. “Rusmiin.. Hayo sore-sore gini
sudah bejo (bengong jorok) ya.
Kebeneran, sini masuk kamar,
Dear” Tugas sampingan sudah
memanggil-manggil. Syeddaapp.
Kebetulan kami dua hari ini lagi
nginep di villa keluarga di
daerah puncak. Tuan seperti
biasa lagi urusan ke luar kota. Anak-anak nyonya pada mau
ujian jadi mereka harus belajar
di rumah. Ibunya beralasan mau
menengok villa-nya dan kebun
buah-buahannya. Berdua saja
kami ini. Makanya nyonya berani teriak-teriak semaunya ketika
mau ngajak ML. Kulihat nyonya
sudah pakai daster tipis putih
dan sedang duduk di pinggir
ranjang. Kaki kanan diangkat di
bibir ranjang sementara yang kiri menyentuh lantai. Waduh
seksi sekali Yayangku ini. “Wah sudah nggak sabaran yah
Yang?”
“Iya tahu, mau cepetan dirudal
ama penismu yang nggak kira-
kira gedenya itu. Ayyoo cepetan
sinnii. Jangan sok maless gitu aah..” Aku emang kadang suka
menggodanya dengan berlagak
malas melayaninya. Kalau udah
gitu kemanjaan nyonya suka
muncul. “Iya deh, mau apa dulu nih
Say?”
“Jilatin seluruh tubuhku tanpa
tersisa. Ini perintah..!” Lalu dasternya telah merosot
ke bawah secara kilat. Seperti
biasa kalau sudah siap tempur
nyonyaku nggak pakai CD dan
Bra. Sudah polos total. Dia
tengkurap. Aku mendekat. Kumulai jilatan dari ujung jari
kaki. “Ehm” Belum apa-apa. Pelan-pelan
sekali kujilat dan kuhisap jari-
jarinya satu per satu. Telapak
kakinya. Betisnya yang berbulu
agak jarang dan panjang-
panjang. Bikin naik darah. “Emh..” Mulai ada reaksi. Pindah
ke kaki satunya.
“Emh..” Lagi ketika tiba di betis. Kuteruskan ke arah paha
belakang. Permainan semacam ini
memang perlu kesabaran
tersendiri. Di samping itu juga
membantuku untuk tidak cepat
naik selain membantunya untuk mulai warming up duluan. Oh ya
perlu kuberitahu, sejak aku
didayagunakan begini jadi rajin
minum jamu kuat kalau enggak
wah bisa remuklah aku. Kuat
banget dan tahan lama sih nyonya mainnya. “Ahh.. Hemhh..” Begitu bunyi mulutnya ketika
lidahku mulai mengusap pangkal
pantatnya (Mau enggak ya tuan
disuruh begini ama nyonya?
Mungkin inilah kelebihanku mau
apa aja. Biarin, gratis dan ueennakk ini. Hehehe.) Kubikin
lama dalam melulurin area x,
kubikinnya libidonya memuncak
lebih cepat. Kupercepat
sapuanku. Kuselingi dengan
sodokan-sodokan memasuki celahnya. “Aauuhh.. Auuhh.. Auuhh..
Ruuss..” Mulai kepanasan dia. Basah.
Kuremas-kuremas pantatnya
yang montok putih mulus. Lalu
kujulurkan tangan kananku
menuju punggung. Kuusap
sejenak terus menukik melesak ke bawah, teteknyalah
sekarang sasaran sentuhanku. “Buussyyeet.. Ruuss.. Pentil..
Ooh.. Ya.. Yaa.. Pentilku diusap..
Ussaaph.. Ahh ” Aku merambat naik dan
kukangkangi dengan sedikit
merapat. Tidak kontak ketat.
Gesekan-gesekan burungku
yang masih dalam sangkar
celana sengaja kuarahkan ke pantatnya. Kujilati pinggang,
punggung, pundak, leher,
belakang telinga. Dan, “aahh balikk..” Nyonya
membalikkan badannya. Sebenarnya aku sudah enggak
tahan mengulum bibirnya.
Penisku sudah demikian
kencangnya. Tapi ya sabar dah.
Belum ada perintah selain
menjilat sih. Kumulai menjilati leher depan, turun ke ketiak
yang licin, ke lengan, telapak
tangan, jari, ke dada. Di sekitar
itu aku berlama-lama. Kuputari
gunung kembarnya bergantian.
Kiri-kanan. Kiri-kanan. Diselingi mengisep pentilnya. “Auh.. Auh.. Auhh.. Ah.. Ahh”,
tangannya mulai menjambak
rambutku dan kadang ditekan-
tekannya kepalaku agar
teteknya mendapat kenikmatan
paripurna. Sesek napas juga sih kalau kelamaan. Kucek
selangkangannya. Woow, tambah
basah. Kupegang tangan
satunya lalu kuarahkan untuk
mulai mengusapi dan memencet
rudalku. Menurut dia. “Kulum, Dear” Dengan
menjatuhkan berat badanku
sementara kakinya sudah mulai
mengangkang, tangan kiriku
keselipkan dibawah
punggungnya, tangan kananku memegang tetek kanannya,
maka kuserbu bibirnya tanpa
ampun. Saling memilin lidah kami.
Saling tumpah ludah kami. Sambil
kusodok-kusodokkan burungku
yang masih tersimpan dalam sangkarnya tepat di area
tempiknya (memeknya). Gemes
aku ingin memasukkan. Tapi ada
kenikmatan juga ketika
menyodok namun terhambat. Meskipun agak sakit juga.
Sensasi begini kadang lebih
mengasyikkan ketimbang main
masuk langsung. Terus kukulum,
kuhisap, kujilat, ambil napas, lalu
serbu lagi. Seperempat jam kami beradu mulut dan bibir. Setelah
mengambil nafas sebentar
kukulum hidung bangirnya.
Kujilati. Aku hobi juga mengulum
dan menjilati hidung-hidung yang
mancung begini. Kadang kumasukkan (tentu saja tidak
masuk, bego) lidahku ke lobang-
lobangnya. Kakinya yang kanan
mulai membelit, menumpangi kaki
kiriku. “Lepass baaju dann
celanamuu..” Kulepaskan ikatan ragawi kami.
Turun dari ranjang untuk
menelanjangi diriku. Polos.
Kunaiki ranjang lagi.
Kutempelkan penisku mengarah
ke bawah memeknya sehingga dalam posisi masih bebas di luar
liangnya. Kutindih lagi. Kunikmati
setiap inchi tubuh halus
mulusnya melalui kontak tubuh
kami yang penuh. Kalau bisa
tidak ada yang lolos. Kulanjutkan dengan adu ciuman.
Kujilati dagunya, pipinya,
kukulum kupingnya. Mendongak-
dongak dia. Desahnya semakin
kacau. Jepitan kakinya sudah
dua sekarang. Tiba-tiba tangannya merogoh burungku.
Ditekan-tekannya ke arah bibir
liang. Lalu, “slep..” Masuklah
burungku. Kubiarkan berdiam diri
dulu. Aku masih menikmati
kontak total begini sambil
menggeliat-geliat. Kuingin
menikmati tekanan tetek- teteknya di dadaku lebih lama.
Kuingin menikmati gesekan-
gesekan antar paha, gesekan-
gesekan antar perut, gesekan-
gesekan antar kulit. Kupejamkan
mataku agar indera sentuhku bekerja dengan sempurna dalam
memberikan sarafku kenikmatan
sebuah persetubuhan. “Sooddook..” Tanpa rela
kumelepaskan belitanku mulai
kupompa memeknya dengan
melengkung-lengkunkan
pinggulku. Tangan kiriku
menyusup di bawah punggungnya menggapai pinggir
luar tetek kanannya, tangan
kananku menyusup ke bawah
menjangkau ujung memek
belahan belakang. Kujawil-jawil. Kaki-kakinya
merangkul kaki-kakiku semakin
erat. Digoyang naik turun
pantatnya seirama dengan maju
mundurnya sodokanku. Nafas-
nafas kami dalam dan berat dalam mendukung kerja
persetubuhan. Erangan-
erangannya meningkahi
sodokanku yang kubikin dalam-
dalam. Sedalam mungkin. Suara
kecipak cairan memeknya mengiringi maju mundurnya
penisku yang memenuhi liang
memeknya. Penuh. Diameter
rudalku tak menyisakan sela.
Padat dan kesat. Itulah
mengapa nyonyaku jadi keranjingan. “Cepetin.. Cepetin..
Nyoddookknyaa.. Aah.. Ahh..” Aku terus menghujaminya
bagaikan antan penumbuk padi
yang terus bertalu-talu
berirama konstan. Kuingin
melesak lebih dalam lagi. Lebih
jauh lagi. Urat-urat rudalku pasti sebesar-besar kabel listrik
kalau bisa dilihat. “Edaann.. Teruss.. Banggsaatt..
Jembbuut.. Konttoll.. Aahh.. Aahh..
Aahh.. Ayoo.. Genjott.. Teruss..
Teruss ” Kejorokan nyonyaku sudah tidak
asing lagi di telingaku ketika
persenggamaan sedang mendaki
puncak. Akan menambah daya
hentak dan meluapkan sensasi-
sensasi paling primitif sang nafsu yang dimiliki makhluk hidup.
Dengan cepat dan kasar
kubalikkan tubuhnya tengkurap
lalu buru-buru kusodokkan lagi
rudalku ke memeknya melalui
belakang. Kubelit lagi dirinya. Kususupkan kembali kedua
tanganku menjangkau tetek-
teteknya secara menyilang.
Kuremas-kuremas dengan kasar.
Kususupkan kepalaku di samping
lehernya. Kuendus dan kuhisap leher jenjangnya yang wanginya
telah pudar karena leleran
keringat. “Plak.. Plok.. Plak.. Plok..” bunyi
pantatnya beradu dengan
selangkanganku. Kurangsak.
Klitorisnya lebih mudah kugasaki
dari belakang. Kupercepat
tonjokan-tonjokan ke klitorisnya. Semakin menggila dia.
“Bajingann.. Sopirr.. Dassarr..
Teruss.. Yah.. Yah.. Bangsat..
Kamuu.. Adduh.. Ennakk.. Uahh..
Uahh.. Auhh.. Ahh.. Eaarghh..
Mmpphh.. Ooh..” Semakin cepat kedut-kedutan
memeknya memijiti rudalku. Dan,
“aahh.. Hh.. Aku keluaarhh..
Russ.” Mengejang dia dan terangkat
pantatnya kuat-kuat. Namun
masih saja kugasaki sampai
beberapa detik akhirnya
menyemburlah pancaran magma
dari rudalku. “Jrrott.. Jroott.. Crrott ”
Liangnya kupenuhi dengan
semburan-semburan maniku.
Lemas. Masih kutumpangi dia.
Tersengal-sengal nafas kami.
Kugesek-kegesekin hidungku ke lehernya. **** Awal bagaimana akhirnya kami
memadu asmara begini yaitu
ketika setelah mengantar anak-
anaknya sekolah. Ketika
berangkat mengantar anak-
anaknya sekolah nyonya duduk sama yang kecil di belakang.
Yang gede di depan di
sampingku. Mereka kelas 5 dan
kelas 2. Cewek semua. Pada
jalan pulang nyonya duduk di
depan. Dia memintaku untuk tidak langsung pulang.
Dimintanya aku masuk tol dalam
kota. Kami berputar-putar
beberapa kali. Rupanya sudah agak lama dia
sebenarnya ingin curhat.
Berhubung nyonyaku membatasi
pergaulannya sejak menikah
demi suaminya, maka
pergaulannya jadi amat terbatas. Sebatas keluarga dan
para pembantu-pembantunya,
termasuk aku sebagai sopirnya.
Sehingga ketika nggak tahan
untuk bercurhat maka akulah
yang tersedia untuk menjadi sasaran tumpahan emosinya.
Lebih mudah dan lebih terjaga
kerahasiaannya karena
dilakukan di luar rumah, sambil
keliling-keliling seperti sekarang
ini. Rupanya jatah dari tuan baik dalam bentuk perhatian maupun
keintiman dirasanya kurang.
Nyonya memaklumi kesibukan
tuan, namun sebagai wanita
yang masih kuat kebutuhan
emosi dan biologisnya menuntut jatah yang normal ketimbang
cuma sebulan sekali atau paling
banter 2 kali. Tidak terus
terang sih ngomongnya, tapi
diserempetin. “Kamu sama isterimu berapa
kali dalam sebulan berkasih-
kasihan, Rus?”
“Seminggu sekali atau ya bisa
dua tiga kali, Nya.”
“Wah bahagia sekali dong isterimu ya.”
“Ya namanya kewajiban suami
untuk membahagiakan isteri mau
gimana lagi.” Lalu diam seperti melamun.
Waktu aku mau oper gigi
persneling rupanya tanpa
sengaja tanganku menyinggung
pahanya. Baru kusadari rupanya
nyonya duduknya agak mepet ke tongkat persneling. Aku
minta maaf. Nyonya diam saja.
Seerr juga aku sebenarnya. Tapi
aku mana berani memikirkan
kejadian barusan. Entah ini
sudah putaran yang ke berapa tapi nyonya masih minta
diputerin lagi. Kalau ada yang
tahu berapa kali kami muterin
Jakarta pasti mikir ini orang
mau jalan-jalan tapi maunya irit
ya. Sekali bayar tol tapi puas muter-muter. Ketika mau pindah
gigi lagi aku sebenarnya sudah
agak sungkan-sungkan tapi
harus kulakukan karena aku
sudah mengurangi kecepatan. Semoga sudah geser duduknya.
Eh lhadalah, kesenggol lagi.
Busyet ini nyonya kayak nggak
peduli atau sengaja. Sempet
kurasakan tadi kalau yang
kesenggol bukan kain, lebih halus dari itu, pura-pura
nengok spion sebelah kiri maka
dengan sudut mataku kucoba
cari info apa yang sebenarnya
kusenggol tadi apakah benar
kulit manusia. Nyonyaku ikut nengok melihat spion kiri.
Kesempatan dalam waktu
sedetik kulihat ke lokasi
persenggolan tadi. Benar. Deg. Ternyata pahanya
yang kesenggol tadi. Wah rok
nyonya kok telah tersingkap.
Sadar nggak ya dia. Kubiarkan.
Ternyata rok yang dipakai ada
belahan tinggi di sisi kanan, dan kini belahannya ternyata telah
menyibakkannya diri sedemikian
rupa sampai.. Pangkalnya. Deg.
Deg. Wah. Eh secepat kilat
nyonya membalikkan kepalanya
ke arahku dan ada senyum tipis. Matanya menatapku tanpa
sepatah katapun. Terus kembali
lurus menatap jalan di depan. “Nggak apa-apa kok” Modar
kowe. Meriang panas dingin
sekarang hawa tubuh yang
kurasakan. Sebagai lelaki
bangkitlah keberanianku
mencandainya. “Nggak apa-apa gimana, Nya?”
“Nyenggol-nyenggolnya tadi
itu.”
“Maaf gak sengaja, Nya.”
“Sengaja juga nggak apa-apa.”
“Ah nyonya, mana berani.” “Lho, inikan dikasih ijin. O
enggak mau ya sama aku? Ya
sudah kalo gitu”
“Wadduh Nya, mana ada lelaki
yang sebodoh itu. Nyonya itu
cantik banget. Saya minder di dekat nyonya, sungguh.”
“Ah masak sih.” Tiba-tiba tangan kiriku diraihnya
dan disentuhkan ke pahanya.
Yang kesenggol tadi, ingat?
Ehhm, kutatapnya dia. Saya
balasannya. Mulai berani
kugerakkan tangan kiriku yang beruntung itu, lebih menyerupai
mengelus. Nyonyaku mulai
bersandar. Agak dimajukan
duduknya sehingga pahanya
semakin mudah kujangkau. Coba
kutelusuri menuju pangkal. Merem dia. Agak ke dalam lagi.
Lalu sampai pangkal. “Ah.” Lenguhan pendeknya
keluar. Kuusap-usapnya pangkal
pahanya, tempat sang memek
bersemayam. Mendesah dia.
Tiba-tiba tangan kanannya
menerobos ke pangkalanku juga. “Oh, gede punyamu, Min.”
“Bagilah dirimu denganku selain
istrimu, maukan Rus?” Aku diam. Semua ini terjadi
mendadak. Lalu aku nafsu dan
mengangguk. Dan kami terus
saling mengusap sampai bocor
bersama. Sebenarnya sejak
kejadian itu dia menyatakan menyesal karena telah berbuat
sejauh itu yang tidak
terbayangkan sebelumnya. Dia
berjanji untuk tidak
mengulanginya karena akan
menyakiti hati suaminya dan isteriku kalau ketahuan nanti.
Aku setuju. Tapi waktu jua yang
akhirnya mengalahkan kami
sesuai kodrat alam yang minta
dipenuhi. Akhirnya kami mengulanginya
dan mengulanginya lagi sampai
akhirnya benar-benar alat vital
kami beradu. Pernah aku
sarankan untuk mencari gigolo-
gigolo saja yang tampan dan keren daripada aku yang hanya
bagian dari kumpulan manusia
kasar, jelek dan rendah. Dia
hanya menggeleng. Mungkin dia
ingin kerahasiaannya lebih
terjaga kalau berhubungan dengan satu orang saja. Orang
terdekatnya. Apakah demi
status sosialnya atau
martabatnya atau nama
baiknya. Entahlah. Atau takut
menjurus ke arah kecanduan, cenderung ingin mencoba-coba
berbagai jenis pria. Entahlah.
Atau memang sudah tercukupi
kebutuhannya. Entahlah. Atau memang bagian
dari fantasinya, mencoba
ekstrimitas, menikmati dunia-
dunia kasar. Entahlah juga. Kalau
aku jelas, sulit menghindari daya
pikat wanita dari kelas yang jauh di atasku dan memiliki
kecantikan yang bagaikan putri
dari langit. Lalu kapan lagi.
Hehe…


Tamat

[ back ][ home ]

Cerita terbaru & Video Terheboh

Web Site Hit Counter